Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan disebutkan dalam Pasal 4 UUHT yaitu:
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha; dan
c. Hak guna bangunan.
Dalam UUPA yang ditunjuk sebagai hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan pelunasan (pembayaran) utang sebagai obyek hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan sebagai hak-hak atas tanah yang wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindah-tangankan. Sedangkan hak pakai dalam UUPA tidak ditunjuk sebagai obyek hak tanggungan, karena pada waktu itu tidak termasuk hak atas tanah yang wajib didaftarkan sehingga tidak memenuhi syarat publisitas untuk dapat dijadikan jaminan pelunasan utang.
Akan tetapi, dalam perkembangannya kemudian hak pakai pun harus didaftarkan yaitu hak pakai yang diberikan atas tanah negara. Sebagian dari hak pakai yang didaftarkan ini pun menurut sifat dan kenyataannya dapat dipindahtangankan, baik yang diberikan kepada orang-perorangan maupun badan hukum perdata, sehingga lmk yang dimaksudkan dapat dibebani fidusia (UU No. 16 Tahun 1985tentang Rumah Susun).
Namun, dalam UUHT ini hak pakai dinyatakan dapat dibebani atau dijadikan obyek hak tanggungan. Dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT dinyatakan:
Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak pakai atas tanah negara menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dan dapat juga dibebani hak tanggungan.
Sedangkan hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat dibebani hak tanggungan karena tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas. Akan tetapi, mengingat perkembangan kebutuhan masyarakat dan pembangunan di kemudian hari, hak pakai atas tanah hak milik juga dimungkinkan untuk dibebani hak tanggungan, jika telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, yang untuk ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Demikian pula dengan hak pakai atas tanah negara, yang walaupun wajib didaftarkan, karena sifatnya tidak dipindah-tangankan, seperti hak pakai atas nama perwakilan negara asing, yang berlakunya tidak ditentukan jangka waktunya dan diberikan selama tanahnya diperlukan untuk keperluan tertentu, tidak dapat dibebani atau dijadikan obyek hak tanggungan,
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hak-hak atas tanah yang dapat dijadikan obyjek hak tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai atas tanah negara. Jadi, dengan adanya UUHT ini, hak tanggungan merupakan satu-satunya lembaga jaminan atas tanah. Dengan demikian, menjadi tuntaslah unifikasi hukum tanah nasional yang merupakan tujuan daripada UUPA.
Hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah beserta bangunan, tanaman dan hasil karya yang ada atau akan ada, misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang merupakan hak milik pemegang hak alas tanah. Untuk ini harus dinyatakan dengan tegas dalam akta pemberian hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 4 ayat (4) UUHT). Namun, apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya tersebut bukan hak milik pemegang hak atas tanah, maka pembebanan hak tanggungannya harus dilakukan bersamaan dengan pembebanan hak tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Untuk ini harus dinyatakan dalam satu akta pemberian hak tanggungan, yang ditandatangani bersama oleh pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya yang bersangkutan atau kuasanya, keduanya sebagai pihak pemberi hak tanggungan (Pasal 4 ayat (5) UUHT).
Suatu obyek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat pemegang hak tanggungan peringkat pertama, peringkat kedua, dan peringkat seterusnya, yang ditentukan menurut tanggal pendaftarannya di Kantor Pertanahan. Jika pendaftaran beberapa hak tanggungan dilakukan pada tanggal yang sama, peringkat hak tanggungan ditentukan berdasarkan nomor akta pemberiannya, karena pembuatan beberapa akta pemberian hak tanggungan atas obyek yang sama hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama (Pasal 5 ayat (3) UUHT).
Apabila debitur cedera janji (wanprestasi), maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hak pemegang hak tanggungan tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan, tanpa persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan (Pasal 6 UUHT).
Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya meskipun sudah berpindahtangan dari pemberi hak tanggungan kepada pihak lain. Artinya, kreditur pemegang hak tanggungan masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi jika debitur cedera janji (Pasal 7 UUHT).