BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarakan pembahasan di atas maka dapat
ditarik kesimpulan mengenai penerapan sistem pemasyarakatan terhadap narapidana
di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan tujuan serta fungsi sistem pemasyarakatan,
tetapi pelaksanaan empat tahapan proses pembinaan seperti, tahap
pengenalan/orientasi, tahap asimilasi arti sempit, tahap asimilasi arti luas,
dan tahap integrasi masih belum terlaksana sepenuhnya atau masih belum optimal.
Dikarenakan aparatur yang membina narapidana pun belum sepenuhnya memadai,
serta pengawasan dan control pemerintah masih kurang, dikarenakan pernah adanya
kerusuhan di salah satu Lembaga Pemasayarakatan.
Pelaksanaan pidana penjara dengan
menonjolkan aspek pembinaan di dalam lembaga, hingga saat ini mengalami
hambatan. Hal ini antara lain disebabkan keterbatasan sarana fisik berupa
bangunan penjara dan peralatan bengkel kerja yang masih memakai peninggalan kolonial
Belanda; sarana personalia yaitu tenaga ahli yang profesional di bidang ilmu
keperilakuan; sarana administrasi dan keuangan berupa terbatasnya dana
peraturan dan perundang-undangan yang masih memakai reglemen penjara (Gestichten
Reglemen 1917 No.708).
Keterbatasan sarana dapat merupakan salah
satu penghambat pembinaan narapidana seperti yang diharapkan. Oleh karenanya,
sulit untuk menghasilkan pembinaan yang efektif, efisien serta berhasil guna.
Hal ini cukup beralasan, mengingat
tujuan sistem pemasyarakatan itu sangat ideal, sedangkan sarananya sangat
terbatas. Akibatnya, setiap petugas akan mengalami kejenuhan dan berkhayal
mengenai cita-cita pemasyarakatan. Masalah pembinaan terhadap narapidana tidak
terlepas dengan pembicaraan masalah pidana, pemidanaan. Dalam pidana hal yang
tidak kalah penting adalah berkaitan dengan masalah mengapa manusia melakukan
perbuatan melanggar hukum. Dalam arti sebab-sebab timbulnya kejahatan dan apa
perlunya sanksi hukum pidana diterapkan. Apabila proses pembinaan berjalan
sesuai dengan ketentuannya, serta sarana dan sarana terpenuhi, maka tujuan dan
fungsi sistem pemasayarakatan dapat terpenuhi dan tercapai.
Dengan adanya sistem pemasyarakatan, tujuan
pidana penjara tidak hanya lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan usaha
rehabilitasi dan resosialisasi Warga Binaan Pemasyarakatan. Warga Binaan
Pemasyarakatan diayomi melalui pembinaan, bimbingan dan diberi keterampilan
sebagai bekal hidup agar dapat menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.
B.
Saran
Dalam kajian di atas maka penuli berusaha
memberikan saran adalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, antara lain :
1.
Agar proses pelaksanaan pembinaan berjalan
dengan baik, pemerintah harus melakukan pengawasan dan control yang lebih
ekstra lagi, supaya pelaksanaan pembinaan bisa berjalan dengan baik.
2.
Agar aparatur pelaksana pembinaan di masyarakat
lebih baik dan professional, maka pemerintah perlu melakukan pembinaan yang
lebih intensif lagi terhadap para aparatur pembinaan narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan.
3.
Dalam hal sarana dan prasarana, pemerintah juga
harus memperhatikan kelayakan gedung pemasayarakatan, yang tadinyatidak layak
diganti dengan banguna yang layak, serta penempatan narapidana disesuaikan
dengan kapasitas gedung pemasayarakatan tersebut. Agar tidak terjadi kerusuhan
lagi di LAPAS diakarenakan kelebihan kapasitas (over capacity).