BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan
PPATK dalam Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan
salah satu white collar atau
kejahatan kerah putih atau kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berdasi. Pengertian
mengenai Pencucian Uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yaitu
setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelenjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk,
menukarkan dengan mata uang atau surat berharaga atau perbuatanlain atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasiltindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul harta kekayaan.
Pencucian uang dimulai dengan adanya uang
haram atau uang yang cara mendapatkanya tidak sesuai dengan kaidah hukum yang
ada. Hal ini dapat terjadi dengan dua cara:
1.
Melalui pengelakan pajak (tax evasion), ialah memperoleh uang secara
legal, namun jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah untuk keperluan
perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya.
2.
Memperoleh uang dengan cara-cara melanggar hukum, hal ini terjadi ketika
ada penjahat yang berusaha untuk menyembunyikan uangnya dari tindakan kejahatan,
sehingga nantinya uang tersebut di anggap sah di muka hukum, atau legal.
Pusat
Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan atau yang lebih di kenal dengan PPATK
adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini di latar belakangi permasalahan
transaksi keuangan yang acap kali sering di salah gunakan oleh beberapa pihak
dalam meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Sehingga, dirasa perlu dibentuk
sebuah lembaga yang independen yang tugas pokoknya mengawasi dan memberantas
penyalahgunaan transaksi keuangan.
Dalam
perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 telah
ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No.
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.
Tujuan
pembentukan lembaga PPATK yang secara eksplisit disebutkan dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2010 adalah dalam rangka untuk mencegah dan memberantas tindak
pidana pencuciana uang. Pada dasarnya peranan PPATK adalah sebagai strategi
utuk mengatasi kejahatan baik kejahatan asal maupun money laundry, mengejaar pelaku kejahatan terutama profesionalnya,
dan mengejar harta kekayaan hasil kejahatan.
PPATK memiliki peranan yang sangat strategis
dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, karena hal ini meruapakan tugas utama dari PPATK
itu sendiri. Karena tugas ini di amanatkan dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pusat
Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) memliki peranan, yang bersifat
preventif dalam rangka pencegahan tindak pidana pencuciana uang. PPATK dalam
mencegah kejahatan asal maupun tindak pidana pencucian uang dengan menerima
laporan transaksi keuangan mencurigakan, dan laporan pembawaan uang tunai
dengan menganalisa lapororan hasil analisis ke penegak hukum. Di samping itu
sebagai institusi sentral pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang. Dalam menanggulangi kejahatan tidak boleh hanya mengandalkan upaya penal
saja, tetapi justru upaya non-penal yang justru merupakan upaya terpenting
dalam menanggulangi tindak pidana.
Dalam menjalankan tugas PPATK tersebut, maka
PPATK juga memiliki fungsi-fungsi yang menjadi acuan dalam menjalankan
tugasnya, yang tertuang dalam pasal 40 Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :
Pasal
40
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, PPATK mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a)
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
b)
Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK
c)
Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dan
d)
Analisis atau pmeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang
berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
Dalam
fungsi PPATK dalam pasal 40 huruf a UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan anatara
lain :
a)
Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola datadan informasi,
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan
dari profesi tertentu
b)
Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan
c)
Mengkordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan
instansi terkait
d)
Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan
tindak pidana pencucian uang
e)
Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam
organisasi dan forum internasional yang berkaitan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang
f)
Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang
g)
Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang
Dalam
fungsi PPATK dalam pasal 40 huruf b UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan dalam
menyelenggarakan sistem informasi, seperti yang
tertuang dalam pasl 42 UU TPPU. Sedangkan dalam menjalankan fungsi pasal 40
huruf c, PPATK berwenang untuk :
a)
Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor
b)
Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak
pidana pencucian uang
c)
Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus
d)
Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor
e)
Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban
pelaporan
f)
Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak
pelapor, dan
g)
Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi
pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur.
Sedangkan
dalam menjalankan fungsi pasal 40 huruf d PPATK meiliki kewenagan sebagaimana
dalam pasal 44, yaitu :
a)
Meminta dan menerima laporan dan informasi dari pihak pelapor
b)
Meminta informasi kepada instansi atau pihak yang terkait
c)
Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan pengembangan hasil
analisis PPATK
d)
Meminta informasi kepda pihak pelapor berdasarkan permintaan dari
instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri
e)
Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta,
baik di dalam maupun luar negeri
f)
Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya
dugaan tindak pidana pencucian uang
g)
Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait
dengan dugaan tindak pidana pencucian uanga
h)
Merekomendasikan kepada instansi pengak hukum mengenai pentingnya
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
i)
Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau
sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana
j)
Meminta informasi perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik
tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang
k)
Mengadakan kegiatan adminstratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dan
l)
Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik
Pelaksanaan upaya preventif dalam
rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang telah dilakukan oleh PPATK yaitu
baik secara eksplisit disebutkan dalam undang-undang seperti mengeluarkan
pedoman atau peraturan. Diantaranya :
1. Keputusan
Kepala PPATK No. Kep-1/1/01/PPATK/01/08 tentang Pedoman Good Governance Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
2. Keputusan
Kepala PPAK No. Kep-13/1.02.2/PPATK/02/08 tentang Pedoman Identifikasi
Transaksi Keuangan encurigakan Terkait Pendanaan Terorosme Bagi Penyedia Jasa
Keuangan
3. Keputusan
Kepala PPATK No. Kep-47/1/02/PPATK/06/2008 tentang Pedoman Identifikasi Produk,
Nasabah, Usaha dan Negara yang Berisiko Tinggi Bagi Penyedia Jasa Keuangan.
4. Keputusan
Kepala PPATK No. 3/1/KEP.PPATK/2004 tentang Pedoman Laporan Transaksi Tunai dan
Tata Cara Pelaporannya Bagi Penyedia Jasa Keuangan.
5. Keputusan
Kepala PPATK No.2/1/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Umum Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Bagi Penyedia Jasa Keuangan.
6. Keputusan
Kepala PPATK No. 2/4/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi
Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan.
7. Keputusan
Kepala PATKNo.2/5/KEP.PPATK/2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi
Keuangan Mencurigakan Bagi Pedagang Valuta Asing dan Usaha Jasa Pengiriman
Uang.
Selain mengeluarkan pedoman dan
peraturan tersebut, PPATK juga melakukan pengawasan tingkat kepatuhan penyedia
jasa keuangan,maupun yang secara implisit seperti penyelenggaraan sosialisasi,
pendidikan dan pelatihan.
B.
Peranan
PPATK dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010
Peranan PPATK dalam upaya pemberantasan
tindak pidana pencucian uang yaitu dengan cara represif. Tindakan represif
dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh PPATK
ialah dengan cara membantu aparat penegak hukum memberikan informasi-informasi
keuangan dalam rangka mengungkapkan kasusyang ditangani. PPATK yang merupakan
administrative model yang merupakan lembaga independen yang bertanggung jawab
kepada Presiden. Model administratif ini lebih banyak berfungsi sebagai
perantara antara masyarakat atau industri jasa keuangan dengan institusi
penegak hukum. Laporan yang masuk dianalisis dahulu oleh lembaga ini kemudian
dilaporkan kepada institusi penegak hukum, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Suatu
financial intelligence unit biasanya melakukan beberapa tugas dan wewenang,
yaitu tugas pengaturan sebagai regulator, melakukan kerjasama dalam rangka
penegakan hukum, bekerjasama dengan sektor keuangan, menganalisis laporan yang
masuk, melakukan pengamanan terhadap seluruh data dan aset yang ada, melakukan
kerjasama internasional dan fungsi administrasi umum. Sebagai suatu financial
intelligence unit PPATK juga melaksanakan fungsi yang demikian.
Berdasarkan Pasal 26 dan 27 UU TPPU,
tugas PPATK antara lain: mengumpulkan, menyimpan, menghimpun, menganalisis,
mengevaluasi informasi yang diperoleh berdasarkan UU TPPU ini dan
menyebarluaskannya; membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi
keuangan yang mencurigakan; memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi lain
yang berwenang mengenai informasi yang diperoleh sesuai ketentuan UU TPPU;
memberikan rekomendasi kepada Pemerintah sehubungan dengan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang; melaporkan hasil analisis terhadap
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada
Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan Kejaksaan untuk kepentingan
penuntutan dan pengawasan; membuat dan menyampaikan laporan mengenai analisis
transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala kepada Presiden, DPR dan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan
(PJK). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tugas pokok FIU model sudah
sepenuhnya dimiliki oleh PPATK.Kewenangan PPATK antara lain meminta dan
menerima laporan dari PJK; meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan
atau penuntutan terhadap tindak pidana pencuian uang yang telah dilaporkan
kepada penyidik atau penunut umum. Dari tugas dan wewenang tersebut di atas
terdapat dua tugas utama yang menonjol dalam kaitannya dengan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, yaitu tugas mendeteksi terjadinya tindak pidana
pencucian uang dan tugas membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan
pencucian uang dan tindak pidana yang melahirkannya (predicate offences).
Dalam menanggulangi kejahatan tidak
boleh hanya mengandalkan upaya penal saja, tetapi juga sarana non-penal yang
justru merupakan upaya yang terpenting dalam menanggulangi tindak pidana. Pada
awalnya PPATK lebih difokuskan dalam rangka upaya preventif dibandingkan dengan
upaya represif, namun dalam perkembanganya perlu ditekankan juga upaya
represif, karena PPATK sangat mendukung dan membantudalam penegakan hukum di
Indonesia.
Dilihat dari aspek
pemberantasan, TPPU yang ditangani KPK hanya terbatas pada TPPU yang predicate
crime-nya TPK, hal ini sejalan dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010
Pasal 71, bahwa penyidikan TPPU dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal
sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini.
Penjelasan: Yang
dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang
oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu
Kepolisian Negara RI, Kejaksaan, KPK, BNN, serta Dirjen Pajak dan Dirjen Bea
dan Cukai Kemenkeu RI. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan
TPPU apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU saat
melakukan tindak pidana asal sesuai dengan kewenangannya. Sejalan dengan kewenangan penanganan TPPU yang
dimiliki oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 2010 tersebut, maka dalam hal penanganan TPK ditemukan
TPPU, maka KPK akan menerapkan UU No. 8 Tahun 2010.