Hubungan pemilihan umum dan kedaulatan rakyat
Dalam postingan sebelumnya telah dijelaskan, bahwa kedaulatan rakyat berarti rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, rakyatlah yang menentukan corak dan cara pemerintahan, dan rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai.
Dalam suatu negara yang kecil, yang jumlah penduduknya sedikit, dan luas wilayahnya tidak begitu besar saja, kedaulatan rakyat seperti di atas tidak dapat berjalan dengan semurni-murni-nya. Apa lagi dalam negara modern seperti sekarang, di mana jumlah penduduknya sudah banyak, dan wilayahnya cukup luas, adalah tidak mungkin untuk meminta pendapat rakyat seorang demi seorang dalam menentukan jalannya pemerintahan. Ditambah lagi bahwa nada masyarakat modern sekarang ini spesialisasi sudah semakin tajam, dan tingkat kecerdasan rakyat tidak sama. Hal-hal ini menyebabkan kedaulatan rakyat tidak mungkin dapat dilakukan secara murni, dan keadaan menghendak bahwa kedaulatan rakyat itu dilaksanakan dengan perwakilan.
Dalam kedaulatan rakyat dengLu -vjh.'.an, -uU demokrasi dengan perwakilan (representative democracy), atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy), yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat.
Wakil-wakil rakyat tersebut bertindak atas nama rakyat, dan wakil-wakil rakyat tersebutlah yangmenentukan rorak dan cara pemerintahan, serta tujuan apa yang hendak dicapai baik dalam waktu yang relatif pendek, mau pun dalam jangka waktu yang panjang.
Agar wakil-wakil rakyat tersebut benar-benar dapat bertindak atas nama rakyat maka wakil-wakil rakyat itu harus diten tukan sendiri oleh rakyat. Dan untuk menentukannya biasanya dipergunakan lembaga pemilihan umum. Jadi pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu.
Apakah sebabnya demikian? Karena pendapat rakyat tidak akan selalu sama untuk jangka waktu yang panjang. Kemungkinan dapat saja terjadi, bahwa rakyat setelah suatu jangka waktu tertentu akan berobah pendapat. Dan ini dimungkinkan pula dengan bertambahnya jumlah rakyat yang dewasa, yang belum tentu mem punyai sikap yang sama dengan orang tua mereka, Karena itu untuk menentukan pendapat mereka, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu. Untuk itu ada negara yang menentukan, bahwa pemilihan umum dilaksanakan sekali dalam lima tahun seperti Republik Indonesia, dan bagi Amerika Serikat untuk pemilihan Presiden dan Wakil-Presidennya ditentukan dalam jangka waktu empat tahun sekali.
Pemilihan umum adalah salah satu hak azasi warga negara yang sangat prinsipiil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak azasi adalah suatu keharusan bagi Pemerintah untuk melaksanakan pemilihan umum. Sesuai dengan azas bahwa rakyatlah yang berdaulat, maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran terhadap hak-hak azasi apabila Pemerintah tidak mengadakan pemilihan umum; atau memperlambat pemilihan umum tanpa persetujuan dari wakil-wakil rakyat.
Akan timbul keraguan, apabila suatu Pemerintah menyatakan dirinya sebagai Pemerintah dari rakyat, padahal pembentukannya tidak didasarkan kepada hasil pemilihan umum. Dengan perkataan lain, apabila suatu Pemerintah menyatakan dirinya sebagai Pemerintah dari rakyat, maka hal itu harus sesuai dengan hasil pemilihan umum.
Sejalan dengan hal tersebut International Comission of jurist dalam konperensinya di Bangkok pada tahun 1965 memberikan definisi tentang suatu pemerintahan dengan perwakilan atau representative government sebagai ”a government deriving its power and authority are exercised through representative freely chosen and responsible to them,” dan untuk adanya suatu representative government under the Rule of Law, konperensi itu menetapkan salah satu syarat adanya pemilihan yang bebas.263
Karena itulah pemilihan umum adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi, untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.