Secara prinsipil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan selanjutnya disingkat dengan UUPA. Mengatur dua hal pokok, yaitu :
(1) . Peraturan dasar-dasar dan ketentuan pokok agraria.
(2) . Peraturan tentang ketentuan-ketentuan konversi hak atas tanah.
Secara umum pengertian, terjadinya, dan berakhirnya hak milik atas tanah diatur di dalam bagian pertama, sedangkan bagian kedua mengatur secara khusus mengenai pengakuan hak-hak atas tanah sebelumnya untuk dikonversi menjadi hak-
hak atas tanah yang sesuai dengan ketentuan UUPA (Pasal 16 UUPA).
Dalam hal hak milik atas tanah, lembaga konversi mempunyai peranan yang amat penting dalam proses terjadinya hak milik melalui pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak pribadi atas tanah terdahulu.114 Dalam rangka mengakhiri sistem dualisme hukum tanah dan pluralisme dalam hukum adat (berlakunya hukum barat disamping pluralisme hukum adat). Dengan demikian, lembaga konversi yang diatur dalam ketentuan kedua UUPA merupakan akses terhadap keberadaan hak milik pribadi atas tanah sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Hak milik atas tanah dalam UUPA sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) ialah: Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas lanah, dengan mengingat fungsi sosialnya (Pasal 6 UUPA).
Sesuai dengan memori penjelasan UUPA bahwa pembelian sifat terkuat dan terpenuh, tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagai hak eigendom dalam pengertian aslinya. Sifat yang demikian jelas bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial (Pasal 6 UUPA) dari tiap-tiap jenis hak atas tanah. Arti terkuat dan terpenuh dari hak milik adalah untuk membedakan dengan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai (HP), dan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak turun-temurun, artinya hak itu dapat diwariskan terus-menerus, dialihkan kepada orang lain tanpa perlu diturunkan derajat haknya. Salah satu kekhususan hak milik adalah tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang
akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Berkaitan dengan pengertian hak milik atas tanah ^Pasal 20 UUPA) Notonagoro merinci tentang ciri-ciri hak milik, seba-
gai berikut :
(1). Merupakan hak atas tanah terkuat bahkan menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah yang terkuat, artinya mudah dihapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
(2) . Merupakan hak turun-temurun dan dapat beralih, artinya
dapat dialihkan kepada ahli waris yang berhak.
(3) . Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak dapat berinduk pa-
da hak-hak atas tanah lainnya, berarti hak milik dapat dibebani dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti HGB, HGU, HP, hak sewa, hak gadai, hak bagi hasil, dan hak numpang karang.
(4) . Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tang-
gungan (dahulu hypotheek dan credietverband).
(5) . Dapat dialihkan, seperti dijual, ditukar dengan benda lain,
dihibahkan, dan diberikan dengan wasiat.
(6) . Dapat dilepaskan dengan yang punya, sehingga tanahnya
menjadi tanah yang dikuasai oleh negara.
(7) . Dapat diwakafkan.
(8) . Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali terha-
dap orang yang memegang benda tersebut.Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari haknya, hingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang punya tanah maupun bagi masyarakat dan negara. Hal yang prinsip dalam fungsi sosial adalah dalam pelaksanaannya, kepentingan perorangan tidak terdesak sama sekali oleh kepentingan umum. Kepentingan masyarakat dan perorangan harus saling mengimbangi, sehingga pada gilirannya akan tercapai tujuan pokok UUPA, yaitu kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan bagi seluruh rakyatnya (Pasal 2 ayat (3) UUPA). Amanat UUPA sehubungan dengan makna fungsi sosial, menyebutkan adalah suatu hal yang wajar bahwa tanah itu dipelihara dengan sebaik-baiknya, agar bertambah kesuburannya dan dicegah kerusakannya. Kewajiban untuk memelihara tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang hak, melainkan menjadi beban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan kepentingan pihak ekonomi lemah (Pasal 15 UUPA).
Terjadinya hak milik atas tanah merupakan dasar timbulya hubungan hukum antara subyek dengan tanah sebagai obyek hak. Pada dasarnya hak milik dapat terjadi secara original dan derivatif yang mengandung unsur, ciri, dan sifat masing-masing. Secara original hak milik terjadi berdasarkan hukum adat, sedangkan secara derivatif ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam ketentuan UUPA, hak milik terjadi karena lima hal .
(1) . Menurut hukum adat,
(2) . Penetapan pemerintah,
(3) . Karena undang-undang,
(4) . Ketentuan konversi,
(5) . Karena peningkatan hak.
Terjadinya hak milik menurut hukum adat lazimnya bersumber pada pembukaan hutan (occupation) yang merupakan bagian tanah ulayat suatu masyarakat hukum adat. Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah adalah pemben-an tanah yang dilakukan oleh pemerintah kepada subyek hak yang memenuhi syarat-syarat tertentu (Pasal 21 UUPA). Terjadinya hak milik karena undang-undang adalah pemberian hak oleh pemerintah kepada subyek hak yang memenuh, syarat sebagai yang prioritas (Keppres No. 32 Tahun 1979) atas e kas tanah negara bebas dan tanah bekas hak-hak barat.
Terjadinya hak milik menurut ketentuan konversi adala pengakuan terhadap bekas hak milik pribadi terdahulu sebelum berlakunya UUPA, baik hak milik atas tanah bekas milik pribadi yang tunduk pada hukum barat (eigendom) maupun yang tunduk pada hukum adat (bekas tanah milik adat) dikonversi menjadi hak milik atas tanah (Pasal 16 UUPA). Terjadinya hak milik karena peningkatan hak adalah pemberian hak yang dilakukan oleh pemerintah yang berasal dari tanah HGB peruntukan Kredit Pemilikan Rumah dari Bank Tabungan Negara (KPR-BTN) dan pemberian hak yang dilakukan oleh pemerintah asal hak pengelolaan peruntukan perumahan nasional (Perumnas).
Dalam ketentuan UUPA, ada sejumlah hak-hak atas tanah yang berakhir haknya, baik karena jangka waktu hak itu berakhir atau karena penyebab lainnya. Dalam Pasal 27 UUPA, hapusnya hak milik, apabila :
(a) . Tanahnya jatuh kepada negara, karena :
1. Pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA,
2. Penyerahan dengan suka rela oleh pemiliknya,
3. Diterlantarkan,
4. Ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.
(b) . Tanahnya musnah.