Bentuk hukum
Dalam rangka membicarakan hak-hak azasi, maka persoal lain yang dapat timbul bahkan juga merupakan hal yang penting adalah bentuk hukum dari hak-hak azasi tersebut. Pertanyaan yang timbul adalah, apakah ia akan ditempatkan dalam suatu Piagam yang terpisah dari Undang-Undang Dasar, ataukah ia dimasukkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar ataukah cukup dituangkan dalam suatu Undang-Undang biasa saja.
Apabila hak-hak azasi itu ditempatkan dalam suatu dan Piagam ini mendahului Undang-Undang Dasar seperti halnya dengan Declaration of Independence Amerika Senkat dan Declaration des droit de l’homme et du citoyen di Perancis, maka ia akan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan Undang-Undang Dasar. Piagam tersebut akan bersifat subyektif yang harus dihormati oleh Nfegara, dan tidak akan terpengaruh dengan adanya perobahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara tersebut. 259 Seandainya hak-hak azasi itu ditempatkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar, maka kemungkinan besar pasal-pasal tentang hak-hak azasi itu akan berobah pula apabila terjadi perobahan terhadap Undang-Undang Dasar itu. Jadi kemungkinan dirobah-nya hak-hak a/,asi itu sama dengan pasai-pasai iainnva dalam undang-Undang Dasar itu.
Menempatkan hak-hak azasi itu daJam Undang-Undang biasa, jelas tidak menjamin kepastian bahwa ia tidak akan berobah. Kemungkinan dirobah iebih besar dari hak-hak azasi yang ditempatkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar.
Berdasarkan hal tersebut, bagaimanakah halnya dengan hak-hak azasi di Indonesia saat ini? Kemungkinan menempatkan hak-hak azasi dalam suatu Piagam yang terpisah dari Undang-Undang Dasar adalah tidak mungkin, karena saat ini sudah ada beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang langsung berbicara mengenai hak-hak azasi. Kemungkinan hak-hak azasi itu ditempatkan dalam suatu Piagam seperti Declaration of Indpendence yaitu penyusunan hak-hak azasi dalam suatu dalam Piagam yang ditetapkan dengan ketetapan maka nilainya berada di bawah Undang-Undang Dasar, namun kemungkinan ia dirobah setiap saat tidak ada, sebab Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak bersidang setiap saat.
Kemungkinan kedua adalah menempatkan hak-hak azasi itu dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Hal ini sebenarnya sudah ada dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemungkinan untuk menambah selalu terbuka melalui pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Dasar 1945 sendiri membuka pintu untuk penambahan tersebut dengan disebutkannya kata ”dan se-bagainya dalam pasal 28. Ini berarti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut sifat yang limitatif dalam hal hak-hak azasi. Hanya masalahnya kapankah kemungkinan itu terjadi, adalah sebenarnya sudah menyangkut masalah politis, bukan persoalan Hukum Tata Negara lagi.