Teori positif mengenai milik pada dasarnya sama dengan teori metafisik yang oleh Spencer merupakan deduksi dari suatu hukum kebebasan yang sama yang dibenarkan atas dasar observasi terhadap fakta di dalam masyarakat primitif. Tetapi, hukum kebebasan yang sama dianggap sebagai sudah dipastikan oleh pengamatan dengan cara yang sama yang dipakai untuk memastikan hukum-hukum fisika. Pembuktian kebenaran terhadap fakta pada pokoknya tidak berbeda dengan pembuktian kebenaran dari fundamental metafisik yang didukung oleh ahli-ahli sejarah. Ahli hukum metafisik mencapai suatu asas secara metafisik dan mendeduk-sikan milik dari asas ini.
Kalangan positivis dalam asas yang sama dengan pengamatan, yang dibuktikan kebenaran oleh penemuan lembaga yang terpendam dalam masyarakat primitif dan berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban. Positivis meletakkan titik berat pada pencip-taan benda-benda baru, disamping pembuktian kebenaran yang mengandung keharusan.
Jika diteliti hukum milik, akan ditemukan tiga tahapan dalam kekuasaan atau kesanggupan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi perbuatan orang-orang lain berkaitan dengan benda berwujud,97 sebagai berikut :
(1) . Tingkat yang pertama hanya merupakan fakta, pe-
megangan secara fisik atas sesuatu barang tanpa suatu unsur yang lain dan disebut dalam hukum Romawi sebagai kepunyaan alamiah (possession naturalis).
(2) . Tahapan kedua, yaitu apa yang dinamakan menu-
rut hukum sebagai sesuatu yang dibedakan dengan kepunyaan alamiah. Merupakan perkembangan hukum dari gagasan tentang penjagaan yang di luar hukum (extra legal), dimana kesanggupan untuk menghasilkan lagi suatu keadaan penjagaan digabungkan dengan unsur pikiran dari niat hendak memegang untuk tujuan sendiri dari seseorang, ketertiban hukum menganugrahkan kepada orang yang memegang barang tersebut, suatu kecakapan yang dilindungi dan dipertahankan oleh hukum untuk mempertahankan terus-menerus dan memberikan suatu hak untuk memulihkan kembali ke dalam kontrol fisiknya secara langsung, seandainya barang itu dirampas orang lain. Dalam hukum Romawi, kepunyaan alamiah hukum menjamin hubungan antara pribadi fisik dengan benda, sedangkan kepunyaan menurut hukum dijamin oleh hukum adalah hubungan antara kemauan seseorang dengan benda. Tingkat tertinggi dari hubungan milik, hak milik, dan hukum bertindak lebih jauh dalam penguasaan asas benda yang jauh diluar kesanggupan mereka, baik dengan menjaga maupun dengan mempunyai, yaitu di luar apa yang dapat mereka pegang dengan kekuatan fisik dan di luar apa yang sesungguh-sungguh dapat mereka pegang, walaupun dengan bantuan negara. Hak milik merupakan konsepsi hukum yang murni, berasal di dalam hukum dan bergantung kepada hukum. (3). Tingkat ketiga, milik diperoleh dengan mempergunakan milik yang diperoleh sendiri, seperti dalam hukum Romawi, anak laki-laki tidak mempunyai hak milik, karena semua milik yang diperoleh tiap anggota keluarga menjadi milik kepala rumah tangga selaku lambang hukum dan wakil keluarga. Akan tetapi, hukum Romawi mengakui macam-macam tertentu milik yang boleh dipegang oleh anak laki-laki di dalam keluarga sebagai kepunyaan mereka.
Teori Psikologis
Teori psikologis tentang milik pribadi, tidak lebih dari suatu petunjuk saja dan teori ini dapat digabungkan dengan teori sejarah dengan meletakkan dasar psikologis dalam landasan metafisika abad ke-19. Suatu sejarah hukum yang dipandang dari sudut sosial psikologis.