Hak tanggungan merupakan ikutan (accessoir) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit.
UUHT menentukan bahwa untuk pemberian hak tanggungan harus didahulukan janji untuk memberikan hak tanggungan, sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lain yang menimbulkan utang ln sebut (Pasal 10 ayat Perjanjian utang-piutang tersebut dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta otentik. Namun, pemberian hak tanggungan harus dilakukan dengan pembuatan akta pemberian hak tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 10 ayat (2) UUHT).
Apabila obyek hak tanggungan berupa hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, tetapi pendaftarannya belum dilakukan, maka pemberian hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 10 ayat (3) UUHT). Ketentuan ini berlaku juga terhadap tanah yang sudah bersertifikat, tetapi belum didaftar atas nama pemberi hak tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, yaitu tanah yang belum didaftar peralihan haknya, pemecahannya, atau penggabungannya.
Dimungkinkannya hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang demikian untuk dijadikan obyek hak tanggungan, mengingat hak kepemilikan atas tanah yang demikian waktu ini masih banyak. Maksudnya, untuk memberi kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang belum bersertifikat untuk memperoleh kredit, di samping untuk mendorong pensertifikatan tanah pada umumnya.
Di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan:
a Nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan;
b. Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan apabila di antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan kantor PPAT tempat pembuatan akta pemberian hak tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. Penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. Nilai tanggungan; dan
c. Uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan.
Tidak dicantumkannya hal-hal tersebut di atas secara lengkap dalam akta pemberian hak tanggungan, mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialisasi dari hak tanggungan, baik mengenai subyek, obyek, maupun ulang yang dijamin pelunasannya.