UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu
proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai
dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan
mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional
sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal,
merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan
bangsa;
c. bahwa
perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa
pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa
pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat : Pasal
5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dengan Persetujuan
Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Informasi Elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.
Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.
Teknologi Informasi
adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.
Dokumen Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
5.
Sistem Elektronik adalah
serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.
Penyelenggaraan Sistem
Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara,
Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7.
Jaringan Sistem
Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8.
Agen Elektronik adalah
perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9.
Sertifikat Elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi
sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat
Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan
kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi
atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau
sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang
berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau
kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem
Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui
internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk
menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara
asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan
kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
c. meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa
aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi
Informasi.
BAB III
INFORMASI,
DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah.
(2) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan
mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta
dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril
atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4)
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau
menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 8
(1) Kecuali
diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem
Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem
Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali
diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal
Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi
Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal
terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau
penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu
pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu
penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap
pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan
mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan
Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala
perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat
cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat
cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan
lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap Orang
yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan
atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan
Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
meliputi:
a. sistem tidak
dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda
Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan
secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda
Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan
sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda
Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung
layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda
Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol;
atau
2. keadaan
yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,
kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal
Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik,
Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
(3) Setiap Orang
yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
BAB IV
PENYELENGGARAAN
SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi
Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap Orang
berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan
Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan
Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.
(5) Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di
Indonesia.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas,
dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan
untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang
dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan
Elektronik.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem
Elektronik
Pasal 15
(1) Setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana
mestinya.
(2) Penyelenggara
Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya.
(3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem
Elektronik.
Pasal 16
(1) Sepanjang
tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat
menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat
melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat
beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut;
d. dilengkapi
dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki
mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan
lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan
Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak
yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi
Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak
memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para
pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak
memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang
mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para
pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem
Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1) Kecuali
ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui
Penerima.
(2) Persetujuan
atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim
atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang
dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang
bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika
dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika
dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika
dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika
kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala
akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika
kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem
Elektronik.
Pasal 22
(1) Penyelenggara
Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi
yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki
Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan
dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan
pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan
tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan
gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Pasal 24
(1) Pengelola
Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal
terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak
mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola
Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang
diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang
bersangkutan.
(2) Setiap Orang
yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan
gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti
yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun
yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan
atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem
Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia
menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana
mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau
memiliki:
a. perangkat keras
atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan
untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan
Pasal 33;
b. sandi lewat
Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar
Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan
Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia
terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1) Setiap Orang
dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat
dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat
merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 39
(1) Gugatan
perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain
penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Pemerintah
melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah
menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang
wajib dilindungi.
(4) Instansi
atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen
Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data
tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi
atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan
rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang
dimilikinya.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1) Masyarakat
dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan
dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Peran
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan
mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 43
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan
di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi,
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan
dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak
pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau
penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima
laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil
setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai
tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang
terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan
pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan
tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan
pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan
Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan
penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan
penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
h. meminta bantuan
ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan
penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai
dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal
melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib
meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua
puluh empat jam.
(7) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka
mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti
lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal
47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Pasal 51
Pasal 52
(1) Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan
sepertiga dari pidana pokok.
(2) Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan
terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk
layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan
terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk
dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,
lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal
ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37
dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal 21
April 2008
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58