Hubungan Demokrasi dengan Rule Of Law
Rule of law adalah istilah dari tradisi common
law dan berbeda dengan persamaannya dalam tradisi hukum Kontinental, yaitu
Rechtsstaat (negara yang diatur oleh hukum di Indonesia). Keduanya memerlukan prosedur yang
adil (procedural fairness), due process dan persamaan di depan hukum, tetapi
rule of law juga sering dianggap memerlukan pemisahan kekuasaan, perlindungan
hak asasi manusia tertentu dan demokratisasi. Baru-baru ini, rule of law dan
negara hukum semakin mirip dan perbedaan di antara kedua konsep tersebut
menjadi semakin kurang tajam.
Rule of law tumbuh dan berkembang pertama kali
pada negara-negara yang menganut system seperti Inggris dan Amerika Serikat,
kedua negara tersebut mengejewantahkannya sebagai perwujudan dari persamaan
hak, kewajiban, dan derajat dalam suatu negara di hadapan hukum. Hal tersebut
berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), di mana setiap warga
negara dianggap sama di hadapan hukum dan berhak dijamin HAM-nya melalui sistem
hukum dalam negara tersebut.
Rule of law jamak diartikan sebagai penegakan
hukum, Penegakan hukum adalah sebuah pepatah hukum umum sesuai dengan keputusan
yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip – prinsip atau hukum yang
dikenal, tanpa intervensi kebijaksanaan dalam aplikasi mereka. Peribahasa ini
dimaksudkan sebagai pelindung terhadap pemerintahan yang sewenang – wenang.
Kata “sewenang – wenang” (dari bahasa latin “penengah”) menandakan suatu
keputusan yang dibuat di atas kebijaksanaan wasit, bukan menurut aturan hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul
pada abad ke-19, seiring dengan negara konstitusi dan demikrasi. Rule of Law
adalah konsep tentang common law, yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of
law adalah rule by the law, bukan rule by the man.
Secara umum, hukum adalah kumpulan aturan –
aturan yang ditetapkan oleh negara dikenakan sanksi atau konsekuensi. Yang
dominan adalah bahwa konsep “rule of law” mengatakan apa – apa tentang
“justness” dari hukum itu sendiri, tetapi hanya bagaimana sistem hukum
beroperasi. Sebagai konsekuensi dari ini, bangsa yang sangat tidak demokratis
atau satu tanpa menghargai hak asasi manusia bisa eksis dengan “rule of law”
sebuah situasi yang mungkin terjadi didalam beberapa diktator modern. “Aturan
hukum” atau Rechssstaat mungkin kondisi yang diperlukan untuk demokrasi, tetapi
bukan syara cukup.
Di Indonesia, inti dari rule of law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial.
Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law, yang pada hakikatnya
merupakan jaminan secara formal terhadap ‘’rasa keadilan’’ bagi rakyat
Indonesia. Dengan kata lain, pembukaan UUD 1945 memberi jaminan adanya rule of
law dan sekaligus rule of justice. Prinsip-prinsip rule of law di dalam
pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggara negara,
karena pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah fundamental Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
A. Latar Belakang Rule of Law
Latar belakang kelahiran rule of law:
Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan
pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara.
Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut
yaitu Demokrasi Konstitusional.
Perumusan yuridis dari Demokrasi
Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul
pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law
adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of
law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsur-unsur rule of law menurut A.V. Dicey
terdiri dari:
Supremasi aturan-aturan hukum.
Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh
undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya
pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
Adanya perlindungan konstitusional.
Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
Pemilihan umum yang bebas.
Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan
beroposisi.
Pendidikan kewarganegaraan.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga
mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system
peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan
otonom.Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat terutama keadilan social.Penjabaran prinsip-prinsip rule of law
secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu
Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1
ayat 3),
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hokum dan keadilan
(pasal
24 ayat 1),
Segala warga Negara bersamaan kedudukanya
didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
(pasal
27 ayat 1),
Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia,
memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan
hokum
(pasal
28 D ayat 1), dan
Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(pasal
28 D ayat 2).
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki
(materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut
ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi
prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan
hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law”
bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982).
Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang
memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas
pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani dengan pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat
objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of
Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan
dengan yang diharapkan, maka:
Keberhasilan “the enforcement of the rules of
law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan
kepribadian masing-masing setiap bangsa.
Rule of law yang merupakan intitusi sosial
harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
Rule of law sebagai suatu legalisme yang
memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan
negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif
(Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan
sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa
”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat
kandungan moral yang kuat.
Arah
dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan
kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”,
kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun
negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak
serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara
terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan
rule of law antara lain:
Kasus korupsi KPU dan KPUD;
Kasus illegal logging;
Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan
pejabat Mahkamah Agung (MA);
Kasus-kasus perdagangan narkoba dan
psikotripika ;
Kasus perdagangan wanita dan anak.