Azas kekeluargaan tidak dijumpai di dalam Pembukaan, melainkan terdapat di Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dan di dalam Penjelasannya. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa ’Terekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan”, dan Penjelasan Umum yang menyebutkan bahwa:
”Yang sangat penting dalam Pemerintahan dan dalam hidupnya Negara, ialah semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara Negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, Undang-Undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya meskipun Undang-Undang Dasar itu tidak sempurna akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-Undang Dasar itu tentu tidak akan merintangi jalannya Negara. Jadi yang paling penting ialah semangat” (e.b. dari penyusun).
Idee mengenai azas kekeluargaan untuk dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu berasal dari Prof. Soepomo dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945 ketika diadakan rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Gedung Chuoo Sangi-in di Jakarta. 104) Antara lain oleh Prof Soepomo dikemukakan bahwa ”untuk mengetahui dasar sistim pemerintahan yang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistim pemerintahan itu tergantung kepada Staatsidee, kepada ”begrip” ”staat” (negara) yang hendak kita pakai untuk pembangunan Negara Indonesia. Staatsidee intergralis-tik dari Bangsa Indonesia itu terlihat pada sifat tata negara Indonesia yang aseli yang sampai pada zaman sekarang pun masih terdapat dalam suasana desa baik di Jawa, maupun di Sumatera dan di kepulauan-kepulauan Indonesia lainnya, di mana para pejabat negara ialah pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara senantiasa berwajib memegang teguh persatuan keseimbangan dalam masyarakatnya. Kepala desa, atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat, harus senantiasa memberi bentuk (Gestaltung) kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu, kepada rakyat "memegang adat” (kata pepatah Minangkabau) senantiasa memperlihatkan segala gerak-gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu, senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian ba-thin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Dalam suasana persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong royong, semangat kekeluargaan. Menurut staatsidee ini Kepala Negara dan Badan-Badan Pemerintahan lain harus bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur yangdiidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat ”badan penyelenggara”, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian ini, menurut teori yang sesuai dengan semangat Indonesia aseli, negara tidak lain ialah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Dalam pengertian ini negara tidak bersikap atau bertindak sebagai seorang yang maha kuasa, yang terlepas dari seorang-seseorang manusia dalam daerahnya dan yang mempunyai kepentingan sendiri, terlepas dari kepentingan warga-warga negaranya sebagai seseorang (faham individualisme).
Menurut pengertian Negara yang intergralistik sebagai bangsa yang teratur, sebagai persatuan rakyat yang tersusun, maka pada dasarnya tidak akan ada dualisme ”staat dan individu”, tidak akan ada pertentangan antara susunan staat dan susunan hukum individu, tidak ada dualisme antara ”Staat und Staatsfreie Ge-sellschaft”, tidak akan membutuhkan jaminan Grund und Frei-heitsrechte individu contra staat, oleh karena individu tidak lain ialah suatu bagian organik dari staat, yang mempunyai kedudukan dan kewajiban tersendiri untuk turut menyelenggarakan kemuliaan staat, dan sebaliknya oleh karena staat bukan suatu badan kekuasaan atau raksasa politik yang berdiri di luar lingkungan suasana kemerdekaan seseorang.
Sebagai konsekwensi dari aliran pikiran itu maka kita berpendirian menolak dasar perseorangan. Menolak dasar perseorangan berarti menolak juga sistim parlementerisme, menolak sistim demokrasi Barat, menolak sistim yang menyamakan manusia satu sama lain seperti angka-angka belaka yang semua sama harganya.
Untuk menjamin supaya pemimpin Negara terutama Kepala Negara terus-menerus bersatu jiwa dengan rakyat, dalam susunan pemerintahan Negara Indonesia, harus dibentuk sistim badan permusyawaratan. Kepala Negara akan terus bergaulan dengan Badan Permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui dan merasakan rasa keadilan dan merasakan rasa keadilan rakyat dan cita-cita rakyat. Bagaimana akan terbentuknya Badan Permusyawaratan itu, ialah satu hal yang harus kita selidiki, akan tetapi hendaknya jangan memakai sistim individualisme. Bukan saja Kepala Negara, akan tetapi pemerintah daerah pun sampai Kepala Daerah yang kecil-kecil, misalnya Kepala Desa, harus mempunyai sifat pemimpin rakyat yang sejati. Kepala Adat atau Kepala Desa menyelenggarakan kehendak rakyat, senantiasa memberi Gestaltung kepada keinsyafan keadilan rakyat. Jika Kepala Negara akan bersifat demikian, maka Kepala Negara itu akan mempunyai sifat Ratu Adil seperti diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sekarang tentang perhubungan antara negara dan perekonomian. Dalam negara yang berdasarkan intergralistik, yang berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistim "sosialisme negara” (staats socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting akan diurus oleh negara sendiri, akan tetapi pada hakekatnya negara yang akan menentukan di mana dan di masa apa dan perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau yang ada diserahkan kepada suatu badan hukum prive atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada kepentingan negara, kepentingan rakyat seluruhnya. Dalam negara Indonesia baru, dengan sendirinya, menurut keadaan sekarang, perusahaan-perusahaan sebagai lalulintas, electriciteit, perusahaan alas-rimba harus diurus oleh negara sendiri. Begittupun tentang hal tanah. Pada hakekatnya negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting untuk ngara akan diurus oleh negara sendiri. Melihat sifat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan sendirinya tanah pertanian menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara harus menjaga supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani.
Dalam lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan juga oleh karena kekeluargaan itu sifat masyarakat Timur, yang harus kita pelihara sebaik-baiknya. Sistim tolong-menolong, sistim koperasi hendaknya dipakai sebagai salah satu dasar ekonomi Negara Indonesia. 105)
Jika pada istilah kekeluargaan terdapat kata pokok "keluarga”, maka tidak salah lagi bila istilah kekeluargaan itu berasal dari kata keluarga, dan sudah sewajarnya bahwa pengertian kekeluargaan itu sangat erat hubungannya dengan arti keluarga.
Keluarga diartikan sebagai suatu kesatuan kecil di dalam masyarakat yang terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) serta anak-anak karena ikatan darah, dan keluarga itu terdapat dalam masyarakat bangsa apa saja. Yang penting ialah bahwa didalam keluarga itu selain ikatan darah yang menentukan, juga bahwa terdapat ikatan-ikatan lainnya yang terjadi karena rasa tanggung jawab dari orang tua terhadap anak-anaknya, cinta kasih antara sesama anggauta keluarga yang membawa akibat saling bantu membantu, saling menghormati dan saling memberi perlindungan.