BAB
I Pendahuluan
a. Latar
belakang
Didalam
kehidupan bernegara senantiasa dihadapkan pada berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan subjek hukum internasional, baik itu yang menyangkut Negara
dengan Negara, ngara dengan individu ataupun organisasi internasional. Didalam
berbagai permasalahan yang dihadapi ini herus terdapat payung hukum yang dapat
menyelesaikan permasalahan lintas Negara ini, yang semua itu terdapat didalam
sumber-sumber hukum internasional yang dapat dijadikan sebagai pedoman semua
Negara yang saling berhubungan.
Menurut salah satu pakar, yakni Starke yang
dimaksud sumber hukum internasional dalam arti material diartikan sebagai
bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk
menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Sedangkan menurut
Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang
paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah
internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Didalam menghadapi
berbagai permasalahan yang menyangkut lintas Negara ini perlu sekali dipahami
mengenai sumber sumber hukum internasional, oleh karena itu kita menanggap
perlu disusunnya makalah ini sebagai pengetahuan bagi kita semua.
b. Rumusan
masalah
Apa sumber hukum
internasional?
c. Tujuan
penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk mengtahui apa sumber hukum internasional.
BAB
II Pembahasan
A.
Pengertian
Sumber hukum
adalah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang
dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu yang
menimbulkan aturan atruran dan mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa yaitu apabila dilanggar akan mengakibatkan timbulnya sanksi
yang tegas. Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal
dan sumber hukum material. Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang dilihat
dari bentuknya, sedang sumber hukum material adalah segala sesuatu yang
menentukan isi dari hukum. Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang
digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan
internasional. Seperti
halnya hukum pada umumnya, hukum internasional juga mengenal sumber hukum
formal dan sumber hukum material. Dalam arti material, adalah sumber hukum
internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan
sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut Starke,
sumber hukum internasional dalam arti material diartikan sebagai bahan-bahan
aktual yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum
yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Menurut Brierly,
sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber yang paling utama
dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dipakai Mahkamah internasional
dalam memutuskan suatu sengketa internasional.
Sumber hukum
formal bagi hukum internasional adalah perjanjian internasional (treaty) dan kebiasaan internasional (international custom). Di masa lalu
sebagian besar hukum internasional terdiri dari hukum internasional kebiasaan.
Namun sekarang kebiasaan internasional sebagai sumber hukum formal tidak lagi
mampu menetapkan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang diperlukan dalam
pergaulan masyarakat internasional. Oleh karena itu peranan perjanjian
internasional sebagai sumber hukum formal kini menjadi lebih penting dalam
memenuhi kebutuhan ketentuan hukum internasional yang diperlukan.
Sumber hukum
material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan isi
ketentuan hukum internasional yang berlaku. Prinsip-prinsip itu misalnya bahwa
setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti
rugi, bahwa korban perang harus diperlakukan secara manusiawi. Diantara
prinsip-prinsip itu terdapat prinsip-prinsip yang berlaku memaksa. Prinsip itu
disebut “ius cogens”. Prinsip itu
misalnya bahwa perjanjian harus ditaati (Pacta
sun servanda). Prinsip itu tidak dapat disimpangi berlakunya oleh ketentuan
hukum internasional yang berlaku atau yang ditetapkan kemudian dan juga tidak
dapat dirubah oleh prinsip hukum internasional yang tidak sama sifatnya.
B.
Jenis-jenis
Sumber Hukum Internasional
Jenis-jenis
sumber hukum berdasarkan penggolongannya dibagi
menjadi 2 golongan, antara lain :
a. Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana
Hukum Internasional, yaitu :
1) Kebiasaan Internasional
2)
Perjanjian Internasional (Traktat)
3) Keputusan Pengadilan
atau Badan-badan Arbitrase
4) Karya-karya Hukum
5) Keputusan atau
Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b. Penggolongan
menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional.
Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38
(1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
1)
Perjanjian
Internasional (International Conventions).
Adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa
dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.
Misalnya perjanjian antara negara dan organisasi internasional (Amerika Serikat
dengan PBB mengenai status hukum tempat kedudukan tetap PBB di New York),
organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya (ICRC dengan
ASEAN).
Tetapi tidak dapat dianggap perjanjian internasional dalam arti yang
diutarakan diatas atas perjanjian yang pernah diadakan di zaman lampau antara
serikat-serikat dagang yang besar seperti East India Company dan
Verenegde Oost Indische Compagnie dengan kepala-kepala negeri bumi putera.
Tidak Pula dapat dimasukkan kedalamnya kontrak yang diadakan antara suatu
Negara dengan orang perorangan baik seuatu individu (natural person) maupun
antara suatu Negara dengan suatu badan hukum (legal person). Misalnya perusahaan
minyak AS. Kontrak antara suatu Negara dengan maskapai minyak bukan perjanjian
internasional karena diatur oleh hukum nasional Negara yang bersangkutan dan
dapat merupakan konsensi (perjanjian bentuk lain).
Suatu penggolongan yang lebih penting dalam rangka pembahasan
perjanjian internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan
perjanjian dalam treaty contract dan law making treatries. Dengan
treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau
perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara
para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Contoh treaty contract
misalnya perjanjian mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan,
perjanjian perdagangan, perjanjian pemberantasan, penyeludupan. Dengan law
making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakkan ketentuan atau
kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Contohnya ialah
Konvensi tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Konvensi-konvensi
tahun 1958 mengenai Hukum Laut, Konvensi Vienna 1961 mengenai hubungan
diplomatik.
Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties
jelas tampak bila dilihat daripihak yang tidak turut serta pada perundingan
yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut
serta dalam treaty contract yang diadakan para pihak yang mengadakan
perjanjian itu semula. Perjanjian itu mengatur persoalan yang semata-mata
mengenai pihak-pihak itu. Denga kata lain, pihak ketiga yang tidak
berkepentingan, misalnya, Australia tidak akan dapat turut serta dalam suatu
perjanjian mengenai pemberantasan penyelundupan dan bajak laut antara Philipina
dan Indonesia atau dalam perjanjian dwikewarganegaraan antara Indonesia dengan
Republik Rakyat Tiongkok. Sebaliknya, suatu perjanjian dinamakan law making
treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak tutr serta dalam
perjanjian, karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum
mengenai semua anggota masyarakat internasional. Misalnya, Negara Ghana,
Guinea, Tanzania dapat turut serta dalam Konvensi Jenewa pada tahun 1949
mengenai perlindungan korban perang, walaupun Negara-negara itu tidak turut
serta dalam konfrensi Jenewa pada tahun 1949 yang menyusun konvensi-konvensi
tersebut. Bahkan, Negara-negara tadi pada waktu itu belum ada.
Dilihat dari sudut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formal,
setiap perjanjian baik yang dinamakan law making treaty maupun treaty
contract adalah law making artinya menimbulkan hukum. Dapat
ditambahkan bahwa pada umumnya law making treaties adalah perjanjian
multilateral, sedangkan perjanjian khusus merupakan perjanjian bilateral.
Menurut Utrech, proses pembuatan traktat adalah sebagai berikut :
a)
Penetapan,
(sluiting). Pada tahap ini diadakan perundingan, atau pembicaraan tentang
masyalah yang mnyangkut kepentingan masing-masing negara. Hasilnya berupa
concept verdrag, yakni penetapan isi perjanjian.
b)
Persetujuan.
Penetapan-penetapan pokok dari hasil perundingan itu diparaf sebagai tanda
persetujuan sementara, karena naskah tersebut masih memerlukan persetujuan
lebih lanjut dari DPR negara masing-masing. Kemungkinan terjadi bahwa
masing-masing DPR masih mengadakan perubahan-perubahan terhadap naskah
tersebut.
c)
Penguatan
(bekrachtiging). Setelah diperoleh persetujuan dari kedua negara
tersebut, kemudian disusul dengan penguatan (bekrachtiging) atau
disebut juga pengesahan (ratificatie) oleh masing-masing kepala negara.
Sesudah di ratifikasi maka tidak mungkin lagi kedua belah pihak untuk
mengadakan perubahan, dan perjanjian itu sudah mengikat kedua belah pihak.
d)
Pengumuman
(afkondiging). Perjanjian yang disetujui dan ditandatangani oleh para
pihak, kemudian diumumkan. Biasanya dilakukan dalam suatu upacara dengan saling
menukarkan piagam perjanjian.
Berakhirnya traktat/perjanjian internasional :
1) Telah tercapainya tujuan dari traktat.
2) Habis berlakunya traktat tersebut.
3) Punahnya salah
satu pihak atau punahnya objek traktat.
4) Adanya
persetujuan dari para peserta untuk mengakhiri traktat
5) Diadakannya traktat yang baru untuk mengakhiri traktat yang terdahulu
6) Dipenuhinya syarat-syarat uuntuk berakhirnya traktat
7) Diakhirinya traktat secara sepihak dan diterima pengakhirannya oleh pihak
lain .
2)
Kebiasaan
International (International Custom)
Menurut
Bellefroid, semua peraturan-peraturan yang walaupun
tidak ditetapkan oleh negara, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, kerena mereka
yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.
Berdasarkan pasal 38 (1) sub b,
mengatakan bahwa hukum kebiasaan internasional adalah kebiasaan internasional
yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum.
Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum
perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1) Harus
terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum;
2) Kebiasaan
itu harus diterima sebagai hukum.
Dari
perincian di atas dapatlah dikatakan bahwa supaya kebiasaan internasional itu
merupakan sumber hukum internasional, harus dipenuhi dua unsur, yang
masing-masing dapat kita namakan unsur
material dan unsur psikologis,
yaitu kenyataannya adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterimanya
kebiasaan internasional itu sebagai hukum. Jelaslah, bahwa dipenuhinya unsur
pertama saja yaitu kebiasaan internasional tidak melahirkan hukum. Jika
kebiasaan itu tidak diterima sebagai hukum, terdapat suatu kebiasaan yang dapat
merupakan suatu kesopanan internasional. Misalnya, kebiasaan memberikan
sambutan kehormatan waktu menerima tamu Negara merupakan kebiasaan banyak
Negara. Akan tetapi, seorang tamu tidak dapat menuntut supaya ia disambut
dengan tembakan meriam. Karena kebiasaan itu merupakan suatu ketentuan hukum
kebiasaan internasional.
Dilihat secara praktis suatu kebiasaan
internasional dapat dikatakan diterima sebagai hukum apabila Negara-negara itu
tidak menyatakan keberatan terhadapnya. Keberatan ini dapat dinyatakan dengan
berbagai cara misalnya dengan jalan diplomatic (protes) atau dengan jalan
hukum. Dengan mengajukan keberatan dihadapan suatu mahkamah.
3)
Prinsip
Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara
beradab.
Sumber hukum yang ketiga menurut
Pasal 38 (1) Piagam Mahkamah Internasional ialah asas hukum umum yang diakui
oleh bangsa-bangsa yang beradab (the
general principle of law recognized by cilivized nations). Yang dimaksudkan dengan asas hukum umum ialah
asas hukum yang mendasari system hukum modern. Yang dimaksudkan dengan system
hukum modern ialah system hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga
hukum Negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga
hukum Romawi.
Perlu ditegaskan bahwa yang menjadi sumber hukum
ialah prinsip hukum umum dan tidak hanya asas hukum internasional. Arti
perkataan umum dalam hubungan ini sangat penting karena dengan demikian
jelaslah bahwa hukum internasional sebagai suatu system hukum merupakan sebagian
dari suatu keseluruhan yang lebih besar yaitu hukum pada umumnya. dengan
demikian, dibantah pendirian yang hendak mengatakan hukum internasional itu merupakan
satu system hukum yang berdiri sediri dan berbeda dari hukum nasional. Dengan
demikian, yang dimaksud asas hukum umum misalnya asas hukum perdata seperti
asas pacta sunt servanda, asas bona fides (itikad baik), asal
penyalahgunaan hak (abus de droit), serta asas adimplenti non est
adiplendum dalam hukum perjanjian. Asas hukum yang dimaksud dalam pasal 38
(1) ialah asas hukum umum, jadi selain asas hukum perdata yang disebutkan tadi
meliputi juga asas hukum acara dan hukum pidana. Sudah termasuk juga didalamnya
asa hukum internasional seperti misalnya asas kelangsungan Negara, penghormatan
kemerdekaan Negara, asas non intervensi, dsb.
Menurut pasal 38 (1) asas hukum umum merupakan
sumber suatu sumber hukum formal utama (primer) yang berdiri sendiri disamping
kedua sumber hukum yang telah disebutkan terlebih dahulu yaitu perjanjian
internasional dan kebiasaan.
Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer
tersendiri ddisamping perjanjian dan kebiasaan internasional sangat penting
bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum interasional sebagai system hukum
positif. Pertama, dengan adanya sumer hukum ini Mahkamah tidak dapat menyatakan
non liquest, yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang
mengatur persoalan yang diajukan. Berhubungan erat dengan hal ini ialah
kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan
hukum baru, diperkuat dengan adanya sumber hukum yang ketiga ini. Keleluasaan
bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini pada mahkamah dalam membentuk
hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.
4)
Keputusan
Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).
Berlainan dengan sumber hukum utama
(primer) yang telah dibahas di atas,keputusan pengadilan dan pendapat para
sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau tambahan. Artinya keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya
kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber
primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan dan asas hukum umum. Keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat, artinya tidak
dapat menimbulkan suatu kaidah hukum.
Bahwa dalam system peradilan menurut
piagam mahkamah internasional tidak dikenal asas keputusan pengadilan yang
mengikat (rule of binding precedent).
Jika
keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara
yang bersangkutan, a fortiori keputusan
pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan mengikat. Yang dimaksudkan
dengan keputusan pengadilan dalam pasal 38 (1) sub ialah pengadilan dalam arti
yang luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional
termasuk didalamnya mahkamah dan komisi arbitrase.
Walaupun keputusan pengadilan tidak
mempunyai kekuatan mengikat, keputusan pengadilan internasional, terutama
Mahkamah Internasional permanen (Permanent
Justice), Mahkamah Internasional (International Court of Justice),
Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court of Arbitration) mempunyai pengaruh
besar dalam perkembangan hukum internasional. Mengenai sumber hukum tambahan
yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa
penilitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka sering dapat
dipakai sebagai pegangan/ pedoman untuk menemukan apa yang menjadikan hukum
intrnasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
5)
Keputusan Badan Perlengkapan (organs) Organisasi dan Lembaga
Internasional
Pertumbuhan lembaga dan organisasi internasional dalam 50 tahun
belakangan ini telah mengakibatkan timbulnya berbagai keputusan baik dari badan
legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dari lembaga atau organisasi
internasional itu yang tidak dapat diabaikan dalam suatu pembahasan tentang
sumber hukum internasional, walaupun mungkin keputusan demikian belum dapat
dikatakan merupakan sumber hukum internasional dalam arti yang sesungguhnya.
Keputusan badan tersebut diatas sedikit-dikitnya dalam lingkungan
terbatas yaitu dilingkungan lembaga atau organisasi internasiona itu sendiri
melahirkan, berbagai kaidah yang mengatur pergaulan antara anggota-anggotanya.
Dalam hal lain keputusan itu mempunyai kekuatan
mengikat yang meliputi beberapa Negara, sedangkan ada pula keputusan
jenis lain yang mempunyai pengaruh yang
jauh lebih besar dari semestinya.
BAB III Kesimpulan
Hukum internasional adalah keseluruhan hukum yang terdiri dari berbagai
kaidah dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antar Negara, dimana berbagai
kaidah dan prinsip ini terkandung di dalam lima kategori yang disebut sebagai
sumber hukum internasional. Bahan –bahan ini dimasukan dalam lima kategori,
yaitu :
1.
Kebiasaan
Internasional
2.
Traktat
3.
Keputusan-keputusan
pengadilan atau pengadilan arbitrase
4.
Karya=karya
hukum
5.
Keputusan-keputusan
atau penetapan-penetapan organ-organ lembaga-lembaga internasional
Daftar
Pustaka