BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diskursus mengenai sampah masih
menjadi problema hampir disetiap wilayah di Indonesia, terlebih di kota-kota besar yang kepadatan
penduduknya sangat tinggi. Akan tetapi tidak hanya terbatas di kota-kota besar
saja, problematika sampah juga terjadi di Kabupaten Garut. Permasalahan sampah
ini tidak bisa dipandang biasa, karena tidak dapat di pungkiri bahwa
permasalahan sampah ini dalam tingkat yang cukup serius dan sungguh sangat
memprihatinkan. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena masalah pengelolaan
yang minim, tapi juga karena suatu budaya buruk akan masyarakat yang senantiasa
tidak peduli akan kebersihan lingkungan.
Bagi sebagian besar orang sampah
adalah masalah yang tidak menarik untuk di bicarakan karena ada hal lain yang
lebih menarik dan lebih penting, sudah bertahun-tahun lamanya bahkan sejak dulu
kala sampah dianggap bukanlah sebagai masalah bagi mereka. Jika sampah sudah di
buang maka masalah sudah selesai. Tapi benarkah jika sampah sudah dibuang maka
masalah selesai? Mereka lupa bahwa tempat dimana sampah dibuang itu sangat
penting, karena sebenarnya sampah yang tidak dibuang pada tempatnya akan
menimbulkan banyak masalah. Sampah yang dibuang secara sembarangan di jalan akan membuat kota
menjadi kotor, sampah yang dibuang di sungai akan mencemari sungai dan
menimbulkan banjir, bahkan sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir pun
bisa menjadi masalah. Melihat kondisi tempat pembuangan akhir yang ada, sudah
seberapa tinggi gundukkan sampah yang ada, bagaimana dengan penempatan tempat
pembuangan akhir tersebut apakah telah sesuai dengan pengaturan penataan ruang
yang ada di Kabupaten Garut ini, belum lagi tentang pengelolaan sampah yang
selama ini dilakukan apakah telah dikelola dengan baik sesuai mekanisme yang
disarankan atau tidak jelas kita tidak tahu. Maka perlu dicermati setiap detail
dari permasalah sampah tersebut diatas karena tanpa kita ketahui dan sadari
penempatan pembuangan akhir yang tidak sesuai dengan penataan ruang akan
menjadi masalah yang mengancam.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan
pada bagian latar belakang, maka permasalahan yang akan diangkat dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
penataan ruang tempat pembuangan akhir di TPA Pasirbajing Kabupaten Garut?
2.
Bagaimana
metoda pengelolaan sampah yang dipergunakan di TPA Pasirbajing Kabupaten Garut?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas makalah Hukum
Tanah dan Tata Ruang.
2. Mengetahui mengenai konsep penataan
ruang TPA di Kabupaten Garut .
3. Mengetahui metoda pengelolaan sampah
yang digunakan di TPA Pasirbajing Kabupaten Garut.
1.4 METODOLOGI PENULISAN
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode/cara
pengumpulan data atau informasi melalui :
- Penelitian (observacy Research
) yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi penelitian langsung ke
lapangan
- Library research
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini,
maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan penulisannya agar lebih mudah
dipahami dalam memecahkan masalah yang ada. Di dalam penulisan ini dibagi dalam
4 ( empat ) bab yang terdiri dari :
BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan
yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metodologi
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini merupakan bab yang berisi tinjauan
pustaka
BAB III : Bab ini merupakan bab yang berisi
pembahasan yang tercakup dalam rumusan masalah.
BAB IV : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat
kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sampah
Menurut Undang-undang Nomor 8 tahun 2008 pengertian
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat.
2.2 Sumber-Sumber Sampah
Sumber-sumber
sampah dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
a.
Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic
wastes)
Sampah
ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang
sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak
atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya,
pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan
dari kebun atau taman.
b.
Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah
ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas,
plastik, botol, daun, dan sebagainya.
c.
Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah
ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen,
perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon,
klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar
(rubbish).
d.
Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah
ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari : kertas-kertas,
kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil
kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.
e.
Sampah yang
berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk
sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal
dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam,
plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f.
Sampah yang
berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau
pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung,
ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
g.
Sampah yang
berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan
jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya:
batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya.
h.
Sampah yang berasal
dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini,
berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan
sebagainya (Notoatmojo, 2003).
2.3 Jenis Sampah
Jenis-jenis sampah juga dapat dibedakan menjadi
beberapa, yakni ;
a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung
didalamnya
·
Sampah anorganik,
adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk.
Misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik dan sebagainya.
·
Sampah organic, adalah
sampah yang pada umumnya dapat membusuk.
Misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya.
b. Sampah berdasarkan dapat dan tidaknya terbakar
·
Sampah yang mudah
terbakar, misalnya : kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas dan sebagainya.
·
Sampah yang tidak
dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas,
kaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya - Abu (Ashes)
Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah
terbakar, baik di rumah, di kantor maupun industri.
·
Sampah Jalanan (Street
Sweeping), berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari
kertas-kertas, kotoran dan daun-daunan.
·
Bangkai Binatang
(Dead Animal), yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam,
penyakit atau kecelakaan.
·
Sampah pemukiman
(Household refuse), yaitu sampah campuran yang berasal dari daerah
perumahan.
·
Bangkai Kendaraan
(Abandoned vehicles), yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai
mobil, truk, kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportasi lainny
·
Sampah industri
Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil bumi,
tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.
·
Sampah hasil
penghancuran gedung/bangunan (Demolotion waste), yaitu sampah yang
berasal dari perombakan gedung/bangunan.
·
Sampah dari
daerah pembangunan, yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan gedung,
perbaikan dan pembaharuan gedung. Sampah dari daerah ini mengandung tanah
batu-batuan, potongan kayu, alat perekat, kertas dan lain-lain.
·
Sampah Padat Pada
Air Buangan (Sewage Solid), sampah yang terdiri dari benda yang umumnya
zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan.
·
Sampah Khusus, yaitu
sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya, misalnya kaleng
cat, film bekas, zat radioaktif dan zat yang toksis. (Mukono, 2006)
2.4 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah
Menurut Slamet (2004) sampah baik kualitas maupun
kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup
masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :
a. Jumlah
Penduduk
Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk
semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju
pertambahan penduduk.
b. Keadaan
sosial ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin
banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin
banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung
pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat
akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan meningkatkan
kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-bangunan, transportasi pun
bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan
konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah.
c. Kemajuan
Teknologi
Kemajuan teknologi akan
menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang
semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam
pula.
d. Tingkat pendidikan
Menurut Hermawan (2005) Untuk meningkatkan mutu
lingkungan, pendidikan mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan,
manusia makin mengetahui dan sadar akan bahaya limbah rumah tangga terhadap
lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap kesehatan manusia dan dengan
pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional. Semakin
tinggi tingkat pendidikan selayaknya semakin tinggi kesadaran dan kemampuan
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2.5 Penerapan
prinsip 3-R, 4-R atau 5-R
Prinsip-prinsip
yang dapat diterapkan dalam penanganan sampah misalnya dengan menerapkan
prinsip 3-R, 4-R atau 5-R. Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan
sampah dengan cara Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan
kembali), Recycle (mendaur ulang sampah), sedangkan 4-R ditambah Replace
(mengganti) mulai dari sumbernya. Prinsip 5-R selain 4 prinsip tersebut di
atas ditambah lagi dengan Replant (menanam kembali). Penanganan sampah
4-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka
pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif, sehingga
diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.
a. Reduce
Prinsip Reduce dilakukan dengan cara sebisa
mungkin melakukan minimalisasi barang atau material yang digunakan. Semakin
banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan
berkaitan dengan program reduce:
·
Hindari pemakaian
dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar
·
Gunakan kembali
wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lain
·
Gunakan baterai
yang dapat di charge kembali
·
Jual atau berikan
sampah yang terpilah kepada pihak yang memerlukan
·
Ubah pola makan
(pola makan sehat : mengkonsumsi makanan segar, kurangi makanan kaleng/instan)
·
Membeli barang
dalam kemasan besar (versus kemasan sachet)
·
Membeli barang
dengan kemasan yang dapat di daur ulang (kertas, daun dan lain-lain)
·
Bawa kantong/tas
belanja sendiri ketika berbelanja
·
Tolak penggunaan
kantong plastik
·
Gunakan rantang
untuk tempat membeli makanan
·
Pakai
serbet/saputangan kain pengganti tisu
·
Kembali
kepemakaian popok kain bagi para ibu
b. Reuse
Prinsip reuse dilakukan dengan cara sebisa
mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali. Dan juga menghindari
pemakaian barang-barang yang hanya sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang
waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan
berkaitan dengan program reuse:
·
Pilih produk
dengan pengemas yang dapat didaur ulang
·
Gunakan produk
yang dapat diisi ulang (refill)
·
Kurangi
penggunaan bahan sekali pakai
·
Plastik kresek
digunakan untuk tempat sampah
·
Kaleng/baskom
besar digunakan untuk pot bunga atau tempat sampah
·
Gelas atau botol
plastik untuk pot bibit, dan macam-macam kerajinan
·
Bekas kemasan
plastik tebal isi ulang digunakan sebagai tas
·
Styrofoam digunakan untuk alas pot atau lem
·
Potongan
kain/baju bekas untuk lap, keset, dan lain-lain
·
Majalah atau buku
untuk perpustakaan
·
Kertas koran
digunakan untuk pembungkus
c. Recycle
Prinsip recycle dilakukan dengan cara sebisa
mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak
semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Menurut Suyoto (2008) tindakan yang dapat dilakukan
berkaitan dengan program recycle:
·
Mengubah sampah
plastik menjadi souvenir
·
Lakukan
pengolahan sampah organik menjadi kompos
·
Mengubah sampah
kertas menjadi lukisan atau mainan miniatur
d. Replace
Prinsip replace dilakukan dengan cara lebih
memperhatikan barang yang digunakan sehari-hari. Dan juga mengganti
barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan
lama. Prinsip ini mengedepankan penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan
seperti mengganti kantong plastik dengan keranjang saat berbelanja, atau
hindari penggunaan styrofoam karena banyak mengandung zat kimia
berbahaya.
e. Replant
Prinsip replant dapat
dilakukan dengan cara membuat hijau lingkungan sekitar baik lingkungan rumah,
perkantoran, pertokoan, lahan kosong dan lain-lain. Penanaman kembali ini
sebagian menggunakan barang atau bahan yang diolah dari sampah
2.6 Hambatan
dalam Pengelolaan Sampah
Menurut
Slamet (2004) masalah pengelolaan sampah di Indonesia merupakan masalah yang
rumit karena :
1. Cepatnya perkembangan teknologi,
lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memahami
persoalan persampahan
2. Meningkatnya tingkat hidup
masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang
persampahan
3. Kebiasaan pengelolaan sampah yang
tidak efisien menimbulkan pencemaran udara, tanah dan air, gangguan estetika
dan memperbanyak populasi lalat dan tikus
4. Semakin sulitnya mendapatkan lahan
sebagai tempat pembuangan akhir sampah, selain tanah serta formasi tanah yang
tidak cocok bagi pembuangan sampah, juga terjadi kompetisi yang semakin rumit
akan penggunaan tanah.
5. Semakin banyaknya masyarakat yang
berkeberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan sampah
6. Kurangnya pengawasan dan pelaksanaan
peraturan
7. Sulitnya menyimpan sampah sementara
yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
8. Sulitnya mencari partisipasi
masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara kebersihan.
9. Pembiayaan yang tidak memadai,
mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh jawatan
pemerintah.
10. Pengelolaan sampah dimasa lalu dan
saat ini kurang memperhatikan faktor non teknis seperti partisipasi masyarakat
dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.
Dari
uraian di atas dapat dilihat bahwa faktor yang lebih dominan menimbulkan
hambatan dalam pengelolaan sampah adalah kurangnya pengetahuan, tentang
pengelolaan sampah, kebiasaan pengelolaan sampah yang kurang baik dan kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (Rohani, 2007).
2.7 Landasan Hukum
Landasan
hukum :
1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah
2. Peraturan Daerah Kabupaten Garut
Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Garut Tahun
2011 - 2031
3. Peraturan Daerah Kabupaten Garut No.
6 s/d 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Persampahan di Kabupaten Garut
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
TPA
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah
mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul disumber, pengumpulan,
pemindahan/ pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan
penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat
dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang
lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini
menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa sayang untuk mengalokasikan
pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas
dibanding dengan pembangunan sektor lainnya. Di TPA, sampah masih mengalami
proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis
sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat bahkan ada
beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya
plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakan pun
masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat
mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang
telah ditutup.
3.2 Metoda
Pembuangan Sampah
Pembuangan
sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:
a. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara
pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi;
dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut
penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan
sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi
mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya
seperti:
o
Perkembangan
vektor penyakitseperti lalat, tikus, dll
o
Polusi
udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
o
Polusi
air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
o
Estetika
lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
b. Control Landfill
Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana
secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya
juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk
diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini
diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
1) Saluran drainase untuk mengendalikan
aliran air hujan
2) Saluran pengumpul lindi dan kolam
penampungan
3) Pos pengendalian operasional
4) Fasilitas pengendalian gas metan
5) Alat berat
Adapun metoda pembuangan sampah yang digunakan oleh tempat
pembuangan akhir Pasirbajing adalah
metoda control landfill. Dari hasil data yang diperoleh bahwa saluran
drainase untuk mengendalikan aliran air hujan di TPA Pasirbajing tidak
berfungsi, hal ini disebabkan oleh fasilitas yang tidak memadai karena dana
yang dialokasikan untuk pengelolaan dan perawatan TPA itu sendiri tidak
maksimal. Selain itu saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan tidak
berfungsi dikarenakan hilang dan pengelola menyatakan bahwa untuk mengembalikan
fungsi dari lindi tersebut perlu dana yang cukup dan perencanaan yang matang.
Untuk pos pengendalian operasional di TPA Pasirbajing sendiri berfungsi dengan
baik. Kemudian fasilitas pengendalian gas metan menggunakan pipa pengamanan gas
yang ditanam dengan kedalaman 3m dan diatas permukaan tanah 3m. Dan untuk
fasilitas alat berat sendiri terdiri dari Loader 2 unit, Buldozer 1 unit
fasilitas alat berat ini dirasa kurang memadai mengingat jumlah volume sampah
tidak sebanding dengan ketersediaan alat berat.
c. Sanitary Landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara
interansional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi
gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan
prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai
saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.
3.3 Persyaratan
Lokasi TPA
Mengingat
besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan
lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan
dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI
tentang Tata Cara Pemilihan
Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah; yang diantaranya dalam
kriteria regional dicantumkan :
1) Bukan daerah rawan geologi (daerah
patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)
2) Bukan daerah rawan hidrogeologis
yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis
tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi
harus dilakukan masukan teknologi)bukan daerah rawan topografis (kemiringan
lahan lebih dari 20%)
3) Bukan daerah rawan terhadap kegiatan
penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km)
4) Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
Dari hasil data yang diperoleh mengenai lokasi penempatan
TPA Pasirbajing sudah dikategorikan ideal karena telah memenuhi syarat diatas.
TPA Pasirbajing berada di lokasi perbukitan dengan kemiringan 30-40 derajat,
jauh dari pemukiman, jauh dari sungai, tidak ada sumber air resapan dan
lain-lain.
3.4 Jenis
dan Fungsi Fasilitas TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik
maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang meliputi:
a. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan
pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar
kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi
jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal
jalan TPA dengan konstruksi :
a) Hotmix
b) Beton
c) Aspal
e) Kayu
Dalam
hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
1) Jalan masuk/akses; yang
menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia
2) Jalan penghubung; yang menghubungkan
antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA
3) Jalan operasi/kerja; yang diperlukan
oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas
dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya
4) jalan penghubung dapat juga
berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.
Dari
hasil data yang diperoleh kontruksi jalan di TPA Pasirbajing adalah 500 meter
jalan masuk adalah aspal sedangkan selanjutnya jalan penghubung dan jalan
operasi kontruksinya adalah pasir dan batu yang telah bercampur dengan air
limbah dari sampah,karena tidak berfungsinya fasilitas drainase dan saluran
penampung lindi.
b. Prasarana Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran
limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke
timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap
debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke
timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada
gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis
drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA
agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya
dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang
telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran
limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu
permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran
drainase.
Berdasarkan data yang diperoleh,drainase yang terdapat di
TPA pasirbajing ada yang aktif dan ada yang tidak aktif,itu artinya sebagai
komponen penting dalam pengolahan sampah drainase ini menjadi titik pangkal
yang apabila kinerjanya tidak maksimal
maka akan menimbulkan ekses yang cukup mengkhawatirkan.jelas tidak begitu
berarti ketika musim kemarau, namun akan menjadi bencana ketika musim penghujan
dimana intensitas hujan yang sering
dengan curah hujan yang tinggi,maka tanpa drainase yang memadai rembesan
air hujan yang masuk ke timbunan sampah dengan volume yang banyak akan
mengakibatkan semakin banyak pula debit lindi yang dihasilkan sehingga aliran
limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah akan mengalir ke tempat
yang lebih rendah yang ada disekitarnya hal ini jelas masuk ke dalam kategori
pencemaran.
c.
Fasilitas
Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan
sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah.
Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka
dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan.
Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan postersebut sekaligus sebagai
kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
Dari hasil data yang diperoleh sampah yang masuk ke TPA
pasirbajing bisa mencapai 70 ton/hari. Jumlah ini memang tidak tetap per
harinya, namun berdasarkan materi diatas dapat diketahui bahwa kapasitas
pembuangan telah melampaui 50 ton/hari, maka dianjurkan untuk menggunakan
jembatan timbang. Namun pada kenyataan di lapangan, jembatan timbang di Pasirbajing
sudah tidak berfungsi. Kembali lagi alasan krusialnya adalah dana sebagai
sumber penyokong dalam pelaksanaan kegiatan maupun perawatan.
d.
Lapisan
Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air
lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu
lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun
dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal +50 cm merupakan alternative
yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat
diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif
tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh, untuk lapisan kedap air di
TPA Pasirbajing ternyata tidak ada, alhasil air lindi yang terbentuk di dasar
TPA menjadi bersatu dengan sisa-sisa sampah yang ada di sepanjang jalan zona
aktif dan tidak aktif di TPA. Hal ini membuat akses menuju zona aktif
pengolahan sampah menjadi begitu becek dan tak karuan.
e. Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida
dan metan dengan komposisi hampir sama, disamping gas-gas lain yang sangat
sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses
pemanasan global terutama gas metan, karenanya perlu dilakukan pengendalian
agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu
dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada
titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah
penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan
menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan
cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
Dari data yang diperoleh fasilitas pengamanan gas yang ada
di TPA Pasirbajing telah tersedia dengan baik dimana hampir di sekeliling zona
aktif pengolahan sampah telah terpasang pipa-pipa ventilasi dengan kedalaman
3meter dan 3meter diatas permukaan tanah, hal ini tentu sangat baik mengingat
gas metan yang dihasilkan dari tumpukan sampah akan menjadi penyumbang terbesar terjadinya efek
pemanasan global jika terlepas bebas ke
atmosfer, hal ini tentu akan mengakibatkan semakin menipisnya lapisan ozon dan
mengancam keberlangsungan kehidupan di bumi.
f.
Fasilitas
Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah
yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu
ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas
pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran
pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA. Sehingga lindi secara
otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada
mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi
umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi
dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul
secara gravitasi sangat menguntungkan. Namun bila topografi TPA tidak
memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat
menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk
daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk
menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis
seperti halnya pengolahan air limbah.
Dari hasil data
yang diperoleh fasilitas pengaman lindi di TPA
Pasirbajing ternyata tidak ada, entah karena SDM yang kurang memadai
atau karena dana yang menjadi hambatan utama namun apapun alasannya fasilitas
pengamanan lindi ini seharusnya menjadi konsen penting dari pihak pengelola
sampah di TPA mengingat banyaknya senyawa yang memiliki kandungan pencemar yang
sangat tinggi sehingga memicu pencemaran air tanah maupun permukaan
tanah.menurut salah satu pengelola TPA mengatakan bahwa warga Desa Leuweung
Tiis sampai Desa Warung Peuteuy tidak ada yang menggunakan air tanah (sumur)
dirumah mereka, melainkan menggunakan air yang berasal dari mata air sekitar
gunung di kawasan tersebut. Tentu hal tersebut tidak menjadi pembenar dalam
ketiadaan fasilitas pengaman lindi di TPA karena jelas selain mencemari air
tanah, lindi juga merusak unsur hara tanah yang ada disekitarnya akibat
terserapnya air ke dalam tanah.
g. Alat Berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa:
bulldozer,excavator dan loader. Setiap jenis perlatan tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam
operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian.
Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan
sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun
sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan
dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya
memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
Dari hasil data yang
diperoleh jumlah alat berat yang terdapat di TPA Pasirbajing adalah Buldozer
sebanyak 1 unit dan loader sebanyak 2 unit. Bisa dibayangkan dengan jumlah
volume sampah yang tak menentu setiap harinya, jumlah alat berat yang ada di
TPA Psirbajing ini masihlah jauh dari kategori memadai, mengingat masing-masing
dari peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, otomatis antara
satu alat berat dengan alat berat yang lain tentu akan saling melengkapi dalam hal
operasionalnya, minimal TPA Pasirbajing ini memliki baik bulldozer, loader dan
excavator meskipun dalam unit yang terbatas tapi ada, sehingga proses
pengolahan sampah mulai dari perataan, pemadatan, penggalian, ataupun
pemindahan tanah dan sampah dapat berjalan secara efektif dan efisien.
h. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud
diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk
pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah
penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di
sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll)
Berdasarkan data yang diperoleh kegiatan di TPA Pasirbajing
ini ternyata tidak begitu baik, bila merujuk pada salah satu tujuan penghijaun adalah sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan
lalat yang berlebihan. Hal ini berdasarkan pada kenyataan yang ditemukan
dilapangan bahwa 200 meter dari zona aktif pengolahan sampah saja bau menyengat
itu telah begitu jelas tercium terlebih ketika berada di zona aktif pengolahan
sampah, lalat yang berterbangan begitu banyaknya, sehingga sampai pada
kesimpulan bahwa indikasi penghijauan di TPA Pasirbajing ini memang tidak
maksimal.
i.
Fasilitas
Penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu
pengoperasian TPA yang baik diantaranya : pemadam kebakaran, mesin pengasap/ mistblower, kesehatan/keselamatan kerja,
toilet, dan lain lain.
Dari data yang berhasil diperoleh sarana atau fasilitas
penunjang di TPA Pasirbajing ini nyaris tidak ditemukan, mistblower atau alat pemadam kebakaran tidak ada, kemudian toilet
tidak berfungsi sementara fasilitas penunjang kesehatan yang paling sederhana
seperti masker atau tergos tidak ada, hal ini atas apa yang terlihat di
lapangan bahwa petugas baik kordinator lapangan, petugas kantor sampai operator
alat beratpun tidak ada yang menggunakan alat atau fasilitas penunjang
kesehatan seperti itu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sampah pada dasarnya
merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai hasis ekonomi,
bahkan dapat mempunyai hasil ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk
membuang atau membersihkannya memerukan biaya yang sangat besar. Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah
yang kian mendesak di kota-kota di
Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penangan yang baik akan mengakibatkan
terjadinya perubahan keseimbangan
lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari
lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara. Karena itu untuk mengatasi
masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap
sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit
dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan
semakin majunya kebudayaan. Oleh karena itu penangan sampah di perkotaan
relative lebih sulit dibanding sampah di desa-desa.
Tempat pembuangan akhir
(TPA) Pasirbajing yang telah menerapkan sistem control landfill, pada
kenyataannya masih memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga
secara operasional diperlukan penyempurnaan melalui proses monitoring dan
evaluasi secara berkala. Dampak negatif yang perlu mendapat perhatian secara
serius adalah teradinya akumulasi berbagai bahan pencemar baik pada air, udara
dan tanah dan adanya bencana longsor sampah.
Strategi pengelolaan sistem lama
yang mengandalkan sistem pengangkutan, pembuangan, dan pengolahan menjadi bahan
urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost centre). Disamping memerlukan biaya
operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar jug amenimbulkan banyak
dampak yang kurang menguntungkan bagi
kehidupan masyarakat serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang
peduli akan lingkungannya.
4.2 Saran
Pada dasarnya
penempatan pengelolaan sampah harus sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berkenaan dengan tata ruang. Namun dalam pelaksanaannya di TPA Pasirbajing
sendiri masih jauh dari konsep tata ruang yang ideal, artinya dari segi tempat
yang dikatakan telah masuk kategori sesuai dengan tempat pembuangan akhir yakni
jauh dari sumber mata air, jauh dari
sungai, jauh dari pemukiman namun sebenarnya jika meruntut pada teknis
operasional pengelolaan sampah sendiri banyak hal yang mesti dibenahi dan
diperbaiki mulai dari sarana yang menjadi unsur utama dalam pengelolaan sampah
seperti lahan yang tidak akan mencemari lingkungan, kemudian peralatan yang
mendukung dalam operasional pengolahan sampah seperti alat berat, drainase,
saluran lindi, pipa ventilasi pengaman gas dan lain sebagainya. Namun memang
jika permasalahan-permasalahan yang timbul juga akibat kurangnya pendanaan dari
pemerintah maka perlu dicermati hal ini menjadi tanggungjawab kita bersama
terlebih unsur pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan, unsur tata ruang,
dinas kebersihan, lingkungan hidup dan semua unsur yang ikut terlibat
dalam pengelolaan tata ruang yang ada di
Kabupaten Garut, karena ini semua tak lebih untuk kepentingan dan kebaikan kita
bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang :
Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Peraturan
Daerah Kabupaten Garut Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Garut Tahun 2011 – 2031
Peraturan
Daerah Kabupaten Garut No. 6 s/d 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Persampahan
di Kabupaten Garut
Internet :
Wikipedia.com