Dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, menyebutkan: bahwa hak menguasai dari negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini, memberi wewenang untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
Otoritas kekuasaan negara dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, diartikan sebagai hak penguasaan negara oleh Pasal 2 ayat (2) UUPA. Dengan mengganti otoritas menjadi hak dalam penguasaan negara atas tanah, maka membawa konsekuensi yuridis dalam proses normativisasi pengertian terhadap hak penguasaan negara yang dalam praktek menjadikan negara memiliki, sehingga mengaburkan arti otoritas negara dalam hal mengatur, mengurus, dan mengawasi pelaksanaan penggunaan hak-hak atas tanah.
Dalam kaitannya dengan hak-hak penguasaan atas tanah, menurut Boedi Harsono, pengertian hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah hak-hak yang masing-masing berisikan kewenangan, tugas kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan bidang tanah yang dihaki. Apa yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat itulah yang membedakan hak atas tanah yang satu dengan yang lainnya. Hak milik atas tanah (Pasal 20 UUPA) merupakan hubungan hukum perdata, sedangkan hak menguasai dari negara (Pasal 2 ayat (2) UUPA) merupakan hubungan hukum publik.