Berlainan dengan sumber hukum utama (primer) yang telah kami bahas di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau sumber tambahan. Artinya, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dike-mukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian internasional,
kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum.
Bahwa dalam sistem peradilan menurut piagam Mahkamah Internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule of binding precedent) jelas dari bunyi Pasal 59 yang mengatakan bahwa:
The decision of the Court has no binding force except
between the parties and in respect of that particular
case'
Jika keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, a fortiori keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan mengikat. Yang dimaksudkan dengan keputusan pengadilan dalam Pasal 3& ayat 1 sub d ialah pengadilan dalam arti yang luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase.
Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan mengikat, keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of international Justice), Mahkamah Internasional (International Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration)- mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional.
Keputusan pengadilan nasional bertalian dengan persoalan • yang menyangkut hukum internasional juga penting sebagai bukti dari apa yang telah diterima sebagai hukum intmasional oleh pengadilan nasional di negara itu.
Selain itu, keputusan pengadilan baik pengadilan internasional maupun pengadilan nasional memainkan peranan yang penting dalam perkembangan hukum kebiasaan internasional. Keputusan pengadilan nasional dari berbagai negara mengenai hal yang serupa mempunya* akibat kumulatif yang tidak dapat diabaikan sebagai bukti dari apa yang telah diterima sebagai hukum. Hal ini tidak sedikit pengaruhnya dalam pembentukan kaidah hukum kebiasaan internasional mengenai masalah yang bersangkutan.
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional, walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum. Fungsi ajaran atau tulisan sarjana hukum terkemuka tersebut di atas dengan jelas telah digambarkan oleh Hakim Gray dalam putusan Mahkamah Agung (Supreme Court) Amerika Serikat dalam perkara Paquete Habana yang antara lain dikatakan:14)
*. . . Where there is no treaty, and no controlling executive or legislative act or judicial decision, resort must be had to the customs and usages of civilized nations, and as evidence of these, to the works of jurists and commentators who are peculiarly well acquainted with the subjects of which they treat. Such works are resorted to by judicial tribunals, not for the speculations of their authors concerning what the law ought to be, but for trustworthy evidence of what the law really is”
Pendapat sarjana hukum internasional yang terkemuka bertambah wibawanya sebagai sumber tambahan apabila ia bertindak dalam suatu fungsi yang secara langsung bertalian dengan suatu persoalan hukum internasional yang dicari penyelesaiannya seperti misalnya Panitia Ahli Hukum (Committee of Jurists) yang diangkat oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 untuk memberikan pendapatnya mengenai masalah Kepulauan
Aaiand.
Contoh lain adalah pendapat para sarjana hukum terkemuka yang menjadi anggota Panitia Hukum Internasional (International Law Commission) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pendapat Panitia Hukum Internasional yang diberi tugas mempersiapakan/melakukan kodifikasi dan perkembangan (development} hukum internasional dan yang terdiri dari para sarjana hukum terkemuka yang mewakili berbagai kebudayaan yang terpenting di dunia mempunyai nilai tinggi sebagai sumber tambahan hukum internasional.
Dalam hubungan ini tidak dapat pula diabaikan usaha para sarjana hukum internasional terkemuda di bidang kodifikasi dan pengembangan hukum internasional yang dilakukan di bawah naungan organisasi bukan pemerintah
(swasta) seperti misalnya Internasional Law Association, Institut de Droit International dan banyak usaha serupa lainnya.
Selesailah sudah pembicaraan sumber hukum dalam arti formal sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional. Semua sumber di atas dipergunakan oleh mahkamah apabila badan ini mengadili suatu perkara yang diajukan padanya menurut hukum. Mahkamah Internasional juga dapat memutuskan perkara tidak berdasarkan hukum melainkan berdasarkan kepatutan dan kepantasan atau dalam bahasa Latinnya ex aequo et bono, demikian dikatakan pada ayat 2 Pasal 38. Dalam mengadili dan memutuskan suatu perkara ex aequo et bono dapat disamakan dengan pengadilan yang memutuskan perkara didasarkan atas equity di Inggris. Perlu ditambahkan bahwa sepanjang pengetahuan penulis, Mahkamah Internasional belum pernah mengngaidili perkara atau atau memutuskan perkara.