BAHAN KULIAH HAN
BAB I PENDAHULUAN
BERBAGAI ISTILAH
DAN PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Ada berbagai
istilahdi dalam penyebutan Hukum Administrasi Negara yang
merupakan terjemahan
dari Administratiefrecht yang dikenal di Negara Belanda,
Verwaltungsrecht di
Jerman, Droit Administratif di Perancis, Administratif Law di
negara Inggris dan
Amerika. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia
dahulumerupakan
bekas jajahan Belanda, sehingga Hukum Administrasi Negara
Indonesia merupakan
terjemahan dari Administratiefrecht.
Untuk menerjemahkan
Administratiefrecht dari Hukum Belanda ini para ahli
hokum di Indonesia
belum ada kata sepakat. Baru setelah dikeluarkannya UU
No.5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh
para ahli. E.Utrecht
dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi” , mulamula
memakai istilah Hukum
Administrasi Negara Indonesia. WF Prins
dalam bukunya
“Inleiding in het administratiefrecht” memakai istilah Hukum
Tata Usaha Negara
Indonesia. Wirjono Prodjodikoro memakai istilah
Hukum Tata Usaha
Pemerintah. Prajudi Atmasudirdjo memakai istilah
Hukum Administrasi
Negara. Dalam SK Mendikbud tanggal 30 Desember 1972
No.0198/U/1972
tentang Kurikulum Minimal menggunakan istilah Hukum Tata
Pemerintahan. Rapat
staf dosen Fakultas-fakultas Hukum Negri seluruh
Indonesia yang
diadakan pada bulan Maret 1973 di Cibulan memakai istilah
Hukum Administrasi
Negara dengan
tidak menutup kemungkinan
menggunakan istilah
lain. SK Kurikulum yang terakhir menggunakan istilah
Hukum Tata Usaha
Negara.
Pengertian Hukum
Administrasi Negara
Ada bebrapa ahli
yang mencoba membirikan pengertian tentang Hukum
Tata Usaha Negara,
diantaranya : JHP Bellafroid; Oppenheim; Logemann;
E.Utrecht; dan
Prajudi Atmasudirdjo.
JHP Bellafroid menyatakan
bahwa Hukum Tata Usaha Negara/Hukum
Tata Pemerintahan
adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana
alat-alat
perlengkapan pemerintahan dan badan-badan kenegaraan serta
majelis-majelis
pengadilan khusus yang diserahi pengadilan tata usaha negara
hendaknya memenuhi
tugasnya.
Oppenheim mengemukakan
bahwa Hukum Administrasi Negara adalah
suatu gabungan
ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi
maupun rendah
apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah
diberikan kepadanya
oleh HukumTata Negara. Hukum Administrai Negara
menggambarkan negara
dalam keadaan bergerak.
Logemann mengetengahkan
Hukum Pemerintahan/Hukum Administrasi
Negara sebagai
seperangkat norma-norma yang menguji hukum istimewa yang
diadakan untuk
memungkinkan para pejabat (Alat Tata Usaha Negara/ Alat
Administrasi Negara)
melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum Administrasi
Negara tidak
identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan administrasi
negara, karena hukum
yang mengatur pekerjaan administrasi negara sudah
termasuk dalam Hukum
Tata Negara.
De La Bascecour Caan
menyatakan
bahwa Hukum Administrasi Negara
adalah himpunan
peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara
berfungsi
(bereaksi). Dengan demikian peraturan-peraturan itu mengatur
hubungan-hubungan
antara warga negara dengan pemerintahannya. Hukum
Administrasi Negara
terbagi atas dua bagian, yakni : Pertama, Hukum
Administrasi Negara
menjadi sebab maka negara berfungsi atau bereaksi; Kedua,
Hukum Administrasi
Negara mengatur hubungan antara warga negara dengan
pemerintah.
Sir W.Ivor Jenning mengemukakan
bahwa Hukum Administrasi Negara
adalah hukum yang
berhubungan dengan administrasi negara. Hokum ini
menentukan
organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat
administrasi.
R. Kranenburg memberikan
definisi Hukum Administrasi Negara dengan
memperbandingkannya
dengan Hukum Tata Negara, meskipun hanya sekedar
perlu untuk
pembagian tugas. Menurutnya Hukum Administrasi Negara adalah
meliputi hokum yang
mengatur susnan dan wewenang khusus dari alat
perlengkapan
badan-badan seperti kepegawaian (termasuk mengenai pensiun)
peraturan wajib
militer, pengaturan mengenai pendidikan/pengajaran, peraturan
mengenai jaminan
sosial, peraturan mengenai perumahan, peraturan
perburuhan,
peraturan jaminan orang miskin, dan sebagainya.
E.Utrecht mengemukakan
bahwa Hukum Administrasi Negara/Hukum
Pemerintahan adalah
hokum yang menguji hubungan hokum istimewa yang bila
diadakan akan
memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan
tugas mereka yang
khusus.
Prajudi Atmosudirdjo
merumuskan
HAN sebagai “…… Hukum yang
mengenai Pemerintah
beserta aparatnya yang terpenting yakni Administrasi
Negara” selanjutnya
dikatakan bahwa “…… hukum administrasi negara mengatur
wewenang, tugas,
fungsi dan tingkah laku para pejabat Administrasi Negara……”
bertujuan untuk
menjamin adanya Administrasi Negara yang bonafit, artinya
yang tertib, sopan,
berlaku adil dan obyektif, jujur, efisien dan fair. Dinyatakan
juga bahwa hukum
administrasi negara itu merupakan hukum mengenai
Administrasi Negara
dan hokum hasil ciptaan Administrasi Negara, sehingga
Hukum Administrasi
Negara pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua
klasifikasi yakni
Hukum Administrasi Negara heteronom dan Hukum Administrasi
negara yang otonom. Hukum
Administrasi Negara heteronom bersumber
pada UUD, TAP MPR
dan UU, hukum ini mengatur seluk beluk organisasi dan
fungsi Administrasi
Negara (alat tata usaha negara) dan tidak boleh dilawan,
dilanggar serta
tidak boleh diubah oleh Administrasi Negara. HAN heteronom ini
mencakup aturan
tentang :
a. Dasar-dasar dan
prinsip umum administrasi negara;
b. Organisasi
administrasi negara, termasuk juga pengertian dekonsentrasi
dan desentralisasi;
c. Berbagai
aktivitas dari administrasi negara;
d. Seluruh sarana administrasi
negara; serta
e. Badan peradilan
administrasi
Sedangkan Hukum
Administrasi Negara Otonom bersumber pada keputusan
pemerintah yang
bersifat sebagai UU dalam arti yang luas, yurisprudensi
danteori. Hukum ini
merupakan hokum operasional yang diciptakan oleh
pemerintah dan
administrasi negara sendiri. Oleh karena itu dapat diubah oleh
pemerintah/administrasi
negara (alat tata usaha negara) setiap waktu bila perlu
tidak melanggar asas
kepastian hukum, dan asas kepentingan umum.
Prajudi Atmosudirdjo
mengemukakan
bahwa pemerintah dijalankan oleh
penguasa eksekutif
beserta aparatnya, sedangkan administrasi negara dijalankan
oleh penguasa
administrasi beserta aparatnya. Oleh karena itu Indonesia
berdasarkan
ketentuan UUD 1945 kekuasaan eksekutif dan administratif berada
dalam satu tangan
yakni Presiden, maka pengertian HAN yang luas terdiri atas
lima (5) unsure,
yaitu :
1) HTP : hukum
eksekutif atau hokum tata pelaksanaan UU, yang
menyangkut
pengendalian penggunaan kekuasaan public (kekuasaan
yang berasal dari
kedaulatan rakyat).
2) HTUN : hukum
mengenai surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan,
registrasi,
kearsipan dan dokumentasi, legalisasi, pelaporan dan statistic,
tata cara penyusunan
dan penyimpanan berita acara, pencatatan sipil,
pencatatan NTR, publikasi,
penerangan dan penerbitan-penerbitan
negara. Atau sering
dikenal dengan Hukum Birokrasi.
3) Hikum
Administrasi Negara dalam arti sempit : hukum tata
pengurusan rumah
tangga negara baik intern maupun ekstern.
4) Hukum
Administrasi Pembangunan : mengatur campur tangan
pemerintah dalam
kehidupan dan penghidupan masyarakat untuk
mengarahkan kepada
perubahan yang telah direncanakan.
5) Hukum
Administrasi Lingkungan : mengatur campur tangan
pemerintah dalam
pengelolaan lingkungan.
Sjachran Basah mengemukakan
bahwa sebagai inti hakekat Hukum
Administrasi Negara
adalah : Pertama, memungkinkan administrasi negara untuk
menjalankan
fungsinya; Kedua, melindungi keluarga terhadap sikap tindak
(perbuatan)
administrasi negara dan juga melindungi administrasi negara itu
sendiri. Selanjutnya
dikatakan bahwa melindungi sikap tindak administrasi
negara di satu pihak
dan warga negara di lain pihak, pada dasarnya menciptakan
kepastian hukum
yaitu segala sikap tindak administrasi negara harus senantiasa
memperhatikan batas-batas,
baik batas atas maupun bawah. Batas asas,
dimaksudkan taat
asas yaitu bahwa sikap tindak administrasi negara dalam
mewujudkan tugas
kekuasaannya, di antaranya mengeluarkan keputusan, maka
putusan-putusan itu
apabila lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturanperundang-undangan
yang lebih tinggi. Batas bawah, maksudnya
bahwa peraturan yang
dibuat tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi
warga negara.
Kesimpulan : dapat
dikatakan secara ringkas bahwa yang dimaksudkan dengan
Hukum Administrasi
negara adalah hukum yang mengatur dan mengikat alat
administrasi negara
dalam menjalankan wewenang yang menjadi tugasnya
selaku alat
administrasi negara dalam melayani warga negara harus senantiasa
memperhatikan
kepentingan warga negara. HAN sangat penting dan dibutuhkan
dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara oleh administrasi negara. Keberadaan
hukum administrasi
negara berperan mengatur wewenang, tugas dan fungsi
administrasi negara,
disamping itu juga berperan untuk membatasi kekuasaan
yang diselenggarakan
oleh administrasi negara.
PENGERTIAN ALAT
ADMINISTRASI NEGARA, PEMERINTAH DAN
APARAT PEMERINTAH
Victor Situmorang dalam
bukunya “Dasar-dasar Hukum Administrasi
Negara” meninjau
pengertian Administrasi Negara/Tata Usaha Negara dan
Pemerintah dari dua
(2) segi :
a) Tinjauan dari
para penganut teori residu yang terkena pengaruh teori
Trias Politika
(dengan tokoh Van Vollen Hoven), menyatakan bahwa
administrasi
negara/tata usaha negara adalah gabungan jabatan-jabatan,
berupa aparat/alat
administrasi yang dibawah pimpinan pemerintah
melaksanakan
sebagian pekerjaan pemerintah (tugas pemerintah) berupa
fungsi administrasi
yang tidak ditugaskan kepada badan-badan
pengadilan, badan
legislatif dan badan-badan pemerintah dari
persekutuan hukum
yang lebih rendah dari persekutuan negara.
Persekutuan-persekutuan
hukum yang lebih rendah dari negara adalah
daerah yang
masin-masing diberi kekuasaan untuk memerintah sendiri
daerahnya atas
inisiatif sendiri atau berdasarkan suatu delegasi kekuasaan
dari pemerintah
pusat (dulu dikenal dengan daerah swatantra tingkat
I,II,III serta
Daerah Istimewa).
b) Tanpa pengaruh
teori Trias Politika, dikemukakan oleh AM Donner
bahwa Administrasi
negara adalah badan yang
melaksanakan/menyelenggarakan
tujuan negara. Pendapat ini
dikemukakan oleh
Donner karena dia meninjau dari segi fungsinegara
yakni sebagai
penentu tujuan negara.
Prajudi Atmosudirdjo
mengemukakan
ada tiga (3) arti daripada
Administrasi Negara,
yaitu :
1) Sebagai aparatur
negara, aparatur pemerintah, atau sebagai institusi
politik;
2) Sebagai “fungsi”
atau sebagai aktivitas melayani atau sebagai kegiatan
“pemerintah
operasional; dan
3) Sebagai proses
teknis penyelenggaraan UU.
WF Prins membedakan
pemerintah dalam arti luas dan pemerintah
dalam arti sempit. Pemerintah
dalam arti luas : seluruh kekuasaan yang ada
dalam suatu negara
(legislative, eksekutif, yudikatif, dan polisionil), jadi identik
dengan negara.
Pemerintah dalam arti sempit : kekuasaan yang mempunyai
tugas khusus, yakni
melaksanakan tujuan dari peraturan perundangan
(eksekutif).
Muchsan menyatakan
bahwa aparat pemerintah (dalam arti sempit)
adalah para pejabat
yang melaksanakan kekuasaan eksekutif. Di negara
Indonesia
berdasarkanketentuan UUD1945 bentuk dari aparat pemerintah dalam
arti sempit adalah
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dengan para Mentri
sebagai pembantu
Presiden beserta jabatan-jabatan bawahan lainnya.
Philipus M.Hadjon
dkk mengemukakan
bahwa pemerintahan dapat
difahami melalui dua
pengertian : di satu pihak dalam arti “fungsi pemerintah”
(kegiatan
memerintah), di lain pihak dalam arti “organisasi pemerintah”
(kumpulan dari
kesatuan-kesatuan pemerintah). Fungsi dari pemerintah itu
dapat ditentukan
sedikit banyak dengan menempatkannya dalam hubungan
dengan fungsi
perundang-undangan dan peradilan. Pemerintahan dapat
dirumuskan secara
negatip sebagai segala macam kegiatan penguasa yang tidak
dapat disebutkan
sebagai suatu kegiatan perundang-undangan atau peradilan.
Perbedaan
antaraperundang-undangan, peradilan, dan pemerintah ini
mengingatkan kita
pada Trias Politika. Dalam ajaran yang sudah lama ini dianut
pandangan tentang
adanya suatu pemisahan diantara kekuasaan pembuat
undang-undang
kehakiman dan pihak pelaksana (eksekutif). Dewasa ini
“pemerintahan” ini
tidak sama dengan “kekuasaan eksekutif”. Banyak jenis
pemerintahan yang
tidak dapat dipandang sebagai pelaksanaan dari undangundang
seperti pemberian
subsidi tertentu, atau tugas melaksanakan pekerjaan
umum. Bagaimanapun
di kalangan para ahli hukum administrasi negara di
tahun-tahun akhir
ini telah berkembang perhatian yang luas terhadap keputusankeputusan
yang bersifat umum,
yakni rencana-rencana, peraturan-peraturan
kebijaksanaan, juga
peraturan pemberian kuasa (wewenang). Tetapi perhatian
itu lebih banyak
terarah pada suatu pendekatan aturan-aturan yang sah dari
sudut pandang hukum
administrasi, bukan pada suatu pendekatan dari sudut
hukum politik tata
negara.
RUANG LINGKUP HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
Adapun ruang lingkup
dari HukumAdministrasi Negara adalah bertalian erat
dengan tugas dan
wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di
tingkat pusat maupun
daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara
(administrasi
negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat
(warga negara) serta
memberikan jaminan perlindungan hukum kepada
keduanya, yakni
kepada warga masyarakat dan administrasi negar itu sendiri.
Dalam perkembangan
sekarang ini dengan kecenderungan negara turut campur
tangan dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum
Administrasi Negara
(HAN) menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan
membuat luas dan
complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN.
Secara historis pada
awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni
sebagai penjaga
malam (natchwachter staad) yang hanya menjaga ketertiban,
keamanan, dan
keteraturan serta ketentraman masyarakat. Oleh karenanya
negara hanya sekedar
penjaga dan pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat
agar tidak terjadi
benturan-benturan, baik menyangkut kepentingan hak dan
kewajiban, kebebasan
dan kemerdekaan, dan atau benturan-benturan dalam
kehidupan masyarakat
lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas negara telah
selesai dan
sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak berkembang
dan bahkan statis.
Keadaan seperti ini tidak
akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun
di negara-negara
belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil,
sesederhana dan
seotoriter apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil
bagian dalam
kehidupan warga negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan
terjadinya hal
tersebut, maka perlu dibentuk hukum yang mengatur pemberian
jaminan dan
perlindungan bagi warga negara (masyarakat) apabila sewaktuwaktu
tindakan
administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga
masyarakat dan bagi
administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu
tepatlah apa yang
dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi hukum secara
klasik perlu
ditambah dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum
sebagai sarana
pembaharuan masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak
dipandang sebagai
kaidah semata-mata, akan tetapi juga sebagai sarana
pembangunan, yaitu
berfungsi sebagai pengarah dan jalan tempat berpijak
kegiatan pembangunan
untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di
samping itu sebagai
sarana pembaharuan masyarakat hukum harus juga mampu
memberi motivasi
cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak
terpaku kepada
pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan factorfaktor
sosiologis,
antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian
seperti apa yang
dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus
memperhatikan,
memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi
klasik dari hukum.
Mengenai ruang
lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi
Negara, Prajudi
Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang
dipelajari dalam HAN
yaitu meliputi :
1) Hukumtentang
dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi
negara;
2) Hukum tentang
organisasi negara;
3) Hukum tentang
aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang
bersifat yuridis;
4) Hukum tentang
sarana-sarana dari administrasi negara terutama
mengenai kepegawaian
negara dan keuangan negara;
5) Hukum
administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang dibagi menjadi
:
a. Hukum
Administrasi Kepegawaian;
b. Hukum
Administrasi Keuangan;
c. Hukum
Administrasi Materiil;
d. Hukum
Administrasi Perusahaan Negara.
6) Hukum tentang
Peradilan Administrasi Negara.
Kusumadi Pudjosewojo, membagi
bidang-bidang pokok Hukum
Administrasi Negara
sebagai berikut :
1. Hukum Tata
Pemerintahan;
2. Hukum Tata
Keuangan termasuk Hukum Pajak;
3. Hukum Hubungan
Luar Negri;
4. Hukum Pertahanan
dan Keamanan Umum.
Walther Burekhardt menyebutkan
bidang-bidang pokok bagian dari
Hukum Administrasi
Negara, yaitu :
1. Hukum Kepolisian,
berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma
untuk bertingkah
laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan
pembatasan-pembatasan
tertentu terhadap kebebasan seseorang guna
kepentingan keamanan
umum;
2. Hukum Perlembagaan,
yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada
panguasa untuk
menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan
dalam lapangan
kebudayaan, kesenian, Ilmu Pengetahuan, kerohanian dan
kejasmanian,
kemasyarakatan dan lain-lain (pendidikan dan pengajaran di
sekolah-sekolah,
perpustakaan, tentang rumah sakit). Dengan meluasnya
bidang-bidang
kebebasan bergeraknya perseorangan maka penguasa
wajibmengatur
hubungan-hubungan hukum individu-individu tersebut
berdasarkan tugasnya
yakni menyelenggarakan kepentingan umum;
3. Hukum Keuangan,
yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan
perbekalan guna
melaksanakan tugas-tugas penguasa. Misalnya, aturan
tentang pajak, bea
dan cukai, peminjaman uang bagi negara dan lainlainnya.
KEDUDUKAN HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA DALAM LAPANGAN
HUKUM
Hukum Administrasi
Negara merupakan salah satu cabang/bagian dari ilmu
hukum yang khusus.
HAN merupakan ilmu hukum yang tidak statis, akan tetapi
berkembang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan dalam masyarakat. Di
dalam ilmu hukum
publik, mula-mula HAN merupakan bagian dari HTN, kuliahkuliah
HAN ditempelkan
dalam HTN, akan tetapi karena timbulnya Welfare State,
negara hukum modern
yang mengutamakan kesejahteraan rakyat pada akhir
abad 19 dan
permulaan abad20 (antara tahun (1946-1948) diadakan pemisahan
antara HAN dengan
HTN. HAN berkembang dengan pesat, kemudian HAN diakui
merupakan bagian
tersendiri dari hukum publik dan sebagian ada pada hukum
privat.
Philipus M. Hadjon
dkk mengemukakan
bahwa hukum administrasi
materiil terletak
diantara hukum privat dan hukum pidana (publik). Hukum
pidana berisi
norma-norma yang begitu penting (esensial) bagi kehidupan
masyarakat sehingga
penegakan norma-norma tersebut tidak diserahkan pada
pihak partikelir
tetapi harus dilakukan oleh penguasa. Hukum privat berisi
norma-norma yang
penegakannya dapat diserahkan pada pihak partikelir.
Diantara bidang
hukum itu terletak hukum administrasi. Oleh karenanya HAN
dapat dikatakan
sebagai “hukum antara”.
HUBUNGAN ANTARA
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN HUKUM
TATA NEGARA
Ada dua golongan
pendapat mengenai hubungan antara HAN dengan
HTN. Golongan
pertama, menyatakan ada perbedaan yuridis prinsipiil antara
HAN dengan HTN.
Golongan kedua menyatakan tidak ada perbedaan yuridis
prinsipiil antara
HAN dengan HTN. Para ahli yang berpendapat bahwa ada
perbedaan yuridis
prinsipiil antara HAN dan HTN adalah Oppenheim, Van
Vollenhoven dan
Logeman. Sedangkan pendapat kedua yang menyatakan tidak
ada perbedaan
yuridis prinsipiil antara HAN dan HTN diikuti oleh Kranenburg,
Prins, dan Prajudi
Atmosudirdjo.
Oppenheim, menyatakan
bahwa yang dipersoalkan HTN adalah negara
dalam keadaan
berhenti sedangkan HAN adalah peraturan-peraturan hukum
mengenai negara
dalam keadaan bergerak. HTN merupakan kumpulan
peraturan-peraturan
hukum yang membentuk alat-alat perlengkapan negara dan
memberikan kepadanya
wewenang yang membagi-bagikan tugas pekerjaan dari
pemerintah modern
antara bebeeapa alat perlengkapan negara di tingkat tinggi
dan tingkat rendah.
Sedangkan HAN adalah sekumpulan peraturan-peraturan
hukum yang mengikat
alat-alat perlengkapan yang tinggi maupun yang rendah
dalam menggunakan
wewenangnya yang telah diberikan/ditetapkan dalam HTN.
Van Vollenhoven menyatakan
bahwa yang termasuk di dalam HAN,
adalah semua
peraturan hukum nasional sesudah dikurang HTN materiil, hukum
perdata materiil dan
hukum pidana materiil. Hubungan antara HTN dengan HAN,
yaitu bahwa
badan-badan kenegaraan memperoleh wewenang dari HTN dan
badan-badan
kenegaraan itu menggunakan wewenangnya harus berdasarkan
atau sesuai dengan
HAN.
Logeman mengemukakan
bahwa HTN merupakan suatu pelajaran
tentang kompetensi,
sedangkan HAN/HTP merupakan suatu pelajaran tentang
perhubungan-perhubungan
hukum istimewa. Menurutnya HTN mempelajari :
a. Jabatan-jabatan
apa yang ada dalam susunan suatu negara;
b. Siapa yang
mengadakan jabatan tersebut;
c. Dengan cara
bagaimana jabatan-jabatan itu ditempati oleh pejabat;
d. Fungsi/lapangan
kerja dari jabatan-jabatan itu;
e. Kekuasaan hukum
dari jabatan-jabatan itu;
f. Hubungan antara masing-masing
jabatan;
g. Dalam batas-batas
manakah organ-organ kenegaraan dapat melakukan
tugasnya.
Sedangkan yang
dipelajari dalam HAN/HTP yaitu sifat, bentuk dan akibat hukum
yang timbul karena
perbuatan hukum istimewa yang dilakukan oleh para
pejabat dalam
menjalankan tugasnya.
Kranenburg, Prins
dan Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa
antara HAN dengan
HTN tidak ada perbedaan yuridis prinsipiil, perbedaan yang
ada hanya pada titik
berat/fokus pembahasan. HTN fokusnya adalah hukum
rangka dasar dari
negara sebagai keseluruhan, sedangkan HAN fokusnya
merupakan bagian
khusus dari HTN.
Kranenburg menyatakan
bahwa kalau di dalam praktek ada perbedaan,
hanya karena untuk
mencapai kemanfaatan dalam penyelidikan. Menurutnya
yang digolongkan
dalam HTN adalah peraturan-peraturan yang mengatur
struktur umum dari
suatu pemerintahan negara, misalnya UUD dan UU organic
(UU yang mengatur
daerah-daerah otonom), HAN berisi UU dan peraturanperaturan
khusus misalnya :
hukum kepegawaian.
Prins mengemukakan
bahwa HTN mempelajari hal-hal yang fundamental
yang merupakan
dasar-dasar dari negara dan langsung menyangkut tiap-tiap
warga negara,
sedangkan HAN menitikberatkan pada hal-hal yang teknis saja,
yang hanya penting
bagi para spesialis. Disendirikannya HAN dari HTN tidak
karena adanya
perbedaan tugas antara HTN dan HAN, akan tetapi karena sudah
sedemikian
berkembangnya HAN, sehingga memerlukan perhatian tersendiri
bukan sebagai
tambahan/sampiran HTN saja.
Prajudi Atmosudirdjo
menyatakan
bahwa perbedaan HTN dan HAN
hanya terletak pada
titik berat dalam pembahasan. Di dalam mempelajari HTN
fokus perhatian ada
pada konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan di
dalam HAN fokus atau
titik berat perhatian kita secara khas kepada administrasi
negara. Hubungan
antara HAN dengan HTN mirip dengan hubungan antara
Hukum Dagang dengan
Hukum Perdata, di mana Hukum Dagang merupakan
spesialisasi dari
Hukum Perikatan di dalam Hukum Perdata. HAN merupakan
spesialisasi belaka
pada salah satu bagian dari HTN, sehingga asas-asas dan
kaidah-kaidah dari
HTN yang bersangkutan dengan administrasi negara berlaku
pula bagi HAN.
Buku Sumber :
- Muchsan, SH,
1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Muchsan, SH,
1981, Peradilan Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Phillipus M.
Hadjon dkk, 1993, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta;
- Prajudi
Atmosudirdjo, Prof. Dr. Mr., 1983, Hukum Administrasi
Negara, Ghalia
Indonesia, Jakarta;
- SF Marbun
dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara,
UII Press, Yogyakarta;
- Utrecht, E,
1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Pustaka
Tinta Mas, Surabaya:
- Victor
Situmorang, SH, 1988, Dasar-Dasar HukumAdministrasi
Negara, Bina Aksara,
Jakarta.
BAB II SUMBER-SUMBER
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN SUBYEK HUKUM
ADMINISTRASI NEGARA
SUMBER HUKUM
MATERIIL HAKUM ADMINISTRASI NAGARA
Dimaksudkan dengan
sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan aturan
hukum serta tempat diketemukannya hukum. Sumber
hukum materiil Hukum
Administrasi Negara adalah meliputi faktor-faktor yang
ikut mempengaruhi
isi/materi dari aturan-aturan hukum. Faktor-faktor tersebut
antara lain :
1) Sejarah/historis
:
a) UU dan system
hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu
tempat;
b) Dokumen-dokumen;
surat-surat serta keterangan lain dari masa lampau.
UU dan system hukum
tertulis yang berlaku pada masa lampau lebih
penting bila
dibandingkan dengan dokumen serta surat-surat dan
keterangan lain pada
masa lampau sebab UU dan system hukum tertulis
itulah yang
merupakan hukum yang betul-betul. Sedangkan dokumen, suratsurat
dan keterangan lain
hanya bersifat mengenalkan hukum yang berlaku
pada masa lampau.
2)
Sosiologis/Antropologis
Menyoroti
lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apa yang
dirasakan sebagai
hukum oleh lembaga-lembaga itu. Berdasarkan
pengetahuan dari
lembaga-lembaga sosial itu dapat dibuat materi hukum
yang sesuai dengan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Dengan kata lain
secara sosiologis, sumber hukum adalah faktor-faktor dalam
masyarakat yang ikut
menentukan materi hukum positif. Antara lain :
pandangan ekonomis,
agamis dan psikologis.
4) Filosofis
Ada 2 faktor penting
yang dapat menjadi sumber hukum secara filosofis :
a) Karena hukum itu
dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan
maka hal-hal yang
secara filosofis dianggap adil dijadikan pula sebagai
sumber hukum
materiil;
b) Faktor-faktor
yang mendorong orang tunduk pada hukum. Oleh karena
hukum diciptakan
untuk ditaati maka seluruh faktor yang dapat
mendukung seseorang
taat pada hukum harus diperhatikan dalam
pembuatan aturan
hukum positif, di antaranya adalah faktor kekuasaan
penguasa dan
kesadaran hukum masyarakat.
SUMBER HUKUM FORMIL
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Sumber hukum formil
adalah sumber hukum materiil yang sudah dibentuk
melalui
proses-proses tertentu, sehingga sumber hukum tadi menjadi berlaku
umum dan ditaati
berlakunya oleh umum. Ada beberapa sumber hukum formil
Hukum Administrasi
Negara :
a) Undang-undang
(dalam arti luas);
b) Kebiasaan/praktek
Alat Tata Usaha Negara;
c) Yurisprudensi;
d) Doktrin/pendapat
para ahli;
e) Traktat.
Undang-Undang
Undang-undang yang
dimaksudkan sebagai sumber hukum formil HAN
adalah Undang-undang
dalam arti materiil atau UU dalam arti yang luas. Buys
menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan UU dalam arti materiil adalah setiap
keputusan pemerintah
yang berdasarkan materinya mengikat langsung setiap
penduduk pada suatu
daerah. Dengan demikian yang dimaksud dengan UU
dalam arti materiil
adalah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat
yang tinggi sampai
tingkat yang rendah yang isinya mengikat setiap penduduk.
Di Indonesia yang
dimaksudkan dengan UU dalam arti materiil atau UU dalam
arti yang luas
meliputi semua peraturan perundang-undangan yang tertuang
dalam TAP MPRS
No.XX/MPRS/1966 sebagaimana telah disempurnakan dengan
TAP MPR No.II Tahun
2000 mengenai Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu :
1. UUD 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. UU;
4. Peraturan
Pemerintah pengganti UU (Perpu);
5. Peraturan
Pemerintah;
6. Keputusan
Presidan;
7. Peraturan Daerah;
8. Dan
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
Mengenai
perundang-undangan ini, pemerintah mengeluarkan UU No.10 Tahun
2004 yang mengatur
tentang tata urutan perundang-undangan di Indonesia.
Adapun yang
dimaksudkan dengan UU dalam arti sempit atau UU dalam
arti fomil adalah
setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU disebabkan
oleh cara
terjadinya, jadi dilihat dari segi bentuk. Di Indonesia yang dimaksudkan
dengan UU dalam arti
formil adalah semua keputusan pemerintah yang
ditetapkan oleh
presiden dengan persetujuan wakil-wakil rakyat.
Kebiasaan/Praktek
Administrasi Negara
Alat Administrasi
Negara mempunyai tugas melaksanakan apa yang
menjadi tujuan
Undang-undang dan menyelenggarakan kepentingan umum. Di
dalam rangka
melaksanakan tugasnya alat Administrasi Negara menghasilkan
atau mengeluarkan
keputusan-keputusan/ketetapan-ketetapan guna
menyelesaikan suatu
masalah konkrit yang terjadi berdasarkan peraturan hukum
(Undang-undang dalam
arti yang luas atau Undang-undang dalam arti materiil)
yang abstrak
sifatnya. Keputusan-keputusan alat Administrasi Negara ini sering
dikenal dengan
istilah beschikking atau UU Peradilan Tata Usaha Negara
menyebutnya dengan
istilah Keputusan Tata Usaha Negara. Di dalam
mengeluarkan
keputusan-keputusan/ketetapan-ketetapan inilah timbul praktek
administrasi negara
yang melahirkan Hukum Administrasi Negara kebiasaan atau
HAN yang tidak
tertulis.
Sebagai sumber hukum
formil, sering terjadi praktek administrasi negara
berdiri sendiri di
samping Undang-undang sebagai sumber hukum formil HAN.
Bahkan tidak jarang
terjadi praktek administrasi negara ini dapat
mengesampingkan
peraturan perundang-undangan yang telah ada. Hal ini
terutama terjadi
pada suatu negara yang sedang berkembang dan membangun
seperti Indonesia,
karena sangat dibutuhkan suatu gerak cepat dan lincah dari
alat Administrasi
Negara untuk mensukseskan tujuan pembangunan. Kita sadari
bahwa sering kali
terjadi pembangunan lebih cepat dari pada lajunya peraturan
perundang-undangan
yang dibuat olah pemerintah, sehingga kadang-kadang
untuk menyelesaikan
masalah konkrit peraturan perundang-undangannya belum
ada. Ataupun kalau
ada peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman.
Untuk mengatasi keadaan yang demikian ini maka
kepada alat
Administrasi Negara diberikan suatu kebebasan bertindak yang
sering kita kenal
dengan asas freies ermessen atau pouvoir discretionnaire, yaitu
kebebasan untuk
bertindak dengan tidak berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
Alat Administrasi
Negara melaksanakan tugas dan fungsinya berlandaskan
pada praktek
administrasi negara atau sering dikenal dengan hukum kebiasaan
yang telah dilakukan
dalam praktek administrasi negara tanpa berdasarkan
peraturan perundang-undangan
yang telah ada, karena mungkin juga peraturanperaturan
itu sudah
ketinggalan zaman sehingga tidak cocok lagi dengan
keadaan, situasi dan
kondisi pada saat pengambilan keputusan. Oleh karena itu
dasar dari
pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah konkrit yang
harus dilakukan oleh
alat Administrasi Negara yang terdahulu, yang tugas dan
fungsinya sama.
Dengan demikian akhirnya tindakan atau praktek alat
Administrasi Negara
terdahulu itu dijadikan sumber hukum bagi tindakan alat
Administrasi Negara
yang lain. Namun perlu diketahui bahwa keputusan alat
Administrasi
terdahulu (praktek administrasi negara) yang dapat dijadikan
sumber hukum formil
HAN adalah keputusan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.
Yurisprudensi
Dimaksudkan dengan
yurisprudensi ini adalah suatu keputusan hakim
atau keputusan suatu
badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.
Yurisprudensi sebagai sumber hukum ini berkaitan dengan prinsip
bahwa hakim tidak
boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya
dengan alas an belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
perkara tersebut,
sehingga seorang hakim harus melihat juga nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat dan
keputusan hakim yang terdahulu, apabila ia bertugas
menyelesaikan permasalahan
yang belum da peraturan perundangundangannya.
Doktrin/Pendapat
para ahli HAN
Alas an mengapa
doktrin dapat dipakai sebagai sumber hukum formil
HAN, adalah karena
doktrin/pendapat para ahli tersebut dapat melahirkan teoriteori
baru dalam lapangan
HAN, yang kemudian dapat mendorong atau
menimbulkan
kaidah-kaidah HAN. Sebagai contoh ajaran functionare de fait,yaitu
suatu ajaran yang
menyatakan dianggap sah keputusan-keputusan yang
dihasilkan atau
dikeluarkan oleh seorang alat Administrasi Negara yang
sebetulnya secara
yuridis formil kewenangannya untuk mengeluarkan atau
menrbitkan
keputusan-keputusan dianggap tidak sah.
Doktrin sebagai
sumber hukum formil HAN, berlainan dengan sumbersumber
hukum yang lain
karena doktrin ini diakui sebagai sumber hukum formil
HAN memerlukan waktu
yang lama dan proses yang panjang. Undang-undang
begitu diundangkan
(sudah mengikat umum), langsung dapat dipakai sebagai
sumber hukum. Yurisprudensi
begitu mempunyai kekuatan hukum yang tetap
langsung bisa
menjadi sumber hukum. Begitu juga kebiasaan/praktek
administrasi negara, setelah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap
langsung bisa
dipakai sebagai sumber hukum. Akan tetapi doktrin atau pendapat
para ahli HAN, baru
dapat dipakai sebagai sumber hukum HAN apabila doktrin
tersebut sudah
diakui oleh umum.
Traktat
Traktat sebagai
sumber hukum formal dari sumber hukum administrasi
negara ini berasal
dari perjanjian internasional yang kemudian diratifikasi oleh
pemerintah untuk
dilaksanakan di negara yang telah meratifikasi perjanjian
internasional
tersebut. Namun demikian perjanjian internasional yang dapat
dijadikan sumber
hukum formal hanyalah perjanjian internasional yang penting,
lazimnya berbentuk
traktat atau traty. Kalau tidak dibatasi demukian menurut
Sudikno Mertokusumo
pemerintah tidak mempunyai cukup keleluasaan bergerak
untuk menjalankan
hubungan internasional dengan sewajarnya. Apalagi untuk
berlakunya traktat
di suatu negara ini diharuskan mendapatkan persetujuan
terlebih dahulu dari
wakil-wakil rakyat.
SUBYEK HUKUM ADMINISTRASI
NEGARA
Subyek hukum adalah
segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban dari
hukum. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum
hanyalah manusia
atau orang atau sesuatu yang dapat dipersamakan dengan
orang yang sering
kita kenal dengan istilah badan hukum. Badan hukum itu
bertindak sebagai
satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang. Hukum
menciptakan badan
hukum oleh karena pengakuan organisasi atau kelompok
manusia sebagai
subyek hukum itu sangat diperlukan karena hal itu bermanfaat
bagi lalu lintas
hukum.
Hukum Administrasi
Negara memiliki ruang lingkup yang luas, di
antaranya
membicarakan mengenai aparatur pemerintah sebagai bagian dari alat
Administrasi Negara
yang dapat melakukan tindakan-tindakan khususnya
tindakan yang
berakibat hukumdilakukan oleh subyek hukum. Tindakan hukum
ini bisa dilakukan
oleh manusia atau orang yang telah dilekati berbagai status
dan kedudukan dalam
hal ini aparatur negara atau aparatur pemerintah yang
biasanya dilakukan
oleh pegawai negri maupun badan hukum public yang
bertindak sebagai
organ negara. Dapat dikatakan bahwa subyek hukum dalam
lapangan HAN adalah
:
1. Pegawai Negri;
2. Jabatan-jabatan;
3. Jawatan publik,
dinas-dinas public, badan usaha milik negara/daerah;
4. Daerah swapraja
dan daerah swatantra (daerah kabupaten/kota dan
propinsi);
5. Negara
Pegawai Negri
Dimaksudkan dengan
pegawai negri adalah mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara lainnya
yang ditetapkan
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan digaji
menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan seorang
WNI menjadi pegawai
negri sudah ditentukan dengan tegas. Ia tidak dibenarkan
menerima
keuntungan-keuntungan lain dari haknya selain yang diperkenankan
menurut aturan
perundang-undangan. Di sini terlihat bahwa pegawai negri
merupakan pendukung
hak dan kewajiban, dimana ia berhak menerima sesuatu
yang yang
diperkenankan tetapi di dalam penerimaan itu kepadanya dibebankan
kewajiban
menjalankan/memelihara hak yang diterimanya sesuai peraturan
perundang-undangan.
Contoh hak dan kewajiban tersebut diantaranya :
- Hak menerima gaji
dan tunjangan lain yang sah, memperoleh cuti;
- Hak untuk memangku
suatu jabatan;
- Kewajiban untuk
membayar pajak;
- Kewajiban untuk
melaksanakan tugasnya sesuai aturan perundang-undangan
yang bersumber dari
lapangan hukum publik.
Jabatan
Jabatan adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak
seseorang dalam rangka susunan suatu satuan organisasi.
Kalau kedudukan itu
berada dalam lingkup pemerintahan, maka jabatan yang
dimaksud adalah
jabatan negri. Jabatan negri adalah jabatan yang mewakili
pemerintah.
Sedangkan
dimaksudkan dengan badan negara misalnya karena
keanggotaan
seseorang di dalam lembaga negara di bidang eksekutif disebut
departemen atau
lembaga pemerintah non departemen pada tingkat tertinggi
dan jabatan-jabatan
pad tingkat di bawahnya. Di bidang lainnya haruslah dilihat
dalam fungsi politik
dan yudikatif, seperti jabatan karena keanggotaan pada
kelembagaan negara.
Jabatan-jabatan demikian ini adalah jabatan negara yaitu
jabatan yang
mewakili negara. Jabatan dapat dipandang dari berbagai segi,
misalnya jabatan
structural, jabatan fungsional.
Jabatan sebagai
subyek hukum dalam lapangan HAN adalah sebagai
pendukung hak dan
kewajiban, oleh karena itu jabatan juga memiliki
kewenangan hukum
sebagaimana pegawai negri. Karena kewenangannya itu ia
berhak melakukan
sesuatu yang dibarengi dengan pelaksanaan kewajiban pada
lapangan hukum
publik. Sebagai contoh polisi berhak menangkap orang yang
mengganggu
ketertiban umum. Hak menangkap itu ada pada si polisi karena
jabatan sebagai
penjaga keamanan dalam kesatuan polisi, bukan pada orangnya.
Dengan demikian
seseorang yang memangku jabatan berhak menggunakan
jabatan itu di dalam
tugas, kedudukan dan kewenangannya. Atas penggunaan
jabatan itu pada
gilirannya ia berkewajiban bertanggung jawab atas tindakantindakan
dalam jabatannya.
Jabatan itu melekat
pada diri seseorang, maka orang yang memangku
jabatan disebut
pejabat. Dan kontinuitas jabatan dapatlah dilihat pada
bergantinya pejabat
terhadap sesuatu jabatan. Jabatan bersifat tetap sedangkan
pejabat dapat
berganti orang yang mendudukinya.
Jawatan, Dinas dan
BUMN/BUMD
Jawatan adalah
kesatuan organisasi aparatur pemerintah yang mencakup
tugas pemerintahan
yang bulat dan merupakan kesatuan anggaran negara
tersendiri. Sebagai
subyek hukum, maka hak yang dimiliki jawatan adalah
memiliki dan
menguasai kekayaan negara/daerah. Oleh karena itu jawatan
berkewajiban
memlihara dan menyimpan kekayaan negara/daerah. Dalam kaitan
itu setiap barang
yang dibeli, dipergunakan dan disimpan oleh jawatan selalu
dicantumkan pada
barang itu label yang bertuliskan “Milik Negara”. Dan
pembelian atas
barang itu dilakukan atas nama negara.
Sedangkan dinas,
dirumuskan sebagai sekelompok bagian organisasi yang
secara khusus
mengerjakan suatu tugas fungsional tertentu yang bersifat
homogen. Di bidang
administrasi negara, organisasi demikian ini dinamakan
dinas publik, yaitu
organisasi yang bertugas menyelenggarakan kepentingan
umum. Oleh karena
itu ia berhak bertindak atas nama negara dan berkewajiban
menyelenggarakan
tugas-tugas kenegaraan secara fungsional.
Adapun BUMN/BUMD
adalah sama kedudukannya dengan jawatan dan
dinas hanya saja
BUMN/BUMD ini lebih diarahkan pada tugas-tugas fungsional
yang bukan saja
menyelenggarakan kepentingan umum, akan tetapi disertai
dengan upaya
perolehan keuntungan. Di dalam praktek ternyata ada juga
yayasan-yayasan
pemerintah, perusahaan-perusahaan negara, partisipasi negara
dalam
perusahaan-perusahaan swasta dan yayasan-yayasan partikelir dengan
suatu macam
pengendalian oleh pihak pemerintah yang cukup besar.
Pada masa otonomi
daerah saat ini ternyata dinas-dinas daerah sering
berubah nama dan
sering terjadi penggabungan antara dinas yang satu dengan
dinas yang lain. Hal
ini harapannya dilakukan untuk mencapai efisiensi dan juga
mengingat keadaan
keuangan negara dan daerah karena pada masa awal
otonomi daerah ini,
keadaan keuangan daerah terutama daerah yang dari segi
sumber kekayaan
alamnya miskin merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
bagi para
pegawainya.
Daerah-daerah
Swapraja dan Swatantra (Daerah Kabupaten/Kota dan
Provinsi)
Daerah ini adalah
suatu kesatuan wilayah dalam organisasi negara yang
karena kelahirannya
disebabkan mungkin didasarkan atas hak swapraja yang
diakui ataukah
karena hak otonom yang diperolehnya. Sebagai kesatuan wilayah
di dalam
perkembangannya ia berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya
sendiri dalam
wilayah kekuasaan negara. Dengan haknya yang demikian itu ia
berkewajiban
menyelenggarakan kepentingan umum.
Negara
Negara adalah
organisasi dari sekumpulan rakyat yang mendiami wilayah
tertentu dan diselenggarakan
oleh pemerintah berdasarkan kedaulatan yang
diperolehnya dan
dimilikinya. Di dalam kedudukannya sebagai subyek hukum
maka negara berhak
melindungi, mengurus dan mengatur dirinya sebagai
organisasi sehingga
pada gilirannya ia berkewajiban mencapai tujuan yang
ditetapkan. Sebagai
subyek hukum maka sumber hak dan kewajibannya
bersumber dari
lapangan hukum public sehingga cakupannya luas dan
menyeluruh dalam
hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.
Buku Sumber :
- Farid Ali,
Drs, SH, Msc. 1996, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses
Legislatif
Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta;
- Muchsan, SH,
1998, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Philipus M.
Hadjon. et al, 1993, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta;
- Sudikno
Mertokusumo, Prof. Dr. SH, 1999, Mengenal Hukum, Liberty,
Yogyakarta;
- Utrecht, E,
1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Pustaka
Tinta Mas, Surabaya;
- Victor
Situmorang, SH, 1989, Dasar-dasar Hukum Administrasi
Negara, Bina Aksara,
Jakarta;
BAB III
BENTUK-BENTUK HUKUM
PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA
PENGERTIAN PERBUATAN
ALAT ADMINISTRASI NEGARA
Komisi Van Poelje : perbuatan
hukum alat administrasi negara/alat tata
usaha adalah
tndakan-tindakan hukum (dalam hukum publik) yang dilakukan
oleh penguasa dalam
menjalankan fungsi pemerintahan dalam arti sempit.
Romeyn : tindak
pangreh adalah tiap-tiap tindakan (perbuatan) dari
suatu alat
perlengkapan pemerintah (bestuursorgaan), juga diluar lapangan
hukum tata
pemerintahan yang bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum di
bidang hukum
administrasi.
E. Utrecht : perbuatan
pemerintah ialah tiap-tiap perbuatan yang
dilakukan pemerintah
dengan maksud untuk menyelenggarakan kepentingan
umum, termasuk
perbuatan mengadakan peraturan maupun perbuatan
mengadakan ketetapan
atau perjanjian.
Substansi dari
perbuatan alat administrasi negara adalah tiap-tiap
tindakan yang
dilakukan oleh alat tata usaha negara/alat pemerintah tidak hanya
dalam fungsi
eksekutif, akan tetapi juga dalam melaksanakan public service
sebagai konsekuensi
dari pelaksanaan Welfare State. Perbuatan alat administrasi
negara ini ada yang
masuk dalam klasifikasi perbuatan hukum dan perbuatan
nyata.
MACAM-MACAM
PERBUATAN ALAT ADMINISTRASI NEGARA
Di dalam rangka
melaksanakan tugas dan fungsinya alat administrasi
negara melakukan
berbagai macam perbuatan, yang apabila kita klasifikasikan
macam-macam
perbuatan alat administrasi negara tersebut ada yang merupakan
kategori perbuatan
hukum (rechtshandelingen) dan ada perbuatan yang bukan
merupakan perbuatan
hukum (feiteliykehandelingen). Untuk lebih jelasnya
macam-macam
perbuatan alat administrasi negara tersebut dapat dilihat dalam
skema berikut.
Perbuatan Alat
Administrasi Negara
Perbuatan Nyata
Perbuatan Hukum
Dasr Hukum Publik
Dasar Hukum Privat
Segi Satu Segi Dua
Segi Dua
Umum Individual
Terlihat dari skema
bahwa alat administrasi negara bisa melakukan
perbuatan nyata dan
perbuatan hukum. Untuk Hukum Administrasi Negara, yang
penting adalah
perbuatan Alat Administrasi Negara yang merupakan perbuatan
hukum
(rechtshandelingen), yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan
berdasarkan pada
hukum yang berlaku baik yang didasarkan hukum privat
maupun hukum publik.
Perbuatan hukum yang diadasarkan pada hukum publik
bisa bersegi satu
bisa pula bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu
apabila dalam
perbuatan itu hanya ada satu kehendak yang menonjol, bersegi
dua apabila di dalam
perbuatan itu ada dua kehendak yang sama-sama
menonjol. Perbuatan
yang didasarkan pada hukum privat selalu bersegi dua.
Perbuatan menurut
hukum yang dilakukanoleh alat administrasi negara ini yang
penting di dalam HAN
terutama yang didasarkan pada hukum public yang
bersegi satu.
Sedangkan perbuatan hukum menurut hukum privat pada
umumnya tidak termasuk
di dalam Hukum Administrasi Negara.
Perbuatan alat
administrasi negara yang merupakan perbuatan hukum
menurut hukum
privat, yaitu menyangkut hubungan hukum aparatur negara
dengan subyek hukum
lain berdasarkan hukum privat, sebagai contoh :
- Hubungan sewa
menyewa antara pemerintah dengan pihak swasta
yang diatur oleh
Pasal 1548 KUHPerdata;
- Penjualan
tanah eigendom yang diatur oleh Pasal 1547 KUHPerdata;
- Perjanjian
Kerja (pelayanan rumah tangga untuk kepentingan
kantor) yang diatur
KUHPerdata Buku III title 7 dan 7A
Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh alat administrasi negara berdasarkan
ketentuan-ketentuan
di atas tidak tergolong dalam HAN, melainkan masuk di
dalam perbuatan
hukum perdata.
Perbuatan hukum yang
didasarkan pada hukum publik baik itu perbuatan
untuk melaksanakan
peraturan maupun perbuatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk
menyelesaikan masalah konkrit termasuk juga yang didasarkan
pada Freies Ermessen
(kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri). Perbuatan ini
dilakukan untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Mengenai apa yang
dimaksud dengan
“kepentingan umum”, The Liang Gie menyatakan bahwa
kepentingan umum
ialah segenap hal yang mendorong tercapainya ketentraman,
kestabilan ekonomi
dan kemajuan dalam kehidupan masyarakat di samping
urusan-urusan yang
menyangkut negara dan rakyat seluruhnya sebagai satu
kesatuan, sedangkan Sudargo
Gautama menyatakan bahwa kepentingan
umum sama dengan
kesejahteraan umum. Dengan demikian tugas dan fungsi
alat administrasi
negara dalam negara kesejahteraan (welfare state) menjadi
sangat luas, tidak
semata-mata menjalankan roda pemerintahan, akan tetapi
juga berperan dalam
kehidupan social, ekonomi dan cultural. Oleh karena itu alat
administrasi negara
tidak lagi dipandang sebagai alat kekuasaan, akan tetapi
dipandang sebagai
alat pelayan masyarakat (public service). Menurut Faried Ali
dengan adanya canpur
tangan pemerintah yang luas dalam kegiatan sosialdan
ekonomi maka Hukum
Ekonomi (Economic Law) yang sering dipakai oleh para
ahli di aaindonesia
80% masuk dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan
20% masuk bidang
hukum privat.
Mengenai perbuatan
hukum alat administrasi negara yang didasarkan
pada hukum publik
ada perbedaan pendapat di antara para ahli. Ada ahli yang
tidak
menerima/membenarkan adanya perbuatan hukum public yang bersegi
dua. Menurut mereka
semua perbuatan hukum publik selalu bersegi satu antara
lain Paul Scolten,
Sybengan, Van Praag, Meyers. Alasan mereka tidak mengakui
perbuatan hukum
public bersegi dua, karena pada hakekatnya perbuatan
pemerintah/alat
administrasi negara adalah suatu perbuatan yang mengeluarkan
atau memberhentikan
suatu peraturan. Mereka bertitik tolak dari pandangan
yang didasarkan pada
teori kehendak (wilstheori). Menurut teori ini perbuatan
mengeluarkan atau
memberhentikan suatu peraturan, dalam hal ini hanya ada
satu kehendak yang
menonjol yakni kehendak pemerintah, sehingga di sini tidak
ada perjanjian dan
dalam perbuatan yang bersegi dua yakni ada perjanjian
antara dua pihak,
oleh karena itu tidak ada perbuatan pemerintah.
Para ahli yang
menerima pendapat adanya perbuatan hukum publik
bersegi dua yakni
Kranenburg-Vegting, Wiarda, Donner, Utrecht. Alasan mereka
menerima pendapat
adanya perbuatan hukum publik bersegi dua, karena yang
dimaksud dengan
perbuatan pemerintah adalah perbuatan dengan maksud
menyelenggarakan
kepentingan umum, termasuk perbuatan membuat peraturan
dan perbuatan
mengadakan keputusan atas perjanjian. Sebagai contoh :
perjanjian kerja
jangka pendek (Kortverband Contract) yang dilakukan oleh
pemerintah dengan
pihak swasta sebagai pekerja dan pemerintah sebagai
pemberi kerja. Di
sini ada kesesuaian dua kehendak, sehingga perbuatan hukum
itu dikatakan
bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi dua ini tidak diatur dalam
hukum privat akan
tetapi diatur oleh suatu hukum yang bersifat istimewa dalam
hal ini hukum
publik. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka pemerintah dapat
juga melakukan
perjanjian kerja yang sesungguhnya diatur dalam KUHPerdata
di mana perjanjian
itu karena sifatnya istimewa dimaksudkan sebagai perjanjian
menurut hukum
publik.
KEPUTUSAN/KETETAPAN
ADMINISTRASI NEGARA
Keputusan AN
merupakan perbuatan hukum publik bersegi satu, yang
dilakukan oleh Alat
AN untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Keputusan
AN ini dinegara
Belanda dikenal dengan istilah Beschikking, Perancis dikenal
dengan Acte
Administratif, di Jerman dikenal dengan Verwaltungsakt. Di
Indonesia belum ada
kesatuan pendapat mengenai istilah yang merupakan
terjemahan dari
Beschikking ini. Utrecht, menerjemahkan dengan istilah
Ketetapan, sedangkan
Koentjoro Purbopranoto menyebutnya dengan istilah
Keputusan. Keputusan
yang dibuat oleh alat administrasi negara ini merupakan
bagian terbesar dari
macam-macam perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat
administrasi negara.
Perbuatan alat administrasi negara dalam mengadakan
keputusan/ketetapan
ini disebut penetapan.
Keputusan atau
ketetapan, ada yang dibuat untuk menyelengarakan
hubungan-hubungan
dalam lingkungan alat administrasi yang membuatnya yang
dikenaldengan
keputusan intern. Ada juga yang dibuat untuk menyelenggarakan
hubungan antara alat
administrasi negara yang membuatnya dengan pihak
swasta atau warga
masyarakat atau antara dua atau lebih alat administrasi
negara, yang dikenal
dengan keputusan ekstern. Di dalam HAN yang terpenting
adalah
keputusan/ketetapan ekstern.
Prins, memberikan
definisi keputusan/ketetapan sebagai perbuatan
hukum bersegi satu
dalam lapangan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur)
dilakukanoleh alat
pemerintahan dalam arti yang luas berdasarkan kekuasaan
istimewa. Sedangkan
Utrecht menyatakan bahwa ketetapan adalah suatu
perbuatan pemerintah
dalam arti kata luas yang khusus bagi lapangan
pemerintahan dalam
arti kata sempit (dalam menyelenggarakan kepentingan
umum). Dengan
demikian tidak berarti bahwa ketetapan itu hanya dibuat oleh
alat pemerintah
dalam bidang eksekutif, akan tetapi bisa juga dibuat oleh alat
pemerintah dalam
bidang legislatif dan yudikatif.
Undang-undang No.5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
menyebut ketetapan
ini dengan sebutan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Adapun yang
dimaksudkan dengan Keputusan/Ketetapan AN (UU Peratun
menyebut dengan
istilah keputusan TUN), berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka
3 UU No.5 Tahun 1986
(UU Peratun) adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh
Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum Tata
Usaha Negara
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, bersifat
konkrit, individual
dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum
perdata. Unsur-unsur utama Keputusan TUN seperti
dirumuskan dalam
Pasal 1 angka 3 UU Peratun, yaitu :
Penetapan
tertulis;
Oleh
Badan atau Pejabat TUN;
Konkrit;
Individual;
Final;serta
Menimbulkan
akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.
Penetapan tertulis
maksudnya adalah cukup ada hitam diatas putih,
karena menurut
penjelasan Pasal 1 angka 3 UU Peratun dikatakan bahwa
bentuk formal tidak
penting dan bahkan nota dinas atau memo pun sudah
memenuhi syarat
sebagai penetapan tertulis. Adapun Badan atau
Pejabat TUN yang
dirumuskan dalam UU Peratun itu pada dasarnya
adalah badan-badan
atau pejabat yang melakukan urusan pemerintahan
dalam arti sempit.
Kalau kita
bandingkan rumusan Keputusan/Ketetapan yang
dikemukakan oleh Prins
dan Utrecht dengan rumusan KTUN yang
dimuat dalam UU
Peratun, lebih luas rumusan yang dikemukakan oleh
Prins dan Utrecht.
Menurut rumusan Prins dan Utrecht badan/pejabatpejabat
yang membuat atau
mengeluarkan Keputusan/Ketetapan tidak
terbatas pada
badan/pejabat dalam lingkup pemerintahan dalam arti yang
sempit, akan tetapi
badan/pejabat-pejabat dalam lingkup pemerintahan
dalam arti yang luas
(legislatif maupun yudikatif) bisa membuat
keputusan/ketetapan
hanya saja keputusan/ketetapan itu dimaksudkan
untuk
menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas dan urusan
pemerintahan dalam
arti yang sempit (eksekutif). Sedangkan KTUN yang
ditentukan dalam UU
Peratun hanya KTUN yang dibuat oleh
badan/pejabat-pejabat
dalam lingkup eksekutif. Hal ini bisa kita fahami
mengingat bahwa UU
Peratun membatasi KTUN yang bisa dibawa ke
Peratun yang bisa
dibawa ke Peratun hanyalah KTUN yang dibuat oleh
alat administrasi
negara dalam lingkungan eksekutif.
Untuk dapat
menjalankan tugasnya, di samping membuat
keputusan, Alat
Administrasi Negara juga mengeluarkan peraturan. Di
mana pada waktu kita
membahas pengertian HAN, Prajudi Atmasudirdjo
menyatakan bahwa
peraturan ini termasuk dalam UU dalam arti luas yang
merupakan bagian
dari sumber Hukum Tata Usaha Negara yang bersifat
otonom, yang dapat
diubah, ditambah oleh Alat Tata Usaha Negara
apabila perlu dengan
memperhatian asas-asas umum pemerintahan yang
baik.
Adapun perbedaan
antara keputusan/ketetapan dengan peraturan,
yaitu :
Keputusan/Ketetapan
: dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang
konkret yang telah
diketahui lebih dulu oleh alat AN dan bersifat
kasuistik. Sebagai
contoh : SK penerimaan pegawai, di sana disebut
secara tegas
nama-nama pelamar yang diterima sebagai calon
pegawai, sehingga SK
tersebut hanya diperuntukkan bagi para
pelamar yang diterima
sebagai calon pegawai yang disebut dalam SK
itu.
Peraturan
: dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang bersifat abstrak
yang belum diketahui
sebelumnya dan bersifat umum, dan yang
mungkin akan
terjadi. Sebagai contoh : peraturan (Keputusan) yang
mengatur tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar
PNS. Di sana tidak
bisa disebut satu persatu calon pelamar,
melainkan
diperuntukkan bagi semua calon pelamar sebagai PNS,
sehingga dikatakan
berlaku umum dan bersifat abstrak karena belum
diketahui siapa
sajakah nama-nama orang yang berniat melamar
sebagai PNS.
Akan tetapi perlu
diingat bahwa walaupun satu peraturan itu dibuat
untuk menyelesaikan
hal-hal yang masih abstrak, tetapi seringkali perkara
konkrit yang terjadi
sebelumnya menjadi sebab maka itu dikeluarkan.
Kadang-kadang
perbedaan antara keputusan dengan peraturan itu
tidak jelas, karena
produk hukum Alat Tata Usaha Negara yang kita kenal
dengan peraturan ini
juga bentuk formalnya merupakan keputusan tapi isinya
bersifat mengatur.
Apalagi dalam suatu peraturan yang sifatnya einmalig, yaitu
suatu peraturan yang
dibuat untuk menyelesaikan suatu perkara konkrit dan
setelah penyelesaian
itu terlaksana kemudian peraturan itu berhenti berlaku
tanpa dicabut. Juga
perlu diketahui bahwa untuk membedakan apakah suatu
keputusan itu
merupakan peraturan atau keputusan dalam arti beschikking
Philipus M.Hadjon
dkk menyatakan bahwa pada umumnya Badan-Badan TUN
seperti halnya
departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemda
tingkat I dan II
(sekarang dengan berlakunya UU No.22 Tahun 1999
sebagaimana teleh
diubah dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah di
daerah disebut
dengan pemda Propinsi dan pemda Kabupaten/Kota)
menetapkan bentuk
tertentu yang membedakan keputusan TUN dalam arti
beschikking dengan
keputusan yang merupakan peraturan. Keputusan yang
merupakan
beschikking disebut dengan judul SK (Surat Keputusan) misalnya :
SK Menteri, SK
Gubernur dan lain sebagainya. Sedangkan keputusan yang
merupakan peraturan
yang bersifat umum disebut dengan Keputusan, misal
Keputusan Menteri.
Di dalam UU Peratun
(Pasal 2 huruf a) bentuk hukum peraturan ini dikenal
dengan istilah
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang
bersifat umum.
Di samping membuat
keputusan dan peraturan Alat Administrasi Negara
juga mengeluarkan
produk hukum yang dikenal dengan sebutan pseudo
wetgeving atau
peraturan-peraturan kebijakan yang sering juga dikenal dengan
nama peraturan
perundang-undangan semu. Hal ini dilakukan oleh Alat Tata
Usaha Negara untuk
menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu.
Produk ini tidak
terlepas dari kaitan penggunaan asas freies ermessen.
Bentuknya bisa
berujud Pedoman, Surat Edaran yang mengumumkan kebijakan
tertentu. Suatu
peraturan kebijakan pada hakekatnya merupakan produk dari
perbuatan Alat Tata
Usaha Negara yang bertujuan menampakkan
kebijaksanaan/kebebasan
bertindak (freies ermessen) secara tertulis, namun
tanpa disertai
kewenangan untuk membuat peraturan dari si pembuat kebijakan
tersebut. Sebetulnya
Alat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan pseudo
wetgeving tersebut
tidak berhak membuat peraturan, akan tetapi karena ada
hal-hal konkrit yang
mendesak untuk segera diselesaikan maka lalu dibuat suatu
kebijaksanaan.
Perbedaan antara pseudo wetgeving, yaitu :
- pseudo
wetgeiving tidak mengikat secara langsung namun
mempunyai relevansi
hukum, sedangkan peraturan mengikat secara
hukum;
- pseudo
wetgeiving tidak mempunyai sansi yang tegas hanya
mempunyai sanksi
moral, sedangkan peraturan umumnya
mempunyai sanksi
tegas;
- pseudo
wetgeiving apabila ada keadaan-keadaan khusus yang
mendesak umumnya
bisa disimpangi; sedangkan peraturan
umumnya tidak bisa
disimpangi.
Selain itu Alat
Administrasi Negara juga sering mengeluarkan produk yang
namanya het plan
(rencana) yang dijumpai pada pelbagai bidang kegiatan
pemerintahan.
Misalnya pengaturan rencana tata ruang kota, rencana
peruntukan tanah,
RAPBN, RAPBD dan lain sebagainya. Rencana
merupakan
keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari Alat
Administrasi Negara
untuk mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu
yang tertib/teratur.
Suatu rencana menunjukkan kebijaksanaan apa yang
akan dijalankan oleh
Alat Administrasi Negara pada suatu lapangan
tertentu.
Di dalam HAN, yang
penting hanya rencana-rencana yang
mempunyai kekuatan
hukum. Rencana ini dapat dikaitkan dengan stelsel
perajinan. Ada
beberapa rencana pembangunan yang secara langsung
berakibat hukumbagi
warga negara atau badan hukum perdata. Sebagai
contoh : rencana
tata rung kota, rencana-rencana detail perkotaan yang
dibuat berdasarkan
SVO dan SVV mengikat warga kota untuk membangun
secara tidak
menyimpang dari pola gambar petunjuk peta-peta
pengukuran dan
petunjuk rencana-rencana detail perkotaan mengingat
tiap penyimpangan
daripadanya dapat mengakibatkan bangunan yang
bersangkutan
dibongkar.
Perencanaan sebagai
tindakan administrasi negara harus
memperhatikan
hal-hal yang dikemukakan oleh Bimtoro Tjokroamidjojo,
sebagai berikut :
a. berorentasikan
untuk mencapai tujuan. Tujuan itu dapat bersifat
ekonomi, politik,
sosial budaya, idiologis dan bahkan kombinasi dari
berbagai hal
tersebut;
b. berorientasi pada
pelaksanaannya;
c. perspektif waktu.
Untuk mencapai tujuan tertentu bisa saja
dilakukan secara
bertahap;
d. perencanaan harus
merupakan suatu kegiatan kontinyu dan terus
menerus.
SYARAT-SYARAT AGAR
KEPUTUSAN/KETETAPAN MENJADI SAH
Suatu
Keputusan/Ketetapan administrasi negara dikatakan sah apabila
keputusan tadi
memenuhi syarat untuk diterima menjadi bagian dari ketertiban
hukum. Supaya
keputusan AN itu dapat menjadi bagian dari ketertiban hukum
maka pembuatannya
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan HTN dan HAN.
Ketentuan dalam HTN
menyangkut tentang kompetensi dan tujuan, sedangkan
ketentuan dalam HAN
menyangkut procedure dalam pembuatan keputusan.
Syarat yang harus
dipenuhi di dalam pembuatan keputusan AAN (Vander
Pot), yaitu :
a) Dibuat oleh alat
yang berwenang/berkuasa;
b) Dalam kehendak
alat yang berkuasa tidak boleh ada kekurangan yuridis;
c) Bentuk keputusan
dan tata cara pembuatannya harus sesuai dengan
peraturan dasarnya;
d) Isi dan tujuan
keputusan harus sesuai debngan isi dan tujuan dari
peraturan yang
menjadi dasarpembuatan keputusan tersebut.
Apabila suatu
keputusan Admiistrasi Negara dibuat dengan tidak
mengindahkan
syarat-syarat sahnya suatu keputusan dapat mengakibatkan
keputusan tadi
menjadi tidak sah, artinya keputusan tersebut tidak dapat
diterima menjadi
bagian dari ketertiban hukum. Akan tetapi keputusan yang
dibuat dengan tidak
mengindahkan syarat sahnya suatu keputusan (keputusan
yang mengandung
kekurangan) belum tentu menjadi tidak sah. Karena sah
tidaknya suatu
keputusan tergantung pada berat ringannya kekurangan syarat
tersebut. Bila
kekurangan syarat itu syarat yang esensial (penting) maka
keputusan tadi
menjadi tidak sah. Akan tetapi kalau kekurangan itu bukan
merupakan syarat
yang esensial maka keputusan tadi tetap sah.
Keputusan/Ketetapan
AN harus dibuat oleh alat yang
berwenang/berkuasa.
Berwenang/berkuasa
atau tidaknya Alat Administrasi Negara yang
membuat keputusan
ditentukan oleh kategori sebagai berikut :
a.
Kompetensi/ratione materi: pokok yang menjadi obyek
keputusan/ketetapan
harus masuk kompetensi Alat Administrasi
Negara yang
membuatnya;
b. Batas lingkungan
wilayah/ratione loci: tempat/wilayah berlakunya
suatu keputusan;
c. Batas wilayah/ratione
temporis: jangka waktu berlakunya suatu
keputusan;
d. Quorum : jumlah
anggota yang harus hadir agar keputusan yang
dibuat sah.
Akan tetapi belum
tentu keputusan/ketetapan AAN yang dibuat dengan
tidak mengindahkan
kategori-kategori tersebut menjadi tidak sah. Sah tidaknya
suatu keputusan tadi
masih tergantung pada besarnya obyek yang diatur dalam
keputusan. Sehingga
akhirnya yang dapat menilai sah tidaknya suatu keputusan
adalah Alat AN yang
lebih tinggi atau Peradilan Tata Usaha Negara, itupun harus
dilihat secara
kasuistik.
Dalam hal
berkuasa/berwenang atau tidaknya Alat AN yang mengeluarkan
Keputusan AN
terlihat dengan jelas, maka keputusan bisa menjadi batal
mutlak/batal dan
pembatalannya bisa berlaku surut. Artinya seluruh akibat
dari keputusan tadi
batal sama sekali dan tuntutan pembatalan bisa dilakukan
oleh semua orang.
Ajaran kebatalan ini
dianalogikan dari hukum perdata. Disamping batal
mutlak ada lagi
perbuatan yang bisa batal nisbi artinya permintaan pembatalan
dari perbuatan itu
hanya bisa dituntut oleh orang-orang tertentu. Juga ada
keputusan yang bisa
menjadi batal karena hukum, maksudnya bahwa akibat
dari keputusan itu
untuk sebagian atau seluruhnya bagi hukum dianggap tidak
pernah ada tanpa
diperlukan suatu pembatalan oleh hakim atau atasan dari Alat
AN yang mengeluarkan
keputusan.
Apabila Alat AN yang
mengeluarkan keputusan di dalam menduduki
jabatannya ternyata
tidak legal (sah), maka dapat diselesaikan dengan ajaran
functionare defait,
yaitu doktrin/ajaran yang menyatakan bahwa dalam keadaan
memaksa/istimewa/darurat
Alat AN tidak legal atau pengangkatannya
mengandung
kekurangan (sebagai contoh pengangkatan presiden Habibie oleh
presiden Suharto
sewaktu presiden Suharto dituntut oleh mahasiswa untuk
meletakkan
jabatannya), apabila masyarakat umum menerimanya sebagai suatu
Alat AN yang legal,
maka perbuatan-perbuatan yang dilakukannya atau
keputusan yang
dikeluarkannya adalah sah. Akan tetapi apabila masyarakat tidak
menerimanya maka
keputusan yang dikeluarkannya tidak sah.
Dengan ada
keputusan/ketetapan sah dan ada keputusan/ketetapan yang
tidak sah. Suatu
keputusan/ketetapan dikatakan tidak sah apabila
keputusan/ketetapan
tadi tidak mengandung kekurangan yang esensial atau
dapat dikatakan
bahwa keputusan adalah sah apabila sudah diterima sebagai
bagian dari
ketertiban hukum. Sedangkan keputusan/ketetapan dianggap tidak
sah apabila
keputusan tadi mengandung kekurangan yang esensial sehingga
tidak dapat diterima
menjadi bagian dari ketertiban hukum.
Dalam Kehendak Alat
AN yang Berkuasa Tidak Boleh Ada Kekurangan
Yuridis
Kekurangan yuridis
di dalam pembuatan keputusan/ketetapan bisa terjadi kerena
:
a) Dwaling = salah
kira
b) Dwang = paksaan
c) Bedrog = tipuan
Kekurangan yuridis
ini dianalogikan dari lapangan hukum privat (perdata). Di
dalam hukum perdata
perbuatan yang dibuat berdasarkan dwaling, dwang dan
bedrog dapat dibatalkan
dan tidak menjadi batal secara mutlak, artinya
perbuatan itu
dianggap ada sampai ada pembatalan oleh hakim atau oleh
pejabat yang
berwenang. Akan tetapi di dalam HAN kekurangan yuridis
berdasarkan salah
kira (dwaling) hanya akan mempengaruhi berlakunya suatu
keputusan AN dalam
hal salah kira tersebut bertentengan dengan UU atau
bertentangan keadaan
nyata, misalnya mengenai pokok maksud, kualitas orang.
Sebagai contoh :
keputusan yang dikeluarkan adalah ijin untuk mengimport 200
mobil Hyundai akan
tetapi ternyata yang datang 2000 mobil. Penerimaan
pegawai yang
dipanggil adalah Amin seorang insinyur Kimia, ternyata yang
datang adalah Amin
sarjana pendidikan Kimia. Kepututsan yang dibuat
berdasarkan salah
kira ini pada umumnya dapat dimintakan agar ditinjau kembali
atau dapat
dibatalkan.
Keputusan yang
dibuat berdasarkan paksaan dapat dibatalkan bahkan
paksaan keras dapat
menjadi sebab keputusan tadi batal demi hukum.
Keputusan/ketetapan
yang dibuat dengan menggunakan tipuan, sebagai contoh:
seorang pengusaha
HPH meminta ijin untuk menebang hutan yang di dalamnya
terdapat lebih
kurang 20000 pohon jati dan oleh instansi pemberi ijin HPH
dikabulkan. Ternyata
sebenarnya di dalam hutan tersebut terdapat lebih kurang
200000 pohon jati.
Di sini bayangkan palsu bagi instansi yang mengeluarkan
HPH tentang suatu
hal yang akan dimuat dalam keputusan. Tipuan ini dapat
mempengaruhi
berlakunya keputusan apabila bertentangan dengan
keadaan/kejadian
nyata.
Bentuk dan Tata Cara
Pembuatan Keputusan Harus Sesuai dengan
Peraturan Dasarnya.
Bentuk Keputusan :
a) Lisan;
b) Tertulis
Keputusan dapat
dibuat secara lisan apabila :
1) Tidak membawa
akibat yang kekal dan tidak begitu penting di
dalam HAN;
2) Bilamana oleh
Alat AN yang mengeluarkan keputusan dikehendaki
akibat yang timbul
dengan segera.
Mengenai bentuk
keputusan/ketetapan yang dibuat secara tertulis ada
bermacam-macam
karena dibuat oleh bermacam-macam alat administrasi
negara, bisa alat
administrasi di lingkungan pemerintahan dalam arti sempit
(eksekutif) bisa
juga alat administrasi negara dilingkungan pemerintahan dalam
arti yang luas.
Sebagai contoh UU yang isinya memuat penetapan (UU yang
bersifat formil saja
tapi materinya tidak mengikat seluruh penduduk), Keputusan
Presidan, Keputusan
Menteri.
Ada peraturan dasar
yang memuat secara tegas ketentuan tentang
bentuk suatu
keputusan. Akan tetapi ada kalanya peraturan dasar dari
pembuatan keputusan
tidak menyebutkan bentuk yang harus diberikan pada
suatu keputusan yang
akan dikeluarkan. Dalam hal ini penyelesaiannya: dengan
cara melihat praktek
administrasi negara yang terdahulu dan juga melihat
pentingnya soal yang
akan diselesaikan/diselenggarakan oleh keputusan TUN
tersebut untuk
menentukan bentuk mana yang harus dipakai.
Mengenai akibat
hukum dari suatu keputusan yang tidak mengindahkan
aturan mengeai
bentuk keputusan, Utrecht menyatakan bahwa hal itu harus
dilihat apakah
kekurangan tersebut essential atau tidak! Karena suatu keputusan
dengan bentuk yang
salah belum tentu mengurangi sah/tidaknya suatu
keputusan. Kranenburg-Vegting
mengemukakan bahwa akibat keputusan
yang dibuat dengan
tidak mengindahkan bentuk hanya batal, bilamana
kekurangan yang
dinyatakan itu mungkin menjadi sebab maka isi keputusan
tersebut
lain/berbeda dari yang dimaksud atau keputusan tadi menimbulkan
kerugian.
Cara pembuatan dan
cara menjalankan/melaksanakan suatu keputusan
bisa juga
mempengaruhi berlakunya suatu keputusan.
Isi dan Tujuan
keputusan harus Sesuai dengan Isi dan Tujuan dari
Peraturan yang
Menjadi Dasarnya
Ada kalanya isi dan
tujuan dari suatu keputusan tidak sesuai dengan
peraturan yang
menjadi dasar dari dikeluarkannya keputusan. Kranenburg-
Vegting menyatakan
keputusan yang demikian ini dapat dibentuk :
a) tidak ada alasan,
yakni suatu peristiwa yang mendasari pembuatan
keputusan seperti
yang tertera dalam peraturan dasarnya tidak ada, atau
dapat dikatakan
tidak ada peristiwa yang mendasari dikeluarkannya
keputusan/ketetapan;
b) salah alasan, yakni
alasan yang disebutkan sebetulnya untuk
keputusan/ketetapan
yang lain;
c) alasan-alasan
yang dikemukakan tidakdapat dipakai atau alasan yang
dibuat kurang tepat;
d) detournement de
pouvoir, sering dikenal dengan istilah penyalahgunaan
wewenang, yakni
penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari maksud
diberikannya
wewenang tersebut.
Detournement de
pouvoir sering terjadi sebagai akibat dari suatu freies
ermessen yang
disalahgunakan.
Suatu perbuatan Alat
TUN yang merugikan individu dapat dibatalkan
berdasarkan dua (2)
macam alasan, yakni bertentangan dengan hukum dan
bertentangan dengan
kepentingan umum. Pembatalan perbuatan Alat TUN/AN
yang bertentangan
dengan hukum dapat dimintakan pembatalan melalui
pengadilan/hakim.
Pembatalan alat TUN/AN yang bertentangan dengan
kepentingan umum
tidak bisa dimintakan pembatalan lewat pengadilan, karena
berdasarkan ajaran
Trias Politica penilaian mengenai bertentangan tidaknya
dengan kepentingan
umum itu merupakan wewenang dari pihak eksekutif,
sehingga yang berhak
menilai juga eksekutif, fihak yudikatif tidak boleh
mencampuri wewenang
eksekutif. Oleh karena pertimbangan bertentanangan
tidaknya perbuatan
AAN dengan kepentingan umum itu merupakan
kebijaksanaan, maka
yang bisa menilai adalah AAN yang lebih tinggi. Sekarang
ini berdasarkan
ketentuan UU Peratun perbuatan AAN yang masuk dalam
klasifikasi
detournement de pouvoir bisa dibawa ke Peratun karena perbuatan
detournement de
pouvoir masuk klasifikasi bertentangan dengan hukum.
Kekuatan Hukum Suatu
Keputusan/Ketetapan
Apabila suatu
keputusan sudah sah atau dianggap sah, maka keputusan
tadi mempunyai
kekuatan hukum, artinya keputusan itu dapat mempengaruhi
pergaulan hukum.
Kekuatan hukum suatu keputusan dapat berwujud kekuatan
hukum formil dan
kekuatan hukum materiil.
Suatu keputusan
dikatakan mempunyai kekuatan hukum formil, apabila
keputusan tadi sudah
tidak bisa dibantah lagi oleh suatu alat hukum biasa. Alat
hukum biasa yaitu
suatu alat hukum yang hanya dapat digunakan dalam suatu
jangka waktu
tertentu untuk mengadakan banding terhadap suatu keputusan.
Sebagai contoh :
suatu
keputusan harus disetujui atau dimintakan banding pada
atasan sebelum mulai
diberlakukan. Maka sejak keputusan itu
dikuatkan atau
disetujui oleh atasan,keputusan itu mempunyai
kekuatan hukum
formil;
apabila
ditentukan banding dalam jangka waktu tertentu, tetapi
jangka waktu untuk
banding tidak digunakan dan waktu banding
sudah terlampaui,
maka sejak lampau waktu banding itu keputusan
mempunyai kekuatan
hukum formil;
apabila
tidak memerlukan persetujuan dari atasan, maka sejak
dikeluarkan
keputusan itu telah mempunyai kekuatan hukum formil;
apabila
harus banding dan permohonan banding ditolak, maka sejak
penolakan banding
keputusan tadi mempunyai kekuatan hukum
formil.
Kekuatan hukum formil
dapat dibantah dengan alat hukum luar biasa, karena
alat hukum luar
biasa tidak terikat oleh jangka waktu tertentu untuk memohon
banding, yaitu
apabila dalam hal nyata-nyata keputusan tadi mengandung
kekurangan yuridis
yang dapat membahayakan ketertiban umum atau keputusan
tadi tidak lagi
sesuai dengan keadaan nyata. Di dalam hal ini instansi tertinggi
yang berhak
membatalkannya. AAN atau instansi pembuat keputusan juga dapat
membantah dengan
kekuatan hukum formil, dalam hal dikemudian hari ternyata
diketahui bahwa
keputusan itu mengandung kekurangan yang esensial. Akan
tetapi apabila
keputusan/ketetapan tidak mengandung kekurangan yang esensial
alat administrasi
yang membuatnya tidak dapat membantah/menarik kembali.
Hal ini untuk
menjaga kepastian hukum dari keputusan/ketetapan tadi.
Dengan demikian
perbedaan antara alat hukum biasa dan alat hukum luar
biasa, yakni alat
hukum biasa terikat oleh jangka waktu tertentu untuk
membantah berlakunya
suatu keputusan/ketetapan. Sedangkan alat hukum luar
biasa tidak terikat
oleh jangka waktu tertentu dalam membantah berlakunya
suatu
keputusan/ketetapan.
Ketentuan hukum
materiil yakni pengaruh yang dapat ditimbulkan karena
isi atau materi
keputusan tersebut. Suatu keputusan dikatakan mempunyai
kekuatan hukum
materiil, apabila keputusan tadi sudah tidak dapat dibantah lagi
oleh AAN yang
membuatnya, sehingga suatu keputusan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum
materiil dapat mempengaruhi pergaulan hukum, oleh
karenanya dapat
diterima pula sebagai bagian dari ketertiban hukum.
Pada dasarnya,
karena keputusan/ketetapan itu adalah merupakan
perbuatan hukum
sepihak (bersegi satu) maka keputusan itu dapat ditarik
kembali oleh alat
administrasi yang membuatnya tanpa memerlukan persetujuan
dari pihak yang
dikenai keputusan. Akan tetapi untuk menjaga kepastian hukum,
apabila tidak sangat
perlu dan tidak mengandung kekurangan maka
keputusan/ketetapan
tidak dapat ditarik kembali.
Prins mengemukakan
ada enam (6) asas yang harus diperhatikan oleh
alat administrasi
negara dalam menarik kembali suatu keputusan/ketetapan yang
telah dikeluarkan,
yakni :
1. suatu
keputusan/ketetapan yang dibuat karena yang berkepentingan
menggunakan tipuan,
dapat ditiadakan sejak semula;
2. keputusan yang
isinya belumdiberitahukan padayang bersangkutan
maksudnya pihak
administrable atau pihak yang dikenai keputusan;
3. suatu keputusan
yang diberikan kepada pihak administrable dengan
syarat-syarat
tertentu tapi administrable tidak memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan;
4. suatu keputusan
yang bermanfaat bagi administrable tidak boleh ditarik
kembali setelah
jangka waktu tertentu terlewati;
5. tidak
diperbolehkan kembali menarik keputusan yang akan membawa
kerugian yang lebih
besar bagi administrable dibandingkan dengan kerugian
yang diderita negara;
6. menarik
kembali/mengubah suatu keputusan harus diadakan menurut
acara/formalitei
seperti yang ditentukan dalam peraturan dasar dari pembuatan
keputusan tersebut.
MACAM-MACAM
KEPUTUSAN/KETETAPAN ADMINISTRASI NEGARA
Keputusan/Ketetapan
Positif
Keputusan/ketetapan
yang demikian ini adalah suatu keputusan yang
menimbulkan keadaan
hukum baru bagi pihak yang dikenai keputusan. Akibatakibat
yang timbul dengan
dikeluarkannya keputusan/ketetapan positif dapat
diklasifikasikan
menjadi lima (5) golongan, yaitu :
1.
Keputusan/ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi pihak
yang dikenai
keputusan. Contoh : Keputusan pemberian Izin Usaha
Perdagangan;
2.
Keputusan/ketetapan yang mengakui keadaan hukum baru bagi obyek
tertentu. Contoh :
keputusan mengenai perubahan status Perguruan
Tinggi di dalam
akreditasi dari B ke A;
3.
Keputusan/ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu
badan hukum. Contoh
keputusan Menteri Kehakiman dan HAM yang
menyetujui AD dari
sebuah PT sehingga menjadi badan hukum;
4.
Keputusan/ketetapan yang memberikan hak-hak baru kepada pihak yang
dikenai
keputusan/ketetapan. Contoh : pemberian SK pengangkatan PNS;
5.
Keputusan/ketetapan yang membebankan kewajiban baru kepada pihak
yang dikenai
keputusan/ketetapan. Contoh : Keputusan mengenai
penetapan wajib
pajak;
Keputusan/Ketetapan
Negatif
Yaitu suatu
keputusan/ketetapan yang tidak merubah keadaan hukum
tertentu yang telah
ada bagi pihak administrable. Keputusan negative dapat
berupa pernyataan :
Tidak berkuasa/tidak berhak;
Tidak diterima;
Penolakan.
Keputusan
Deklaratour
Yaitu suatu
keputusan yang menyatakan hukum, mengakui suatu hak
yang sudah ada,
menyatakan bahwa yang bersangkutan dapat diberikan haknya
karena sudah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Keputusan ini
adalah hasil
perbuatan AAN untuk melaksanakan ketentuan UU ke dalam
peristiwa konkrit.
Keputusan deklaratour ini sering juga disebut “hukum in
concreeto”, yaitu
hukum yang mengatur hal yang nyata, hanya berlaku pada
orang-orang
tertentu/menyebut seseorang saja yakni yang namanya tercantum
dalam keputusan.
Sebagai contoh : di dalam HO, ditentukan barangsiapa yang
akan mendirikan
bangunan untuk industri dan diperkirakan akan mengganggu
lingkungan
sekitarnya dalam radius 200m, diharuskan untuk memperoleh ijin
HO. Pak Salim yang
akan mendirikan pabrik tobong gamping meminta ijin HO,
kemudian oleh aparat
yang berwenang dikeluarkan keputusan mengenai ijin HO
untuk mendirikan
pabrik tobong gamping untuk Pak Salim. Keputusan ini
merupakan keputusan deklaratour.
Keputusan
Konstitutif
Yaitu suatu
keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi pihak
yang diberi
keputusan, sering disebut dengan keputusan yang membuat hukum.
Keputusan ini pada
umumnya dikeluarkan dengan menggunakan kebijaksanaan
yang dipunyai oleh
AAN (Freis Ermessen) dan tidak terlalu terikat pada peraturan
Perundangan-undangan.
Keputusan Kilat
W.F Pins menyebutkan
ada 4 jenis keputusan ini, yaitu:
Keputusan yang bermaksud merubah teks/redaksi keputusan
yan lama;
Keputusan negatif. Keputusan semacam ini tidak merupakan
halangan
bagi AAN untuk
mengeluarkan keputusan lagi bila keadaan telah berubah;
Keputusan yang menarik kembali atau membatalkan
keputusan lama.
Keputusan ini tidak
merupakan rintangan bagi AAN untuk membuat
keputusan serupa
dengan keputusan yang ditarik kembali/dibatalkan;
Keputusan yang mengandung pernyataan bahwa sesuatu boleh
dilaksanakan.
Keputusan Tetap
Yaitu suatu
keputusan yang masa berlakunya untuk waktu sampai
diadakan
perubahan/penarikan kembali.
Keputusan Intern
Yaitu suatu
keputusan yang hanya berlaku untuk menyelenggarakan
hubungan-hubungan ke
dalam lingkungan AAN sendiri.
Keputusan Ekstern
Yaitu suatu
keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubunganhubungan
antara alat
administrasi yang membuatnya dangan
swasta/administrable
atau anatara dua/lebih AAN.
Dispensasi
Yaitu suatu
keputusan yang meniadakan berlakunya peraturan
perundang-undangan
untuk suatu persoalan istimewa. Tujuan dari penerbitan
dispensasi adalah
agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum
dengan menyimpang
dari syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU.
Ijin
Yaitu keputusan yang
isinya memperbolehkan suatu perbuatan yang pada
umumnya dilarang
oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi masih
diperkenankan asal
saja diadakan seperti yang ditentukan untuk masing-masing
hal yang konkrit.
Sebagai contoh : ada suatu peraturan yang menyatakan
dilarang mendirikan
bangunan tanpa ijin. Kemudian ada seseorang yang akan
mendirikan lalu
minta keputusan/ijin untuk mendirikan bangunan. Keputusan
yang dikeluarkan
aparat ini dinamakan ijin.
Lisensi
Adalah suatu
keputusan yang isinya merupakan ijin untuk menjalankan
suatu perusahaan.
Konsesi
Yaitu suatu
keputusan yang isinya merupakan ijin bagi pihak swasta untuk
menyelenggarakan
hal-hal yang penting bagi umum.
Buku Sumber :
- Faried Ali,
Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses
Legislatif
Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;
- Ibrahim R,
SH, M.H, 1997, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum,
Citra Aditya Bakti,
Bandung;
- Marbun, SF,
dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara,
UII Press, Yogyakarta;
- Marbun, SF,
1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Muchsan, SH,
1981, Peradilan Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Philipus M. Hadjon,
et al, 1993, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta;
- Prajudi
Atmosudirdjo, Prof., Dr, Mr, 1983, Hukum Administrasi
Negara, Ghalia
Indonesia, Jakarta;
- Utrecht, E,
1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Pustaka
Tinta Mas, Surabaya;
- Victor
Situmorang, SH, 1989, Dasar-dasar Hukum Administrasi
Negara, Bina Aksara,
Jakarta;
BAB IV ASAS-ASAS
UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
Alat administrasi
negara adalah merupakan subyek hukum di dalam HAN.
Sebagai subyek hukum
di dalam HAN yang mempunyai tugas dan wewenang
untuk
menyelenggarakan kepentingan umum. Di dalam melakukan tindakan
untuk
menyelenggarakan kepentingan umum ini AAN harus mengindahkan asasasas
yang berlaku di
dalam HAN. Asas-asas ini sering dikenal dengan sebutan
asas-asas umum
pemerintah yang baik. Tindakan AAN yang didasarkan pada
asas-asas umum
pemerintahan yang baik ini dalam lapangan HAN sangat
diperlukan,
mengingat kekuasaan negara mempunyai wewenang yang istimewa
di dalam rangka
penyelenggaraan kesejahteraan dan kepentingan umum sangat
luas. Apalagi
Indonesia sebagai negara hukum yang berorientasi pada negara
kesejahteraan
(Welfare State), intensitas campur tangan negara dalam
kehidupan masyarakat
semakin berkembang, sehingga peranan HAN semakin
dominant dan
penting. Di dalam menjalankan tugas dan fungsinya ini dengan
asas kebebasan
bertindak (freies ermessen) yang dipunyainya seringkali terjadi
perbuatan AAN yang
menyimpang dari hukum yang berlaku yang tendensinya
bisa mengakibatkan
kerugian pada warga masyarakat. Dengan demikian
kebutuhan terhadap
perlindungan hukum pun semakin diperlukan. Perlindungan
hukum itu tidak saja
diperlukan untuk warga negara dari tindakan-tindakan AAN,
akan tetapi juga
diperlukan oleh AAN, akan tetapi juga diperlukan oleh AAN
dalam menjalankan
tugasnya.
Untuk mengingatkan
perlindungan hukum yang lebih baik bagi warga
masyarakat maka
tindakan-tindakan AAN, diperlukan perangkat hukum sebagai
tolok ukurnya. Hukum
yang dimaksud di sini adalah hukum yang tertulis yang
berbentuk
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan maupun hukum
yang tidak tertulis.
Di dalam hukum yang tidak tertulis, asas-asas umum yang
baik memegang
peranan yang sangat penting. Dengan mengindahkan asas ini
dimungkinkan tidak
terjadinya penyalahgunaan wewenang, jabatan atau
kekuasaan atau
seringkali dikenal dengan istilah detournement de pouvoir.
Di Nederland pada
tahun 1950 oleh Panitia De Monchy telah dibuat suatu
laporan mengenai
asas-asas umum pemerintah yang baik yang dinegara Belanda
yang dikenal dengan
istilah Algemene Beginselen van Behoorlifk Bestuur (ABBB).
Ketentuan-ketentuan
dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik ini dapat
dijadikan dasar
untuk minta banding terhadap keputusan-keputusan yang telah
diambil oleh
badan-badan pemerintahan. Dengan demikian asas-asas umum
pemerintahan yang
baik dapat digunakan sebagai landasan banding dan atau
dasar pengujian
terhadap suatu keputusan/ketetapan administrasi negara. Setiap
AAN dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, terutama dalam pelaksanaan asas
frieies ermessen
harus senantiasa memperhatikan asas-asas umum
pemerintahan yang
baik, walaupun ABBB ini merupakan norma-norma maupun
aturan-aturan hukum
yang tidak tertulis.
Asas-asas umum
pemerintahan yang baik (ABBB) yang telah memperoleh
tempat yang layak
dalam peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi di
Neederland dan
dikembangkanoleh teori ilmu hukum yang diakui oleh Prof.
Kuntjoro
Purbopranoto antara lain tiga belas (13) asas, yakni :
1. Asas kepastian
hukum (principle of legal security);
2. Asas keseimbangan
(principle of proportionality);
3. Asas kesamaan
dalam mengambil keputusan (principle of equality);
4. Asas bertindak
cermat (principle of carefulness);
5. Asas motifasi
untuk setiap keputusan (principle of motivation);
6. Asas jangan mencampuradukkan
kewenangan (principle of non misure of
competence);
7. Asas permainan
yang layak (principle of fair play);
8. Asas keadilan
atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition
of arbritariness);
9. Asas menanggapi
pengharapan yang wajar (principle of meeting raised
expectation);
10. Asas meniadakan
akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of
undoing the
consequences of annulled decicion);
11. Asas
perlindungan atas pandangan hidup (principle of protecting the
personal way of life);
12. Asas
kebijaksanaan (sapientia);
13. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public servis).
Asas-asas tersebut
berpangkal tolak dari teori-teori hukum dan
yurisprudensi serta
norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu
berlakunya asas-asas
umum pemerintahan yang baik ini di Indonesia harus
diselesaikan dengan
falsafah Pancasila dan UUD 1945, dan juga tampaknya UU
Peratun sudah
mengakuinya dengan mencantumkan dalam rumusan ketentuan
pasal 53 ayat 2 UU
Peratun beserta penjelasannya yakni mengenai alasan-alasan
pengajuan gugatan ke
Peratun yang sekaligus dipakai sebagai dasar pengujian
oleh hakim untuk
memutuskan sengketa administrasi negrara dengan warga
masyarakat atau
badan hukum perdata.
Asas Kepastian Hukum
Asas ini menghendaki
agar di dalam mengeluarkan keputusan atau
membuat suatu
penetapan apabila telah memenuhi syarat baik formil maupun
materiil tidak
berlaku surut dan tidak dicabut kembali, karena hal itu dapat
mengakibatkan
ketidakpercayaan warga masyarakat terhadap AAN. Sehingga
suatu
keputusan/ketetapan yang dikeluarkan oleh AAN, yang di dalam UU
Peratun dikenal
dengan istilah KTUN harus mengandung kepastian dan
dikeluarkan tidak
untuk dicabut kembali, bahkan sekalipun keputusan itu
mengandung
kekurangan. Oleh karena itu pada asasnya setiap KTUN harus
dianggap benar
menurut hukum dan karenanya dapat dilaksanakan demi
kepastian hukum
selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga akhirnya
dinyatakan bersifat
melawan hukum oleh PTUN.
Dalam suatu surat
keputusan sering disertai clausula yang berbunyi
“apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini,
maka surat keputusan
ini akan ditinjau kembali sebagaimana mestinya.”
Seharusnya demi
kepastian hukum suatu surat keputusan yang telah dikeluarkan
bukan untuk ditarik
kembali. Menurut SF Marbun clausula yang dimuat dalam
suatu keputusan
tersebut adalah mubadzir dan berlebihan, peninjauan kembali
baru dapat
dilaksanakan apabila ada pihak yang menggugat dan pengadilan
memutuskan untuk
mencabut setelah dilakukan pengujian oleh hakim. Namun
menurut Prins,
seperti telah dikemukakan di dalam bahasan mengenai kekuatan
hukum suatu
keputusan, apabila UU tidak dengan tegas melarang penarikan
kembali keputusan
tersebut, maka penarikan baru dapat dilakukan setelah
mempertimbangkan
enam (6) asas pada BAB III dalam pembahasan mengenai
Kekuatan Hukum Suatu
Keputusan.
Asas Keseimbangan
Asas ini bertitik
tolak dari ajaran keseimbangan antara hak dan kewajiban
yang pada hakekatnya
menghendaki terciptanya keadilan menuju kepada
kehidupan yang
damai. Wiarda mengemukakan bahwa di dalam penerapan
asas keseimbangan
ini harus diperhatikan dua (2) syarat, yaitu :
1. Adanya
keseimbangan antara kepentingan yang dibina oleh aparatur
pemerintah/negara
dengan kepentingan yang dilanggar;
2. Adanya
keseimbangan antara sesuatu persoalan dengan penyelesaian
persoalan-persoalan
yang sama.
Syarat-syarat di
atas memberikan pengertian bahwa dilapangan hukum
administrasi negara
perlu diciptakan keseimbangan kepentingan aparatur
pemerintah/negara
dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya dengan kepentingan
pihak administrable
yang menanggung akibat hukum yang ditimbulkan oleh
perbuatan aparatur
pemerintah/negara baik dalam bentuk kerja sama
(perbuatan dua
pihak) maupun akibat tindakan hukum sepihak. Contoh konkrit di
dalam hukum
kepegawaian, seharusnya tindakan-tindakan disiplin yang
dijatuhkan oleh
atasan terhadap kesalahan dan kelalaian pegawai bawahannya
haruslah seimbang,
oleh karenanya antara kesalahan yang dilakukan dengan
hukuman disiplin
yang dijatuhkan harus ada keseimbangan.
Asas Kesamaan Dalam
Mengambil Keputusan
Asas ini menghendaki
bahwa terhadap kasus yang sama atau fakta-fakta
yang sama sebaiknya
diambil tindakan-tindakan yang sama pula, atau dengan
kata lain tidak
boleh ada diskriminasi (pandang bulu) dalam mengambil
keputusan.
Pelaksanaan asas ini di Indonesia juga harus dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 27
UUD 1945.
Perlu kita ketahui
ingat juga bahwa keputusan/ketetapan itu oleh alat
administrasi negara
dibuat untuk menyelesaikan hal-hal konkrit yang sifatnya
kasuistik. Namun
demikian apabila alat administrasi negara akan membuat atau
mengeluarkan
keputusan/ketetapan yang kasusnya sama atau hampir sama,
semestinya
keputusan/ketetapan yang dikeluarkan hendaknya jangan
bertentangan
sifatnya.
Asas Bertindak
Cermat
Asas ini ketelitian
dari aparatur pemerintah/negara di dalam melakukan
suatu perbuatan,
terutama di dalam melakukan perbuatan hukum karena
perbuatan hukum ini
selalu menimbulkan akibat hukum bak itu berupa hak
maupun kewajiban
bagi dirinya sendiri sebagai subyek hukum maupun pihak lain
yakni pihak
administrable. Oleh karenanya pemerintah senantiasa diharapkan
bertindak dengan
hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian pada warga
masyarakat.
Asas Motivasi
Asas ini menghendaki
bahwa dalam setiap keputusan/ketetapan yang
dibuat dan
dikeluarkan oleh alat administrasi negara haruslah mempunyai
motivasi/alasan yang
cukup sebagai dasar pertimbangan yang dimuat pada
bagian konsideran
dari sebuah keputusan yang dikeluarkan. Motivasi atau alasan
yang dipakai sebagai
dasar pertimbangan dikeluarkannya sebuah
keputusan/ketetapan
hendaknya benar dan jelas. Oleh karena itu adanya asas
motivasi ini
diharapkan dapat membuat pihak yang dikenai keputusan
(administrable)
memperoleh pengertian yang cukup dan jelas atas keputusan
yang dijatuhkan
kepadanya. Dengan demikian apabila pihak administrable
merasa tidak puas
terhadap keputusan yang dijatuhkan kepadanya, ia dapat
mengajukan banding
atau membawa masalahnya ke peradilan administrasi
negara guna mencari
dan memperoleh keadilan.
Asas Larangan Untuk
Mencampuradukkan Kewenangan atau
Penyalahgunaan
Wewenang (Detournement De Pouvoir/Exes De
Pouvoir)
Asas ini memberikan
petunjuk bahwa pejabat pemerintah atau alat
administrasi negara
tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan
wewenangnya atau
menjadi wewenang pejabat atau badan lain. Dengan
demikian apabila
suatu instansi pemerintah atau pejabat pemerintah atau alat
administrasi negara
diberi kekuasaan untuk memberikan keputusan tentang
suatu kasus (masalah
konkrit), maka keputusan yang dibuat tidak boleh
digunakan untuk
maksud-maksud lain terkecuali untuk maksud dan tujuan yang
berhubungan dengan
diberikannya kekuasaan/wewenang tersebut.
Detournement De
Pouvoir ini dapat juga timbul karena asas kebebasan bertindak
(freis ermessen)
yang dipunyai oleh alat administrasi negara dalam menjalankan
tugas dan fungsinya.
Asas Permainan Yang
Layak
Asas memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada rakyat untuk
mencari kebenaran
dan keadilan sebelum aparatur negara/pemerintah
mengambil suatu
keputusan atau menjatuhkan suatu ketetapan. Apabila asas ini
diterapkan dalam
kepegawaian misalnya dalam penjatuhan disiplin, maka
seorang pegawai
negeri sipil yang akan dijatuhi hukuman disiplin seharusnya
sebelum hukuman
disiplin dujatuhkan ia diberi kesempatan untuk membela diri
terlebih dahulu.
Asas Keadilan dan
Kewajaran
Prinsip dalam asas
ini menyatakan bahwa bertindak secara sewenangwenang
atau tidak layak
dilarang. Oleh karena itu alat administrasi
negara/aparatur
negara/aparatur pemerintah dalam mengambil
keputusan/ketetapan
tidak boleh melampoi batas keadilan dan kewajaran apabila
ada AAN yang
bertindak bertentangan dengan asas ini maka keputusannya
dapat dibatalkan
dengan alasan tindakannya dilakukan dengan sewenangwenang.
Dengan demikian asas
ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar
tidak terjadi
kesewenang-wenangan.
Asas Menanggapi
Pengharapan Yang Wajar
Asas ini mendorong
alat administrasi negara dalam melakukan
perbuatannya
terutama perbuatan yang menimbulkan akibat hukum selalu
memperhatikan
harapan-harapan yang timbul dalam masyarakat atau pihak
administrabel. Asas
ini di Nederland telah diberlakukan dengan ketentuan bahwa
tindakan-tindakan
yang dilakukan alat administrasi negara hendaknya
menimbulkan
harapan-harapan pada warga masyarakat. Apabila aparat
pemerintah yang ada
yang bertindak bertentangan dengan asas ini, maka
keputusan yang
dikeluarkan dapat dibatalkan.
Asas Meniadakan
Akibat-akibat Suatu Keputusan Yang Batal
Asas ini menghendaki
bahwa apabila ada suatu keputusan yang
dibatalkan oleh
lembaga banding ataupun oleh pengadilan, maka akibat dari
suatu
keputusan/ketetapan yang batal tadi harus ditiadakan. Oleh karenanya
asas ini menghendaki
alat administrasi negara/aparatur pemerintah agar di
dalam melakukan
perbuatan hukum yang dilakukannya apabila dibatalkan dalam
instansi banding
maupun dibatalkan oleh pengadilan yang berwenang, ia harus
menerima resiko
untuk mengembalikan hak-hak dari pihak yang dirugikan oleh
perbuatannya.
Asas Perlindungan
Atas Pandangan Hidup
Asas ini menghendaki
agar warga masyarakat mempunyai hak atas
kehidupan pribadinya
dan alat administrasi negara/aparatur negara/aparatur
pemerintah dalam
menjalankan tugasnya harus menghormati dan melindungi
hak-hak tersebut. Di
Indonesia pelaksanaan hak atas pandangan hidup ini harus
disesuaikan dengan
falsafah Pancasila dan UUD 1945 beserta peraturan
perundang-undangan
lainnya.
Asas Kebijaksanaan
Maksud dari asas
ini, yakni bahwa alat administrasi negara dalam segala
tindakannya harus
senantiasa berpandangan luas dan dapat memandang jauh ke
depan serta dapat
menghubungkan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam
pelaksanaan tugasnya
itu dengan gejala-gejala yang ada di dalam masyarakat.
Alat administrasi
negara juga harus dapat memperhitungkan segala akibat dari
tindakannya itu dari
hal-hal yang akan muncul di kemudian hari. Asas ini perlu,
apalagi di
negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia, karena
dengan asas
kebijaksanaan ini alat administrasi negara akan dapat berbuat
secara cepat dan
tepat dengan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan
yang baik lainnya.
Asas Penyelenggara
Kepentingan Umum
Penyelenggaraan
kepentingan umum adalah merupakan tugas yang
paling pentig dari
alat administrasi negara/aparatur pemerintah. Kepentingan
umum meliputi
seluruh kepentingan nasional dalam arti kepentingan bangsa,
negara dan
masyarakat. Maksud dari asas ini yaitu bahwa segala tindakan alat
administrasi negara
harus dilakukan berdasarkan kepentingan umum. Oleh
karena itu didalam
menjalankan tugas dan wewenangnya, alat administrasi
negara harus
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi dan
golongan.
Di Nederland
berlekunya asas-asas umum pemerintahan yang baik
tersebut telah
diakui eksistensinya dalam peraturan perundang-undangan. Asas
yang telah mendapat
tempat yang jelas ini antara lain:
a. Asas kesamaan di
dalam mengambil keputusan;
b. Asas menanggapi
pengharapan yang wajar;
c. Asas kepastian
hukum;
d. Asas kecermatan;
e. Asas motivasi;
dan
f. Asas larangan de
tournement de povoir.
Sedangkan di
Indonesia, berdasarkan ketentuan UU No. 5 Tahun 1986
tentang Peratun
khususnya pasal 53 ayat 2, dasar pengujian oleh pengadilan
terhadap
keputusan/ketetapan administrasi negara (KTUN) yang digugat adalah
:
a. Bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan
b. Dibuat dengan
menggunakan de tournement de povoir; dan
c. Dibuat dengan
sewenang-wenang.
Namun demikian,
harus kita ingat bahwa di dalam UU yang mengatur
tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, dinyatakan bahwa
pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara
yang diajukan dengan
dalih bahwa hukumnya tidak ada atau hukumnya kurang
jelas, sehingga
seorang hakim wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara
yang diajukan kepadanya.
Di dalam memeriksa dan mengadili perkara yang
diajukan kepadanya,
seorang hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat.
Di samping itu ada
suatu yurisprudensi Pengadilan TUN Surabaya No.
03/TUN/1991/PTUN/SBY,
yang menjadikan asas-asas umum pemerintahan yang
baik sebagai dasar
pengujian oleh hakim. Di dalam Juklak Mahkamah Agung RI
tanggal 24 Maret
1992 No. 052/Td/TUN/III/92 dinyatakan bahwa dalam hal ini,
hakim mempertimbangkan
adanya asas-asas umum pemerintahan yang baik
sebagai alasan
pembatalan, maka hal tersebut tidak perlu dimasukkan dalam
diktum putusan,
melainkan cukup dalam pertimbangan putusan dengan
menyebutkan asas
mana dari asas-asas umum pemerintahan yang baik yang
dilanggar dan
akhirnya harus mengacu pada ketentuan pasal 53 ayat 2 Peratun.
Buku Sumber:
- Faried Ali,
Drs, SH, Msc, 1996, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses
Legislatif
Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta;
- Marbun, SF,
dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara,
UII Press, Yogyakarta;
- Marbun,
SF,1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta;
- Muchsan,
1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta;
- Philipus, M.
Hadjon, et al, 1993, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia,
Gadjahmada University Pess, Yogyakarta;
- Prajudi
Atmosudirdjo, Prof. Dr,1983, Hukum Administrasi Negara,
Ghalia Indonesia,
Jakarta;
BAB V PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Hukum administrasi negara adalah peraturan
hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan
pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi. (R. Abdoel
Djamali).
Hukum administrasi negara adalah keseluruhan
aturan hukum yang mengatur bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan
usaha-usaha untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo.)
Hukum administrasi negara adalah hukum yang
menguji hubungan hukum istinewa yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat
melakukan tugas mereka yang khusus. (E. Utrecht.)
Hukum administrasi negara adalah keseluruhan
aturan yang harus diperhatikan oleh para pengusaha yang diserahi tugas
pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van Apeldoorn.)
Hukum administrasi negara adalah hukum yang
mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara
dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)
Istilah hukum administrasi negara adalah
terjemahan dari istilah Administrasi recht (bahasa Belanda).
2. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang
turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari
peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu
dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang
sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi
bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.
3. OBYEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan
yang akan dibicarakan. Dengan pengertian tersebut, yang dimaksud obyek hukum
administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum
administrasi negara.
Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H.,
bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat
disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam
negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya
obyek hukum administrasi adalah sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu
negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum
administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun,
kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara
dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam. Maksud
dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam
keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat
perlengkapan negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam”
berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti
bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari
penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi
negara dan hukum tata negara.
4. BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAHAN
Pengertian pemerintahan dibedakan menjadi dua
: 1. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu pemerintahan yang terdiri dari tiga
kekuasaan yang masing-masing terpisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan itu adalah
:
a. Kekuasaan legislatif.
b. Kekuasaan eksekutif.
c. Kekuasaan yudikatif.
Pemerintahan kekuasaan diatas berdasarkan
teori Trias Politica dari Montesquieu. Tetapi, menurut Van Vollenhoven,
pemerintahan dalam arti luas berbeda dengan tori trias politica. Menurut Van
Vollenhoven pemerintahan dalam arti luas mencakup :
a. Tindakan / kegiatan pemerintahan dalam arti
sempit (bestuur).
b. Tindakan / kegiatan polisi (politie).
c. Tindakan / kegiatan peradilan (rechts
praak).
d. Tindakan membuat peraturan (regeling,
wetgeving).
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas menurut
Lemaire adalah pemerintahan yang meliputi :
a. Kegiatan penyelengaraan kesejahteraan umum
(bestuur zorg).
b. Kegiatan pemerintahan dalam arti sempit.
c. Kegiatan kepolisian.
d. Kegiatan peradilan.
e. Kegiatan membuat peraturan.
Sedangkan Donner berpendapat, bahwa
pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi dua tingkatan (dwipraja), yaitu :
a. Alat-alat pemerintahan yang menentukan
hukum negara / politik negara.
b. Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang
menjalankan politik negara yang telah ditentukan.
2. Pemerintahan dalam arti sempit ialah badan
pelaksana kegiatan eksekutif saja tidak termasuk badan kepolisian, peradilan
dan badan perundang-undangan. Pemerintahan dalam arti sempit itu dapat disebut
dengan istilah lain, yaitu ”administrasi negara”. Bentuk perbuatan pemerintahan
atau bentuk tindakan administrasi negara secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum / tindakan hukum.
2. Bukan perbuatan hukum.
Perbuatan pemerintahan menurut hukum publik
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi
satu.Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu perbuatan hukum
yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa
dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur hubungan antara sesama
administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat.
Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri.
2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua.
Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua, yaitu suatu perbuatan aparat
administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara sukarela.
Misalnya mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan pihak swasta
(pemborong).