Persoalan menjadi lebih lebar, jika pribadi hukum itu mencakup subyek hukum yang bukan manusia yang disebut badan hukum. Hans Kelsen merumuskan badan hukum sebagai perkumpulan dari sejumlah manusia yang menerima hak dan kewajibannya dari suatu tata hukum (rechtsordnung), yang karenanya tidak dapat dianggap sebagai hak dan kewajiban perorangan dari orang-orang yang menjadi anggota badan hukum tersebut. Tata hukum itu melimpahkan hak dan kewajiban tersebut melalui anggaran dasarnya, sekaligus membatasi hak dan kewajiban badan hukum tersebut, maupun pertanggungjawabannya. Jika dilihat dalam kaitannya dengan para pribadi, yang menjadi anggotanya, anggaran dasar itu merupakan tata kaidah yang mengatur perilaku mereka sebagai anggota badan hukum. Dengan demikian, anggaran dasar itu menjadi tata hukum internal yang dibedakan dari tata hukum eksternal (tata hukum negara).
Jika tata hukum internal (anggaran dasar) meletakkan dan mengatur hak dan kewajiban antar anggota, serta antara anggota dengan perkumpulannya, maka tata hukum eksternal (tata hukum negara) meletakkan dan mengatur hak dan kewajiban perusahaan dalam hubungannya dengan negara. Badan hukum itu terjadi dari manusia, dan baik manusia maupun badan hukum itu, merupakan pribadi hukum, sehingga keduanya merupakan subyek hukum. Karena negara dapat diletakkan dalam kerangka korelasi hak dan kewajiban dengan suatu subyek hukum, oleh karena itu negara adalah subyek hukum.
Dalam hal ini, Hans Kelsen menegaskan bahwa negara adalah subyek hukum, meskipun dalam perkembangannya, negara tidak hanya mengemban hak dan kewajiban sebagai subyek hukum, melainkan juga memiliki kekuasaan kenegaraan (staatsgewalt). Pertanyaannya, mengapa negara memiliki kekuasaan itu, sedangkan subyek hukum lainnya tidak, mengapa negara boleh menjatuhkan hukuman mati dan melaksanakannya, sedangkan manusia dan badan hukum lainnya tidak boleh. Dari manakah negara memperoleh kekuasaan lebih tersebut, kalau begitu negaralah yang menentukan bagaimana hukum itu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, memaksa untuk membahas hakekat negara dalam hubungannya dengan hukum.
Lebih lanjut Hans kelsen mengatakan bahwa bukan negara yang tunduk kepada hukum yang dibuatnya, melainkan adalah hukum yang mengatur perilaku manusia, termasuk juga perilaku negara yang menghasilkan hukum. Negara hanya bereksistensi dalam tindakan kenegaraan, yaitu tindakan yang dilakukan manusia dan ditujukan kepada negara sebagai pribadi hukum, karena itu jika negara membuat hukum, maka sebenarnya adalah manusia yang melalui tindakan yang ditujukannya kepada negara sebagai pribadi hukum yang membuat hukum. Suatu proses dimana negara membuat hukum, kemudian tunduk kepada hukum yang dibuatnya adalah proses yang tidak mungkin dan karena proses seperti itu tidak mungkin, maka pandangan yang mendudukkan negara sebagai subyek hukum semata-mata belum memberikan jaminan bahwa negara merupakan negara hukum. Dalam hal yang demikian, negara persis sama seperti subyek hukum lain yang dapat melakukan pelanggaran hukum.