BAB III
KESIMPULAN
Cina mencirikan ekonominya sebagai Sosialisme dengan ciri Cina. Sejak akhir 1978, kepemimpinan Cina telah memperharui ekonomi dari ekonomi terencana Soviet ke ekonomi yang berorientasi-pasar tapi
masih dalam kerangka kerja politik yang kaku dari Partai Komunis. Untuk itu
para pejabat meningkatkan kekuasaan pejabat lokal dan memasang manajer dalam industri, mengijinkan perusahaan skala-kecil dalam jasa dan produksi ringan, dan membuka ekonomi terhadap perdagangan asing dan investasi.
Kearah ini pemerintah mengganti ke sistem pertanggungjawaban para keluaga dalam
pertanian dalam
penggantian sistem lama yang berdasarkan penggabunggan, menambah kuasa pegawai
setempat dan pengurus kilang dalam industri.
Oleh karena ukurannya yang amat luas dan budaya yang amat panjang sejarahnya, RRC mempunyai tradisi sebagai sebuah
negara penguasa ekonomi. Dalam kata Ming Zeng,
profesor pengurus di Shanghai, “Dalam sebagian statistik, pada pengujung abad ke 16 sekalipun, RRC
mempunyai sepertiga PDB. Amerika Serikat yang gagah pada masa kini hanya mempunyai
20%. Jadi, jika Anda membuat perbandingan sejarah ini, tiga atau empat ratus
tahun terdahulu, Cina tentulah kuasa terbesar dunia. Percobaan mewujudkan
kembali keadaan yang membanggakan ini sudah tentu adalah salah suatu tujuan
orang Tionghoa” Maka tidak mengherankan
fenomena kebanjiran orang bukan Tionghoa dunia yang lain mau mempelajari Bahasa Tionghoa ini dan kegeraman Amerika dan Barat terhadap Cina secara umum terjadi
pada skenario politik dunia pada hari ini.
Dalam
praktiknya, sebuah sistem ekonomi yang diterapkan guna mewujudkan kemakmuran
dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat tidak lepas dari dua sisi yang
bertolak belakang, yaitu kelebihan dan kekurangannya. Demikian juga dalam
sistemekonomi sosialis. Diantara kelebihan sistem ekonomi sosialis adalah
disediakannya kebutuhan pokok bagi masyarakat, hal itu didasarkan perencanaan
negara, dan semua hasil produksi akan dikelola oleh negara. Sedangkan
kekurangan sistem ekonomi sosialis antara lain; kebebasan ekonomi yang
terbatas, hak dan kemampuan individu kurang dihargai, menurunnya semangat dan
gairah untuk berkreasi dan berinovasi, pemerintah cenderung bersikap otoriter,
dan terabaikannya pendidikan moral masyarakat.