Pemilihan umum di Indonesia
Berdasarkan bunyi pasal 1 ayat (2) dan pasal 35 Undang-Undang Dasar 1950 terdapatlah dasar hukum bagi terlaksananya pemilihan umum di bawah Undang-Udang Dasar 1950. Dan pemilihan umum itu akan dilaksanakan untuk memulih anggauta Dewan Perwakilan Rakyat sesua' dengan bunyi pasal 57, dan karena Undang-Undang Dasar 1950 masih bersifat sementara, maka pasal 134 memerintahkan adanya suatu badan Konstituante yang akan menyusun Undang-Undang Dasar yang tetap, dan pemilihan umum tersebut sekaligus juga akan memilih anggauta Konstituante.
Sebagai realisasi dari pasal-pasal tersebut di muka, maka pada tanggal 4 April 1953 Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum diundangkan menjadi Undang-Undang no.7 tahun 1953 (Lembaran Negara 1953 no.29).
Dan pemilihan umum itu telah dilaksanakan pada bulan September 1955 untuk memilih anggauta Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pada bulan Desember 1955 untuk memilih Konstituante.
Setiap pemilihan umum mempunyai azas-azas yang tertentu. Demikian pula pemilihan umum tahun 1955. Dan azas pemilihan umum itu disebutkan dalam pasal 35 Undang-Undang Dasar 1950 yang berbunyi:
"Kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan ini dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berke-samaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia atau pun menurut cara yang menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat" (e.b. dari penyusun).
Dengan demikian azasnya adalah pertama umum yaitu bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan berhak untuk ikut memilih dan diplih. Tidak boleh ada perbedaan antara warga negara. Berkesamaan maksudnya bahwa semua wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentunya harus dipilih melalui pemilihan umum. Dengan sendirinya setiap warganegara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan berhak memilih dan dipilih. Tidak ada sebagian rakyat yang memenuhi syarat-syarat yang di tentukan/ ditetapkan tidak boleh memilih atau dipilih. Atau dengan perkataan lain, tidak ada anggauta Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diangkat, kecuali bagi golongan tertentu yang setelah mengikuti pemilihan umum tidak mencapai imbangan suara yang ditentukan, maka untuk mereka dapat diangkat wakil-wakil yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat. Langsung berarti bahwa untuk memberikan suaranya pemilih berusaha datang sendiri di tempat pemberian suara yang ditentukan. Jadi tidak boleh diwakilkan kepada seseorang. Selanjutnya adalah rahasia yaitu para pemilih dijamin akan kerahasiaan pilihannya, hanya dia sendiri yang dia pilih. Dan yang terakhir adalah bebas, yaitu setiap pemilih bebas untuk menentukan pilihannya. Tidak boleh ada paksaan dan /atau tekanan dari siapa pun juga dan dengan jalan apa pun juga sehingga terganggu kebebasan tersebut.
Pemilihan umum tahun 1955 itu telah menghasilkan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pilihan rakyat yang pertama, dan Konstituante sebagai badan yang membuat Undang-Undang Dasar,
Karena Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menyatakan kembali berlaku Undang-Undang Dasar 1945, maka Konstituante dinyatakan bubar. Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat pada waktu itu dapat melaksanakan tugasnya selanjutnya berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Setelah 7 tahun berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, barulah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru dengan tegas menetapkan dalam Ketetapannya no.XI/MPRS/ 1966, bahwa pemilihan umum dilaksanakan 5 Juli 1968. Tetapi ternyata Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tidak dapat menyelesaikan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum.
Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang menetapkan pemilihan umum dilaksanakan tanggal 5 Juli 1968, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Semeni*' pulalah yang berhak merobahnya. Dan dengan Ketetapan no.?LLIl/MPRS/1968 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara menetapkan bahwa pemilihan Umum dilaksanakan paling lambat tanggal 5 Juli 1971.
Dengan adanya perpanjangan waktu ini, barulah Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dapat menyusun Undang-Undang tentang Pemilihan Umum yaitu Undang-Undang no.15 tahun 1969 (Lembaran Negara 1969 no.58).
Pemilihan umum yang dimaksud telah dilaksanakan r»d? tanggal 2 Juli 1971, daur* i^bagai h&silnyc vla b dilantik anggatfta Dewan Perwakraii Riikyat pada tanggal 28 Oktober 1971, d?r? hampir setahun kemudian pada tanggal 1 Oktober 1972 dilantik pula Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Berbeda dengan Undang-Undang Dos*r 1950 yang menetapkan lima azas pemilihan umum, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan Ketetapannya no.XI/MPRS/1966 menetapkan a^as berkesamaan tidak dipakai karena sebagian dari anggauta Dewan Perwakilan Rakyat dinyatakan diangkat, dankhususnya bagi anggauta Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak ikut dalam pemilihan umum. Dalam Undang-Undang no. 16 tahun 1969 tentang Susunan anggauta Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, ditentukan bahwa 100 orang dari 460 orang jumlah anggauta Dewan Perwakilan Rakyat diangkat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum yang dilantik tanggal 1 Oktober 1972 itu, baru melangsungkan sidang umumnya pada bulan Maret 1973. Hasil sidang umum itu melahirkan ketetapan-ketetapan Majelis, yang antara lain Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat no.VHI/MPR/1973 menetapkan bahwa pemilihan umum yang akan datang diadakan pada akhir tahun 1977, dengan komposisi keanggautaan Dewan Perwakilan Rakyat yang tetap seperti sekarang, yaitu bahwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia tidak ikut dalam pemilihan umum, dan ini berarti bahwa sebagian anggauta Dewan Perwakilan Rakyat masih akan diangkat 26S
Pemilihan umum yang kedua di bawah Undang-Undang Dasar 1945 telah dilaksanakan pada tahun 1977. Dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum telah dilantik pada tanggal 1 Oktober 1977. Pemilihan umum dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No.4 tahun 1975.
Dalam segala hal nampaknya pemilihan umum 1977 sama dengan pemilihan umum 1971, hanya saja dari segi pelaksanaannya dirasakan ada perbaikan dibandingkan dengan pemilihan umuin 1971.
Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum 1977 telah metoksanakan sidangnya pada bulan Maret 1978. Salah satu ketetapan yang dikeluarkan adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat no.VH/MPR/1978 tentang pemilihan umum. Dan berdasarkan ketetapan itu oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat telah disetujui Undang-undang pelaksanaannya. Undang undang itu adalah nomor 2 tahun 1980. Kalau dipelajari Undang-undang pemilihan umum yang baru ini, sebagian besar nampaknya masih sama dengan Undang-undang no.15 tahun 1969. Hanya saja kemungkinan pelaksanaannya akan lebih baik terlihat dari pasal-pasal undang-undang tersebut.