Terdapat beberapa persamaan dan
perbedaan antara hukum acara peradilan tata usaha Negara dengan hukum acara
perdata.
A. Persamaan
antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum Acara Perdata.
1. Pengajuan gugatan
Pengajuan gugatan menurut hukum
acara PTUN diatur dalam apasal 54 UU PTUN, sedangkan menurut hukum acara
perdata diatur dalam pasal 118 HIR.
Hukum acara TUN maupun Hukum acara
perdata sama-sama menganut asas bahwa gugatan diajukan ke pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal tergugat.
2. Isi Gugatan
Isi gugatan pada pokoknya harus
memuat, pertama, identitas para pihak (penggugat dan tergugat), kedua
dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta
alasan-alasan dari pada tuntutan atau yang lebih dikenal dengan sebutan fundamentum
petendi atau posita (atau dasar tuntutan yag biasanya terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya
dan bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya
dan bagian yang menguraikan tentang hukumnya), ketiga, petitum atau tuntutan
ialah apa yang oleh penggugat diminta atau diharapkan agar diputuskan oleh
hakim.
3. Pendaftaran perkara
Gugatan diajukan ke pengadilan yang
berwenang baik secara kompetensi absolut maupun relatif. Dalam mengajukan
gugatan, penggugat diwajibkan membayar uang muka biaya perkara. Uang muka biaya
perkara ini meliputi biaya pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak,
biaya taksi, biaya administrasi kepaniteraan, yang semuanya akan di perhitungkan
kemudian setelah perkara diputus.
Selain itu kepada penggugat yang
tidak mampu membayar biaya perkara, dibuka kemungkinan untuk mengajuakan
permohonan berperkara tanpa biaya. Permohonan tersebut diajukan bersamaan pada
saat mengajukan gugatan yang di sertai dengan surat keterngan tidak mampu dari
kepala desa atau lurah setempat.
4. Penetapan Hari Sidang
Setelah surat gugatan di daftarkan
dalam buku daftar perkara dan telah dianggap cukup lengkap, pengadilan
menentukan hari dan jam siding di pengadilan. Dalam menentukan hari sidang ini,
hakim harus mempertimbangkan jarak antara tempat tinggal para pihak yang
berperkara dengan pengadilan tempat persidangan.
5. Pemanggilan Para Pihak
Pemanggilan para pihak dilakukan
setelah gugatan dianggap sempurna dan sudah di catat.
Dalam hukum acara TUN, jangka waktu
antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 (enam) hari,
kecuali dalam hal sengketa tersebut harus di periksa dengan acara cepat.
6. Pemberian Kuasa
Apabila di kehendaki, para pihak
dapat diwakili atau didampingi oleh seorang kuasa atau beberapa orang kuasa.
Pemberian kuasa ini dapat dilakukan sebelum atau selama perkara diperiksa.
Pemberian surat kuasa yang dilakukan sebelum perkara diperiksa harus secara
tertulis dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan pemberian suarat kuasa ini,
si penerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan
jalannya pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Sedangkan
pemberian kuasa yang dilakukan di persidangan bisa dilakukan secara lisan.
7. Hakim Majelis
Pemeriksaan perkara dalam hukum
acara PTUN dan hukum acara perdata dilakukan dengan hakim majelis (tiga orang
hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang
lagi bertindak selaku hakim anggota. Namun dalam hal-hal tertentu dimungkinkan
untuk menempuh prosedur pemeriksaan dengan hakim tunggal (unus judex). Dalam
hukum acara TUN hal ini dapat dilakukan dalam hal pemeriksaan dengan acara
cepat (pasal 99 ayat 1).
8. Persidangan terbuka untuk umum
Dengan demikian setiap orang dapat
untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Apabila
putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti
putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan
batalnya putusan itu menurut hukum.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membedakan orang. Dengan demikian ketentuan pasal ini mengandung
asas kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak, dan kedua
belah pihak didengar dengan adil. Hakim tidak diperkenankan hanya mendengarkan
atau memperhatikan keterangan salah satu pihak saja.
10. Pencabutan
dan perubahan Guagatan.
Penggugat sewaktu-waktu dapat
mencabut gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat
sudah memberikan jawaban atas gugatan yang diajukan, maka akan dikabulkan oleh
hakim, apabila mendapat persetujuan tergugat.
11. Hak
Ingkar
Untuk menjaga obyektivitas dan
keadilan dari putusan hakim, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan
diri, apabila diantara para hakim, antara hakim dan panitera, antara
hakim atau panitera dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami isteri
meskipun telah bercerai, atau juga hakim atu panitera mempunyai kepentingan
langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.
12. Pengikut
sertaan pihak ketiga.
Pada dasarnya di dalam suatu
sengketa sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yaitu penggugat sebagai pihak
yang mengatakan gugatan dan pihak tergugat sebagai pihak yang digugat oleh
penggugat. Namun, ada kemungkinan selama pemeriksaan perkara berjalan, baik
atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan maupun atas prakarsa hakim
dapat masuk sebagai pihak ketiga yang membela kepentingannya.
13. Pembuktian
Beban pembuktian ada pada kedua
belah pihak, hanya Karena yang mengajukan gugatan adalah penggugat, maka
penggugatlah yang mendapat kesempatan pertama untuk membuktikanya. Sedangkan
kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang
diajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat. Yang di
buktikan pada dasarnya dalah peristiwanya bukanhukumnya, karena hakim dianggap
tahu tentang hukumnya.
14. Pelaksanaan
Putusan Pengadilan.
Pelaksanaan putusan pengadilan
dilakukan setelah adanya putusan. Dan putusan pengadilan yang dapat
dilaksanakan adalah terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, yang pelaksanaanya dilakukan atas perintah ketua pengadilan yang
mengadilinya dalam tingkat pertama.