BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kartel
merupakan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pesaingnya dengan tujuan untuk mendapat keuntungan secara berlebihan. Menurut
ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, perjanjian tersebut
dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan
atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Setidak-tidaknya ada tiga unsuryang harus dibuktikan oleh
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dengan pelanggaran Pasal 11.
Pertama adalah keberadaan perjanjian yang dilakukan
oleh para pelaku usaha tersebut beerkolusi yang merupakan bukti utama atau direct evidence dimana para pelaku usaha
saling berkoordinasi untuk mempengaruhi pemasaran barang dan/atau jasa.
Kedua, konspirasi antara pelaku usaha untuk mempengaruhi pemasaran produksi
barang dan/atau jasa.
Pada kondisi normal, jika direct evidence
diperoleh maka tidak akan sulit pembuktiannya. Akan tetapi, menjadi sulit
jika tidak ditemukan perjanjian ataupun dokumen yang menunjukkan adanya
kesepakatan yang dibuat oleh para pelaku usaha.
Kartel dapat menimbulkan dampak berupa terjadinya
praktik monopoli dan tercederainya persaingan usaha sehat. Dampak ini tentunya
akan merugikan konsumen, pemerintah, juga pelaku usaha sendiri. Ada beberapa
isu terkait kartel, antara lain sulitnya pembuktian tentang adanya perjanjian
kartel. Walaupun perilaku kartel sudah disinyalir keberadaannya, tetapi cukup
sulit bagi Komosi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk dapat menemukan alat
bukti adanya perjanjian kartel itu. Hal ini dikarenakan, pada perkembangannya
pelaku usaha dengan pesaingnya mengadakan kesepakatan diantara mereka (cartellist) secara tidak tertulis,
sehingga KPPU mendapatakan kendala dalam menemukan alat bukti telah
dilakukannya perjanjian.
Isu lain adalah tentang penilaian terhadap kartel yang
tidak semudah kata-kata yang tertuang dalam ketentuan hukum yang mengaturnya.
Di dalam praktik, fakta yang secara normatif yuridis sudah termasuk kategori
kartel seringkali secara praktis ekonomis belum merupakan kartel. Begitupun
sebaliknya, perilaku yang terkesan legal menurut hukum (de jure), ternyata secara fakta (de facto) sudah merupakan prilaku kartel. Fenomena di atas
memerlukan pembahasan lebih lanjut, terutama terkait pembuktian unsure-unsur
kartel dalam rangka penegakan hukum kartel,penilaian terhadap eksistensi kartel
dalam praktik, sekaligus penilaian dampak kartel terhadap saingan usaha.
B.
Identiffikasi
dan Rumusan Masalah
Dalam
penulisan makalah ini tentulah kami memiliki beberapa perumusan masalah guna
meminimalisir keraguan atau pelebaran masalah. Perumusan masalah ini, yakni
sebagai berikut :
1. Apa
yang menjadi penyebab kartel disebut sebagai perjanjian yang dilarang?
2. Apa
saja bentuk-bentuk kartel yang biasanya digunakan dalam membatasi persaingan
usaha melalui kontrak?
3. Faktor-faktor
apa saja yang digunakan oleh KPPU untuk mengidentifikasi indikator awal suatu
kartel?
4. Apa
saja kasus-kasus kartel yang pernah terjadi di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang kami buat
ini yakni, sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui penyabab kartel disebut sebagai perjanjian yang dilarang.
2. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk kartel yang biasanya digunakan dalam membatasi
persaingan usaha melalui kontrak.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang digunakan oleh KPPU dalam mengidentifikasi
indikator awal suatu kartel.
4. Untuk
mengetahui kasus-kasus kartel yang pernah terjadi di Indonesia.
D.
Manfaat
Penulisan
Dengan diselesaikannya penulisan makalah ini,
penulisan makalah ini diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat teoritis dan
praktis sebagai berikut :
1. Secara
teoritis, hasil makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada
pengembangan ilmu hukum di bidang persaingan usaha. Selain itu dapat memperluas
pandangan ilmiah mengenai praktik-praktik kartel yang ada dalam persaingan
usaha sekarang ini.
2. Secara
praktis, sebagai bahan masukan bagi pembuat Undang-undang di bidang hukum
bisnis dan hukum persaingan usaha untuk melakukan pembaharuan peraturan
perundang-undangan serta sistem hukumnya dalam proses penegakan terjadinya
kartel. Selain itu, sebagai bahan informasi bagi para pelaksana kebijakan dalam
mengambil langkah-langkah perumusan kebijakan mengenai terjadinya persaingan
tidak sehat dalam persaaingan usaha atau kartel.
E.
Metode
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode yuridis normatif yang berbentuk
studi pustaka. Yaitu tekhnik pengambilan data yang didasarkan pada
sumber-sumber sekunder.
F.
Sistematika
Penulisan
Adapun sistematika
penulisan dalam karya tulis ini adalah :
Bab I : pendahuluan, yang terdiri dari : latar
belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : pembahasan,
yang terdiri dari :
Bab III :
penutupan, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSATAKA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian
Kartel
Istilah
kartel terdapat dalam beberapa bahasa seperti “cartel” dalam bahasa Inggris dan kartel dalam bahasa Belanda. “Cartel” disebut juga “syndicate” yaitu suatu kesepakatan
(terulis) antara beberapa perusahaan produsen dan lain-lain yang sejenis untuk
mengatur dan mengendalikan bebagai hal, seperti harga, wilayah pemasaran dan
sebagainnya, dengan tujuan menekan persaingan dan atau persaingan usaha pada
pasar yang bersangkutan dan meraih keuntungan.
Kartel
kadang-kadang diartikan secara sempit, namun di sisi lain juga diartikan secara
luas. Dalam arti sempit, kartel adalah sekelompok perusahaan yang seharusnya
saling bersaing, tetapi mereka justru menyetujui satu sama lain untuk
menetapkan harga guna meraih keuntungan monopolistis. Sementara itu dalam
pengertian luas, kartel meliputi perjanjian antara para pesaing untuk membagi
pasar, mengalokasikan pelanggaran dan menetapkan harga.
Kartel
merupakan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pesaingnya dengan tujuan untuk mendapat keuntungan secara berlebihan.
Kartel
merupakan sekelompok pelaku usaha dalam satu industri yang sama yang seharusnya
saling bersaing namun justru saling berkolaborasi menentukan harga.
Menurut
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 04 Tahun 2010 pengertian kartel
adalah kerja sama sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi
kegiatannya sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang
dan/atau jasa untuk memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan wajar.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kartel
Perjanjian Yang Dilarang
Kartel
merupakan sekelompok pelaku usaha dalam satu industry yang sama yang seharusnya
saling bersaing namun justru saling berkolaborasi menentukan harga. Aliansi ini
membuat perjanjian kerja sama yang sifatnya anti persaingan usaha. Perjanjian
yang dilarang ini pada dasarnya merupakan perbuatan mengikatkan diri atau
kolusi, yang dilakukan baik yang tertulis maupun tidak tertulis di antara para
pelaku usaha yang seharusnya saling bersaing justru menciptakan koordinasi.
Umumnya
kartel dilakukan oleh asosiasi dagang bersama dengan anggotanya. Sebagaimana
yang diatur dalam Perkom No. 04 Tahun 2010, pengertian kartel adalah kerja sama
sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi kegiatannya sehingga
dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan/atau jasa untuk
memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan wajar. Kartel akan memaksa
konsumen untuk membayar lebih mahal suatu produk.
Kartel
menggunakan sejumlah mekanisme untuk mengkoordinasikan kegiatan para pelaku
usaha tersebut, termasuk dengan cara penetapan harga, pembagian wilayah,
pembagian pelanggan, dan perjanjian wilayah pasar.
Integrasi
horizontal ini merugikan konsumen karena menyebabkan inefisiensi dimana
konsumen membeli barang dan/atau jasa para pelaku usaha dengan harga di atas
harga normal. Selain itu, kartel mengurangi efisiensi ekonomi karena
menyebabkan konsumen membeli produk yang mereka tidak inginkan dan dengan
mengurangi tekanan persaingan para pelaku usaha dalam kelompok tersebut dapat
mengontrol harga di pasar bersangkutan.
Kerjasama
kartel dilakukan dalam dua bentuk, yaitu perjanjian atau kolusi eksplisit dan
kolusi diam-diam. Pada kolusi eksplisit, para anggota mengkomunikasikan
kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen
perjanjian, data mengenai audit bersama, kepengurusan kartel
kebijakan-kebjakkan tertulis, data penjualan, dan data-data lainnya.
Kolusi
diam-diam dilakukan oleh para pelaku usaha dengan cara tidak berkomunikasi
secara langsung, dan pertemuan-pertemuan pun dilakukan secara rahasia. Asosiasi
dagang biasanya digunakan sebagai kamuflase dilakukan pertemuan-pertemuan yang
legal. Debuah kartel bertujuan untuk menaikkan harga di atass level dengan maksud untuk meningkatkan
keuntungan. Pada harga yang lebih tinggi, sedikit barang yang akan ditawarkan
dan harga akan berpindah dari level persaingan
ke level kartelisasi.
Adapun
yang mendorong pendirian kartel adalah persaingan keras di pasar. Untuk
menghindari persaingan fatal ini, anggota kartel setuju menentukan harga
bersama, mengatur produksi, bahkan menentukan secara bersama potongan harga,
promosi, dan syarat-syarat penjualan lain. Biasanya, harga yang dipasang kartel
jauh lebih tinggi daripada harga yang terjadi kalau tidak ada kartel. Adanya
kartel juga dapat melindungi perusahaan yang tidak efisien, yang dapat hancur
bila tdak masuk kartel. Dengan demikian, ada beberapa persyaratan untuk
mendirikan kartel. Pertama, semua
produsen besar dalam satu industri masuk menjadi anggota. Ini supaya dapat
kepastian bahwa kartel benar-benar kuat. Kedua,
semua anggota harus taat melakukan apa yang diputuskan bersama. Ketiga, jumlah permintaan terhadap
produk mereka terus meningkat. Apabila permintaan turun, kartel kurang efektif,
karena semakin sulit mempertahankan tingkat harga yang berlaku. Keempat, sulit bagi pendatang baru untuk
masuk dalam pasar bersangkutan
B.
Bentuk-Bentuk
Kartel Yang biasanya Digunakan dalam Membatasi Persaingan Usaha Melalui Kontrak
Jenis
perjanjian horizontal yang paling dianggap paling merugikan atau bahkan dapat
berakibat mematikan persaingan adalah kartel. Terdapat banyak bentuk kartel
yang memungkinkan usaha yang bersaing membatasi persainngan melalui kontrak di
antaranya yaitu :
a. Kartel
Harga Pokok (prijskartel)
Di
dalam kartel harga pokok, anggta-anggota menciptakan peraturan di antara mereka
untuk perhitungan kalkulasi harga pokok dan besarnya laba. Pada kartel jenis ini
ditetapkan harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih dari persaingan
kerap kali juga datang dari perhitungan laba yang akan diperoleh suatu badan
usaha. Dengan menyeragamkan tingginya laba, maka persaingan di antara mereka
dapat dihindarkan.
b. Kartel
Harga
Dalam
kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang yang mereka
produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan untuk menjual
barang-barangnya dengan harga yang lebih rendahdaripada harga yang telah
ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan menjual di atas
tangging jawab sendiri.
c. Kartel
Kontingentering
Di
dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam
banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang memproduksi
lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi
hadiah, namun jika melakukan yang sebaliknya maka akan di denda. Maksud dari
pengaturan ini adalah untuk mengadakan restriksi yang ketat terhadap banyaknya
persediaan barang, sehingga harga barang-barang yang mereka jual dapat
dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering biasanya
untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dengan cara menahan dan mengatur
ketersediaan barang tetap dalam kekuasaannya.
d. Kartel
Kuota
Kartel
kuota adalah pembagian volume pasar di antara para pesaing usaha. Di sini
ditetapkan volume produksi dan atau penjualan tertentu atau ditentukan batas
masksimal untuk volume produksi dan/atau penjualan yang diperbolehkan, dan
kuota tersebut biasanya dijamin oleh pengaturan pasokan atau pembayaran pengimbangan
dalam hal volume produksi atau pemasaran yang telah ditetapkan dilewati. Kartel
kuota bertujuan untuk menaikkan tingkat harga.
e. Kartel
Standar atau Kartel Tipe
Kartel
standar dan kartel tipe adalah perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
mengenai standar, tipe, jenis atau ukuran tertentu yang harus ditaati.
Perjanjian tersebut mengakibatkan pembatasan produksi karena pelaku usaha
dihalangi untuk menggunakan standar dan tipe lain. Perjanjian tersebut dengan
cara yang khas tidak hanya menghambat persaingan kualitas, melainkan secara
tidak langsung mempengaruhi persaingan harga di antara para anggota kartel.
f.
Kartel Kondisi
Kartel
komdisi adalah perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha mengenai standarisasi
ketentuan perjanjian, yang tidak berkaitan langsung dengan harga, tetapi
berkaitan dengan unsur lain dalam perjanjian bersangkutan. Perjanjian tersebut
bertujuan untuk menghambat penjualan, oleh karena anggota kartel tidak
dimungkinkan untuk membuat perjanjian lain dengan mitra kontrak individu.
Setiap kondisi kurang lebih mempengaruhi harga hal mana dapat terjadi melalui
mekanisme pasar, atau dengan memperhatikan pembagian risiko dari segi kalkulasi
(tangungjawab dan jaminan) serta melalui kondisi tambahan yang harus dipenuhi
(pengemasan, pengiriman, pelayanan).
g. Kartel
Syarat
Dalam
kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam syarat-syarat penjualan
misalnya kartel yang menetapkan standar kualitas barang yang dihasilkan atau
dijual, dan/atau menetapkan syarat-syarat pengiriman, apakah ditetapkan loco
gudang, Fob, C&F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat
pengiriman lainnya. Tujuan yang dimaksud oleh para anggota adalah keseragaman
di antara anggota kartel. Keseragaman itu perlu di dalam kebijakan harga,
sehingga tidak akan terjadi persaingan
di antara mereka.
h. Kartel
Laba atau Pool
Di
dalam kartel laba dan kartel pool ini, anggota kartel biasanya menemukan
peraturan yang berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba
kotor harus disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih
kartel akan dibagikan di antara mereka dengan perbandingan tertentu pula.
i.
Kartel Rayon
Kartel
rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran untuk mereka.
Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga untuk masing-masing
daerah. Kartel rayon juga menentukan suatu peraturan bahwa setiap anggota tidak
diperkenankan menjual barang-barangnya di daerah lain. Dengan ini dapat dicegah
persaingan di antara anggota, yang mungkin harga-harga barangnya berlainan.
j.
Kartel Penjualan atau
Sindikat Penjualan atau Kantor Sentral Penualan
Di
dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari anggota
harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat. Melalui
pemusatan penjualan seperti ini, maka persaingan di antara mereka akan dapat
dihindarkan.
C.
Faktor-Faktor
Yang Digunakan Oleh KPPU dalam Mengidentifikasi Indikator Awal Suatu Kartel
Berdasarkan
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor 4 Tahun 2010 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada
dua faktor yang digunakan oleh KPPU untuk mengidentifikasi indikator awal suatu
kartel, yaitu :
a. Faktor
Struktural
Dalam
faktor ini akan diukur beberapa hal, antara lain :
1)
Tingkat konsentrasi dan
jumlah perusahaan. Kartel akan lbh mudah jika jumlah perusahaantidk banyak.
Indikator tingkat rasio konsentrasi perusahaan adalah persentase dari total
pangsa pasar yang dimiliki oleh peusahaan. Persentase ini menunjukkan posisi perusahaan dalam berkompetensi dengan
perusahaan lain pada pasarbersangkutan. Pemusatan kekuatan ekonomi
atau konsentrasi pasar menunjukkan adanya pertumbuhan perusahaan dalam skala
besar, dan terjadinya penurunan tingkat kompetensi pada pasar bersangkutan. Mengukur
konsentrasi pasar dapat menggunakan pendekatan Herfindahl-Hirschman Index atau
HHI. HHI atau dikenal dengan Herfindahl Index merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur hubungan antara pelaku usaha dengan industri dan merupakan
indikator dari besarnya persaingan antara pelaku usaha. Penurunan pada index
Herfindahl pada umumnya menunjukkan adanya pengurangan dalam kekuatan monopoli
dalam menentukan harga di pasar dan peningkatan persaingan yang cukup baik.
Sebaliknya, jika angka indeks menunjukkan kenaikan maka artinya terdapat konsentrasi yang tinggi
di satu tangan pelaku usaha. Indek HHI bersifat manipulative karena
terlalu luas atau terlalu sempit dalam menentukan pasar bersangkutan.
2)
Ukuran
Perusahaan. Kartel terbentuk jika pelopornya
adalah beberapa perusahaan dengan ukuran yang setara. Hal ini akan memudahkan pembagian
kuota produksi atau tingkat harga yang disepakati dapat dicapai dengan lebih
mudah di karenakan kapasitas produksi dan tingkat biaya produksi semua
perusahaan tidak jauh berbeda.
3)
Homogenitas produk.
Produk yang homogen, baik berupa barang
atau jasa, menyebabkan prefensi konsumen terhadap seluruh produk menjadi tidak
jauh berbeda. Ini menyebabkan persaingan harga sebagai satu-satunya
variable persaingan yang efektif. Dengan demikian dorongan para pelaku usaha
untuk bersepakat membentuk kartel akan semakin kuat untuk menghindari perang
harga yang dapat menurunkan tingkat keuntungan para pelaku usaha tersebut.
4)
Kontak muti-pasar.
Pemasaran yang luas dari suatu produk memungkinkan terjadinya kontak
multi-pasar dengan pesaingnya yang juga memiliki tujuan pasar yang luas. Kontak
yang di lakukan berkali-kalidapat mendorong pelaku usaha yang seharusnya
bersaing justru melakukan kolaborasi dengan cara alokasi wilayah ataupun harga.
5)
Persediaan dan kapasitas
produksi. Persediaan yang berlebihan di pasar menunjukkan telah terjadi
kelebihan penawaran. Data akan persediaan dan kapasitas produksi dapat
dijadikan indikator awal untuk mengidentifikas kartel.
6)
Keterkaitan kepemilikan.
Keterkaitan kepemilikan baik minoritas maupun mayoritas mendorong pelaku usaha
untuk memaksimalkan keuntungan melalui harmonisasi perilaku di antara
perusahaan yang merka kendalikan. Pemegang saham dua atau lebih perusahaan yang
semestinya bersaing cenderung memanfaatkan kepemilikan silang untuk memperkuat
kartel dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan.
7)
Kemudahan untuk masuk
pasar. Tingginya entry barrier sebgai hambatan bagi prusahaan baru untuk masuk
pasar akan memperkuat keberadaan kartel. Pendatang baru akan sangat kesulitan
untk mengisi kekosongan pasar akibat harga kartel yang tinggi.
8)
Karakter permintaan:
keteraturan, elastisitas, & perubahan. Permintaan yang teratur dan
inelastisitas dengan pertumbuhan yang stabil akan memberikan jalan terbentuknya
kartel. Ini karena pelaku usaha akan sangat mudah memprediksi dan menghitung
tingkat produksi serta tingkat harga yang dapat mengoptimalkan keuntungan para
pelaku kartel tersebut. Dalam hal ini KPPU mengukur karakter permintaan melalui
survey maupun penelitian pasar.
9)
Kekuatan tawar pembeli (buyer power), Pembeli dengan posisi
tawar yang kuat akan dapat melemahkan kartel, bahkan membubarkannya. Dengan
posisi yang demikian, pembeli akan mudah mencari penjual yang mau memasok
barang dengan dengan harga terendah. Ini mendorong penjual untuk tidak mematuhi
harga kesepakatn kartel, yang menyebabkan kartel tidak akan berjalan secara
efektif dan bubar dengan sendirinya.
b. Faktor
Perilaku
1) Transfaran
dan Pertukaran Informasi. Kartel akan mudah terbentuk jika para pelaku usaha
terbiasa dengan pertukaran informasi dan transparansi di antara mereka. Peranan
asosiasi sangat kuat karena merupakan media pertukaran informasi tersebut. Data
produksi dan haraga jual secara periodic dikirimkan ke asosiasi sebagai upaya
kepatuhan terhadap kesepakatan kartel. Pertukaran ini dapat dilakukan tanpa
asosiasi, yang justru semakin mencurigai karena sesama pelaku usaha pesaing
saling memberikan informasi harga dan data produksi
2) Peraturan
harga dan Kontrak.perilaku pengaturan harga dan kontrak dapat memperkuat adanya
kartel di suatu industry. Kebijakan one
price policy merupakan alat kontrol
yang efektif antar anggota kartel terhadap kesepakatan harga kartel.
D.
Kasus-Kasus
Kartel Yang Pernah Terjadi Di Indonesia
1. Kartel
Tarif SMS
Setelah
KPPU melakukan pemeriksaan terhadap sembilan operator seluler di Indonesia yang
diduga melakukan penetapan harga SMS off-net pada periode 2004 sampai dengan
tahun 2008. Sembilan operator tersebut aadalah PT Excelkomindo Pratama, Tbk.,
PT Telkom, Tbk., PT Huchison CP Telecommunication, PT Bakrie Telecom, PT
Mobile-8 Telecom, PT Smarat Telecom, dan PT Natrindo Telepon Seluler.
Untuk
menjamin adanya interkoneksi antar-operator, dibuat suatu Perjanjian Kerja Sama
Interkoneksi (PKS). Di dalam PKS tersebut KPPU menemukan adanya perjanjian
penetapan tariff SMS. Kesepakatan penetapan harga ini telah merugikan konsumen
sebesar Rp 2.827.700.000,00 berdasarkan selisih penerimaan harga kartel dengan
penerimaan harga kompetitif SMS off-net. Berdasarkan hal tersebut KPPU
menjatuhkan sanksi denda ke para sembilan operator tersebut karena pelanggaran
atas Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
2. Kasus
Kartel Minyak Goreng
PT
Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Nabati Indonseia, PT
Multi Nabati Sulawesi, PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas, PT Intibenua
Perkasatama, PT Megasurya Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Mikie Oleo Nabati
Industri, PT Indo Karya Internusa, PT Permata Hijau Sawit, PT Nubika Jaya, PT
Smart, Tbk., PT Tunas Baru Lampung, Tbk., PT Berlian Eka Sakti Tangguh, PT
Pacifik Palmindo Industri dan PT Asia Agro Agung Jaya , dijatuhi sanksi oleh
KPPU karena pelanggaran Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Di dalam kasus
ini KPPU menggunakan indirect evidence,
yaitu bukti komunikasi, bukti bukti komunikasi dapat berupa fakta adanya
pertemuan dan/ataukomunikasi antar pesaing meskipun tidak terdapat substansi
dari pertemuan dan/atau komunikasi tersbut.
Selain
bukti komunikasi, KPPU juga menggunakan bukti analisis ekonomi. Terdapat 2
(dua) tipe buki ekonomi yaitu bukti yang terkait dengan struktur dan perliaku.
Dalam perkara ini, industri minyak goreng baik curah dan kemasan memiliki
struktur pasar yang terkonsentrasi pada beberapa pelaku usaha (oligopoli). Adanya bukti ekonomi yang
berupa perilaku yaitu dari adanya price
parallelism.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu tujuan tujuan penting pengaturan Hukum
Persaingan adalah pencegahan dan penanganan terhadap kartel, karena hampir
dapat dipastikan bahwa dampak atas kartel adalah menghambat persaingan dengan
cara menaikkan harga atau profit. Kartel dianggap merugikan konsumen karena
harga maupun profit eksesif yang ditetapkan oleh pelaku-pelaku kartel merupakan
pemindahan kesejahteraan dari konsumen ke pelaku kartel. Oleh karena itu
diperlukan deteksi, penyelidikan dan pengungkapan disertai pembebanan sanksi
yang berat terhadap pelaku kartel, sebab hal ini merupakan salah satu tugas
yang paling penting dari lembaga pengawas persainganndi Indonesia saat ni.
Eksistensi perjanjia untuk membuktikan kartel bukanlah
syarat utama, karena dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menghendaki
adanya dampak pada persaingan. Oleh karena itu digunakan indirect evidence, berdasarkan faktor struktur dan faktor perilaku.
Untuk mendapatkan indirect evidence ini,
KPPU mempertimbangkan analisis ekonomi digunakan untuk membuktikan dampak
kartel pada persaingan usaha. Kedudukan indirect
evidence ini sangat penting manakala direct
evidence tidak tersedia.
B.
Saran
Dalam mengungkap perkara karel ini,
mengingat dampak yang signifikan yang ditimbulkan atas kartel baik terhadap
pesaing maupun konsumen, maka diperlukan penguatan kewenangan KPPU untuk
menggeledah maupun menyita dokumen.
Selain itu, perlu penerapan leniency
program yang di banyak Negara terbukti ampuh dalam megungkap adanya kartel.
Pada akhirnya dibutuhkanjuga kemampuan melakukan analisis ekonomi dari otoritas
persaingan (KPPU), serta kerja sama stake
holder untuk menyediakan datayang sifatnya public, serta para pelaku usaha
yang diduga melakukan kartel, agar tercipta iklim persaingan sehat di dunia
usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Hukum Persaingan Usaha : Mendeteksi Praktik Kartel,
Jurnal Hukum Bisnis Vol. 30 No 2 Tahun 2011.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4
Tahun 2010 Pedoman Pelaksanaan Pasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.