Sejarah Lahirnya Hukum
Pada hakekatnya manusia sebagai
individu mempunyai kebebasan asasi, baik dalam hal hidup maupun kehidupannya.
Hak asasi tersebut sudah barang tentu dalam pelaksanannya harus dilakukan
berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku, terlebih-lebih di
Indonesia, di mana hak asasi berfungsi sosial, artinya dalam pelaksanannya
harus disesuaikan dengan kepentingan orang lain yang juga mempunyai hak asasi.
Manusia sebagai makhluk sosial ( zoon politicoon ) tidak bisa berbuat
sekehandaknya, karena terikat oleh norma-norma yang ada dan berkembang di
masyarakat serta terikat pula oleh kepentingan orang lain. Konsekwensinya dalam
melaksanakan segala keperluan hidup dan kehidupan setiapmanusia harus
melakukannya dengan berdasarkan kepada aturan-aturan atau norma-norma yang ada
dan berlaku di masyarakat, baik norma agama, norma susila, norma adat maupun
norma hukum.
Sekalipun jauh sebelum lahir dan
berkembang norma hukum di masyarakat, norma-norma susila, norma adat dan norma
agama telah ada dan berkembang, namun masyarakat masih tetap memerlukan norma
hukum. Hal ini dikarenakan :
1. Tidak semua
orang mengetahui, memahami, menyikap dan melaksanakan aturan-aturan yang ada
dan berkembang dalam norma-norma tersebut.
2. Masih
banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh norma-norma
tersebut, misalnya dalam pelaksanaan aturan lalu lintas yang mengharuskan
setiap orang dan atau kendaraan berjalan di sebelah kiri
3. Ada sebagian
kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan norma tersebut padahal masih
memerlukan perlindungan hukum.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut,
maka diciptakanlah aturan-aturan hukum yang dibuat oleh lembaga resmi, yaitu
untuk menjamin kelancaran hidup dan kehidupan manusia dalam pergaulan di
masyarakat, dengan tujuan agar terwujud ketertiban di masyarakat yang
bersangkutan. Satjipto Rahardjo ( 1993
: 13 ) menyatakan, bahwa masyarakat dan ketertiban merupakan dua hal yang
berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Susah untuk mengatakan
adanya masyarakat tanpa ada suatu ketertiban, bagaimanapun kualitasnya.
Kehidupan dalam masyarakat sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur
didukung oleh adanya suatu tatanan, karena tatanan inilah kehidupan menjadi
tertib.
Hukum dalam arti ilmu pengetahuan
yang disebut ilmu hukum berasal dari Bangsa Romawi,karena bangsa ini telah
dianggap mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna bila dibandingkan dengan
hukum yang ada dan berkembang di negara-negara lain.Konsekwensinya perkembangan
dan penyempurnaan hukum di negara-negara lain selalu dipengaruhi oleh Hukum
Romawi.
Kitab undang-undang Hukum Romawi (
KUH-Romawi) diciptakan pada masa “ Caisar Yustinianus” yaitu “ Institutiones
Yutinanae” yang disebut “ Corpus Juris-Civilis”. Adapun tujuan dilakukannya
kodifikasi suatu hukum adalah agar tercipta kepastian hukum. Dalam mempelajari
dan menyelidik hukum Romawi, bangsa-bangsa Eropa, seperti Perancis, Belanda,
Jerman, Inggris mempelajarinya melalui 4 cara, yaitu :
1. Secara
teoritis ( theoritische Receptie ), yaitu mempelajari hukum Romawi sebagai Ilmu
Pengetahuan, dalam arti setelah mahasiswa dari negara yang bersangkutan
mempelajari dan memperdalam hukum Romawi kemudian di bawa kenegaranya untuk
dikembangkan lebih lanjut, baik dalam kedudukan dia sebagai pegawai di
pengadilan ataupun badan-badan pemerintah lainnya.
2. Secara
praktis ( praktiche Receptie ) karena menganggap hukum Romawi ini lebih tinggi
tingkatnya dari hukum manapun di dunia, bangsa-bangsa Eropa Barat
mempelajarinya dan melaksanakan atau menggunakan Hukum Romawi ini dalam
kehidupannya sehari-hari dalam negaranya.
3. Secara
Ilmiah ( Wetenschappetyk Receptie ), Hukum Romawi yang telah dipejari oleh para
mahasiswa hukum dikembangkan lebih lanjut di negara asalnya melalui
perkuliahan-perkuliahan di perguruan tinggi. Hal ini karena tidak sedikit
mahasiswa yang telah mempelajari hukum tersebut setelah kembali ke negaranya
bekerja sebagai dosen.
4. Secara Tata
Hukum ( Positiefrechttelyke Receptie ), di mana setelah Perguruan-Perguruan
Tinggi di Jerman dan Perancis, dan negara-negara tersebut dalam membuat dan
melaksanakan Undang-undang selalu mengambil dasar dari hukum Romawi dijadikan
Hukum Positif dalam negaranya masing-masing, wa;au demikian tentu saja penerimaan
hukum ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara-negara tersebut.
Suatu aturan hukum adalah suatu
aturan yang sebanyak mungkin harus dipertahankan oleh pihak atasan dan yang
biasanya diberi sanksi jika itu dilanggar. Sanksi itu berarti bahwa jika aturan
tidak dijalankan dan dengan sendirinya
pemerintah akan ikut campur tangan, seperti halnya dalam Hukum Pidana, namun
bisa juga pemerintah memberikan bantuan kepada seseorang untuk memperoleh
haknya, seperti diatur dalam Hukum Acara Pidana. Begitu juga bila terjadi
perselisihan atau persengketaan di antara sesama warga masyarakat, seperti
masalah warisan,perceraian,perbatasan dengan tetangga rumah, sewa menyewa,
peerjanjian jual beli dan lain sebagainya, maka
akan berbicara Hukum Perdata. Hal ini sesuai dengan batasan Hukum
Perdata sebagaimana dikemukakan oleh para ahli berikut :
Volmar ( 1983 : 2 ) menyatakan,
bahwa yang dimaksud dengan Hukum Perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma
yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada
kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengan yang lain dari orang-orang di dalam suatu
masyarakat tertentu, terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas. Hukum Perdata disebut juga Hukum Sipil atau Hukum Privat
Dengan demikian hukum perdata
menentukan, bahwa di dalam perhubungan antar mereka,orang harus menundukkan
diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka indahkan. Hukum
Perdata memberikan norma-norma yang didasarkan atas keadilan dan kepantasan.
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata
dalam arti luas ialah bahan hukum sebagaimana tertera dalam KUHPerdata ( BW ),
KUH Dagang (W.V.K), beserta sejumlah yang disebut undang-undang tambahan. dalam
arti sempit hukum perdata adalah apa yang tertera dalam KUH Perdata saja.
Hukum Perdata materiil ialah
aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata itu
sendiri, sedangkan hukum perdata formil menentukan cara, menurut mana pemenuhan
hak-hak materiil tersebut dijamin.
Menurut Kansil ( 1993 : 85 ) Hukum
Perdata Materiil yang termuat dalam KUH Perdata berlaku bagi :
1. Warga
negara Indonesia yang
berasal dari golongan Timur Asing Cina dan bukan Cina ( Arab; India; Pakistan dan lain-lain ) untuk
sebagian tertentu dari KUH Perdata.
2. Warga
Negara Indonesia
pribumi untuk beberapaperbuatan hukum tertentu dalam KUH Perdata.
Hukum
Perdata adalah aturan-aturan tentang tingkah laku, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perseorangan tentang orang yang lain untuk melakukan
perbuatan tertentu yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap
seseorang lainnya.
Hukum
Perdata adalah suatu hubungan hukum apabila hubungan itu adalah hubungan yang
oleh hukum diberi akibat dan akibat dan akibatnya ini ialah perseorangan yang
satu mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap perseorangan. Sedangkan
menurut Paul Scholten Hukum Perdata
adalah hukum antara perseorangan, hukum yang mengatur wewenang kewajiban dari
seorang yang satu terhadap seseorang lain di dalam perhubungan keluarga dan
pergaulan masyarakat. Dalam masyarakat luas menuju kepada hukum kekayaan
sedangkan dalam pergaulan keluarga menuju kepada hukum keluarga.
Hukum Perdata merupakan hukum umum terhadap hukum dagang
sebagai hukum khusus, artinya apa yang diatur dalam hukum perdata (BW) itu
merupakan aturan-aturan umum, sedangkan apa yang diatur dalam hukum dagang itu
merupakan aturan-aturan khusus, hanya mengenai hal-hal khusus. Aturan-aturan
umum itu juga berlaku terhadap hal-hal yang khusus dengan mengingat : ASAS LEX
SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI
Pemisahan
BW dan KUHD bukanlah merupakan pembagian yang prinsip, tetapi hanya bersifat
historis, yaitu setelah :
1. Kerajaan
Romawi membentuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu kodifikasi dari
KAISAR JUSTINIANUS ( Corpus iuris Civilis ) dalam masyarakat lalu mengalami
perkembangan-perkembangan baru dalam perdagangan. Kompleksitas masalah-masalah
yang terjadi dalam lapangan perdagangan menuntut adanya pemisahan aturan atau
kitab undang-undang tersendiri.
2. Dikenal
adanya golongan kaum dagang yang mempunyai aturan-aturan sendiri yang belum
dikenal dalam corpus iuris civilis. Keadaan demikian dikenal juga di Perancis.
Sementara itu kondisi dan
perkembangan hukum di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh hukum Romawi. Hal
ini dikarenakan adanya pengaruh langsung dari pemerintahan Hindia Belanda.
Namun kondisi masyarakat dan kebijakan politik dalam hukum perdata di Indonesia
yang dikembangkan pemerintah Belanda tersebut, maka mengakibatkan terjadinya
pluralisme atau kebhinnekaan dalam pelaksanaan hukum perdata di Indonesia.
Hukum
Perdata bagi golongan pribumi ialah semua kaidah-kaidah hukum yang menguasai
suatu peristiwa hukum perdata yang di dalamnya hanya tersangkut orang golongan
pribumi. Sedangkan hukum yang berlakunya adalah hukum Adat, yaitu hukum yang
tumbuh dan berkembang sejak dahulu di kalangan masyarakat. Hukum Adat ini
sebagian besar masih bersifat tidak tertulis, tetapi hidup dan berkembang dalam
perilaku dan tindakan masyarakat. Menurut ketentuan yang tercantum dalam pasal
163 (3) IS mereka yang takluk pada peraturan-peraturan bagi golongan pribumi
ialah :
1. Mereka
termasuk penghuni pribumi yang tidak pindah kelain golongan
2. Mereka yang
tadinya termasuk golongan lain, tetapi telah meleburkan diri ke dalam golongan
pribumi.