KEPAILITAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan perekonomian global
membawa pengaruh terhadap perkembangan hukum terutama hukum dagang yang
merupakan roda penggerak perekonomian. Erman Radjagukguk menyebutkan bahwa
globalisasi hukum akan menyebabkan peraturan-peraturan Negara-negara berkembang
mengenai investasi,perdagangan, jasa-jasa dan bidang perekonomian lainnya
mendekati Negara-negara maju. (Convergency).Dalam rangka menyesuaikan
dengan perekonomian global, Indonesia melakukan revisi terhadap seluruh hukum
ekonominya.Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa perubahan terhadap hukum
ekonomi Indonesia dilakukan juga karena tekanan dari badan-badan dunia
seperti WTO, IMF dan Worl Bank. Bidang hukum yang mengalami revisi antara lain
adalah hukum kepailitan. Hukum kepailitan sendiri merupakan warisan dari
pemerintahan Kolonial Belanda yang notabenenya bercorak sistem hukum Eropa
Kontinental. Di Indonesia saat ini dalam hukum ekonomi mendapat pengaruh yang
cukup kuat dari sistem hukum Anglo Saxon.
Pada dasarnya Kepailitan dapat terjadi karena
makin pesatnya perkembangan perekonomian dan perdagangan dimana muncul berbagai
macam permasalahan utang piutang yang timbul dalam masyarakat. Begitu juga
dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang
tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan
kesulitas besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk
meneruskan kegiatan usahanya.
Mempelajari perkembangan hukum
kepailitan yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari kondisi perekonomian
nasional khususnya yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Dari sisi ekonomi
patut disimak data yang dikemukakan oleh Lembaga Konsultan (think tank) Econit
Advisory Group, yang menyatakan bahwa tahun 1997 merupakan ‘Tahun Ketidak
pastian” (A Year of Uncertainty). Sementara itu, Tahun 1998 merupakan
“Tahun Koreksi” (A Year of Correction). Pada pertengahan tahun 1997
terjadi depresiasi secara drastis nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,
khususnya US $ dari sekitar Rp. 2300,00 pada sekitar bulan Maret menjadi
sekitar Rp. 5000,00 per US $ pada akhir tahun 1997. Bahkan pada pertengahan
tahun 1998 nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp. 16.000,00 per US $. Kondisi
perekonomian ini mengakibatkan keterpurukan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
sebelumnya positif sekitar 6 – 7 % telah terkontraksi menjadi minus 13 – 14 %.
Tingkat inflasi meningkat dari di bawah 10 % menjadi sekitar 70 %. Banyak
perusahaan yang kesulitan membayar kewajiban utangnya terhadap para kreditor
dan lebih jauh lagi banyak perusahaan mengalami kebangkrutan (Pailit).
1.
B. RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari kerangka dasar
berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka permasalahan
yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
- Kepailitan
1.
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah :
- Untuk
memenuhi tugas makalah Hukum Dagang.
- Mengetahui
mengenai konsep kepailitan perusahaan dan penundaan pembayaran .
- Mengetahui
mengenai proses dijatuhkannya pailit.
1.
D. METODOLOGI PENULISAN
Dalam penulisan ini penulis
menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
- Penelitian
kepustakaan ( Library Research ) yaitu penelitian yang dilakukan melalui
studi literature, internet, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada
relevansinya dengan masalah yang dibahas.
1.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan
penulisannya agar lebih mudah dipahami dalam memecahkan masalah yang ada. Di
dalam penulisan ini dibagi dalam 3 ( tiga ) bab yang terdiri dari :
BAB I
: Bab ini merupakan bab pendahuluan
yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metodologi
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II : Bab ini merupakan bab yang berisi
pembahasan yang tercakup dalam rumusan masalah.
BAB III : Bab ini merupakan bab penutup yang
memuat kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
KEPAILITAN
2.I. Dasar Hukum Kepailitan
Semula lembaga hukum kepailitan
diatur undang-undang tentang Kepailitan dalam Faillissements-verordening
Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348. Karena perkembangan
perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi, serta modal yang
dimiliki oleh para pengusaha umumnya berupa pinjaman yang berasal dari berbagai
sumber, undang-undang tersebut telah menimbulkan banyak kesulitan dalam
penyelesaian utang-piutang. Penyelesaian utang-piutang juga bertambah rumit
sejak terjadinya berbagai krisis keuangan yang merembet secara global dan
memberikan pengaruh tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional. Kondisi
tidak menguntungkan ini telah menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha
dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya.
Undang-undang tentang Kepailitan (Faillissements
verordening, Staatsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348), sebab itu,
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor
1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang
kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998. Perubahan tersebut juga ternyata belum memenuhi perkembangan dan
kebutuhan hukum di masyarakat, sehingga pada tahun 2004 pemerintah memperbaikinya
lagi dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang Kepailitan dan PKPU). Dan juga adapun
BW secara umum khususnya pasal 1131 sampai dengan 1134.
2.2 Pengertian dan Syarat Kepailitan
Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(Undang-undang Kepailitan dan PKPU), “kepailitan” diartikan sebagai sita
umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Menurut kamus,
pailit berarti “bangkrut” atau “jatuh miskin”. Dengan demikian maka kepailitan
adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang atau badan hukum tidak mampu lagi
membayar kewajibannya (Dalam hal ini utangnya) kepada si piutang.
Tampak bahwa inti kepailitan adalah
sita umum (beslaang ) atas kekayaan debitor. Maksud dari penyitaan agar semua
kreditor mendapat pembayaran yang seimbang dari hasil pengelolaan asset yang
disita. Dimana asset yang disita dikelola atau yang disebut pengurusan dan
pemberesan dilakukan oleh curator.
Dalam hal terjadi kepailitan, yaitu
Debitur tidak dapat membayar utangnya, maka jika Debitur tersebut hanya
memiliki satu orang Kreditur dan Debitur tidak mau membayar utangnya secara
sukarela, maka Kreditur dapat menggugat Debitur ke Pengadilan Negeri dan
seluruh harta Debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada Kreditur. Namun,
dalam hal Debitur memiliki lebih dari satu Kreditur dan harta kekayaan Debitur
tidak cukup untuk melunasi semua utang kepada para Kreditur, maka akan timbul
persoalan dimana para Kreditur akan berlomba-lomba dengan segala macam cara
untuk mendapatkan pelunasan piutangnya terlebih dahulu. Kreditur yang
belakangan datang kemungkinan sudah tidak mendapatkan lagi pembayaran karena
harta Debitur sudah habis. Kondisi ini tentu sangat tidak adil dan merugikan
Kreditur yang tidak menerima pelunasan. Karena alasan itulah, muncul lembaga
kepailitan dalam hukum. Lembaga hukum kepailitan muncul untuk mengatur tata
cara yang adil mengenai pembayaran tagihan-tagihan para Kreditur dengan
berpedoman pada KUHPer, terutama pasal 1131 dan 1132, maupun Undang-undang
Kepailitan dan PKPU.
Pasal 1131 KUHPer:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik
debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk
perikatan perorangan debitur itu.”
Pasal 1132 KUHPer:
“Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua
kreditur terhadapnya; hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut
perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada
alasan-alasan sah untuk didahulukan.”
Dari dua pasal tersebut, dapat kita
simpulkan bahwa pada prinsipnya pada setiap individu memiliki harta kekayaan
yang pada sisi positif di sebut kebendaan dan pada sisi negatif disebut
perikatan. Kebendaan yang dimiliki individu tersebut akan digunakan untuk
memenuhi setiap perikatannya yang merupakan kewajiban dalam lapangan hukum
harta kekayaan.
Syarat Kepailitan
Hal ini dijelaskan dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) UUK :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak
mambayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya.”
Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU
di atas, supaya pasal 1131 dan 1132 KUHP berlaku sebagai jaminan pelunasan
utang Kreditur, maka pernyataan pailit tersebut harus dilakukan dengan putusan
Pengadilan yang terlebih dahulu dimohonkan kepada Pengadilan Niaga. Menurut
Gunawan Widjaja, maksud dari permohonan dan putusan pailit tersebut kepada
Pengadilan adalah untuk memenuhi asas publisitas dari keadaan tidak mampu
membayar Debitur. Asas tersebut dimaksudkan untuk memberitahukan kepada
khalayak umum bahwa Debitur dalam keadaan tidak mampu membayar, dan hal
tersebut memberi kesempatan kepada Kreditur lain yang berkepentingan untuk
melakukan tindakan. Dengan demikian, dari pasal tersebut dapat kita tarik
kesimpulan bahwa dikabulkannya suatu pernyataan pailit jika dapat terpenuhinya
persyaratan kepailitan sebagai berikut:
1)
Debitur tersebut mempunyai dua atau lebih Kreditur
Untuk melaksanakan Pasal 1132 KUHPer
yang merupakan jaminan pemenuhan pelunasan utang kepada para Kreditur, maka
pasal 1 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan PKPU mensyaratkan adanya dua atau
lebih Kreditur. Syarat ini ditujukan agar harta kekayaan Debitur Pailit dapat
diajukan sebagai jaminan pelunasan piutang semua Kreditur, sehingga semua
Kreditur memperoleh pelunasannya secara adil. Adil berarti harta kekayaan
tersebut harus dibagi secara Pari passu dan Prorata. Pari
Passu berarti harta kekayaan Debitur dibagikan secara bersama-sama diantara
para Kreditur, sedangkan Prorata berarti pembagian tersebut besarnya
sesuai dengan imbangan piutang masing-masing Kreditur terhadap utang Debitur
secara keseluruhan.
Dengan dinyatakannya pailit seorang Debitur, sesuai pasal 22
jo. Pasal 19 Undang-undang Kepailitan dan PKPU, Debitur pailit demi hukum
kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan ke
dalam kepailitan. Terhitung sejak tanggal putusan Pengadilan, Pengadilan
melakukan penyitaan umum atas seluruh harta kekayaan Debitur Pailit, yang
selanjutnya akan dilakukan pengurusan oleh Kurator yang diawasi Hakim Pengawas.
Dan bila dikaitkan dengan pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan, maka
hubungan hukum utang-piutang antara Debitur dan Kreditur itu hapus dengan
dilakukannya “pembayaran” utang melalui lembaga kepailitan.
(2) Debitur tersebut tidak
membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Gugatan pailit dapat diajukan
apabila Debitur tidak melunasi utangnya kepada minimal satu orang Kreditur yang
telah jatuh tempo, yaitu pada waktu yang telah ditentukan sesuai dalam
perikatannya. Dalam perjanjian, umumnya disebutkan perihal kapan suatu
kewajiban itu harus dilaksanakan. Namun dalam hal tidak disebutkannya suatu
waktu pelaksanaan kewajiban, maka hal tersebut bukan berarti tidak dapat
ditentukannya suatu waktu tertentu. Pasal 1238 KUHPer mengatur sebagai berikut:
“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan
akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu
yang ditentukan.”
Adapun criteria yang harus dipenuhi,
yakni debitur mempunyai atau lebih kteditur dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Rumusan utang dijelaskan dalam
Pasal 1 butir 6 UUK menyebutkan utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau
dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang
timbul karena perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila
tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan Debitur.
Adapun syarat yang lain dalam kepailitan yaitu :
- Pailit
berarti pemogokan pembayar atau kemacetan pembayaran.
- Debitur
dalam keadaan berhenti membayar, dengan putusan hakim dia dinyatakan
pailit.
- Putusan
pailit akan diucapkan hakim, bila secara sumir terbukti adanya peristiwa atau
keadaan yang menunjukan adanya keadaan berhenti membayar dari debitur.
- Sumir
terbukti berarti untuk pembuktian tidak berlaku peraturan pembuktian yang
biasa ( buku IV KUHPerdata ).
Utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia atau mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul
dikemudian hari yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk
mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitur.
2.3. Asas Utama
Undang-Undang Kepailitan
1) Cepat
Proses kepailitan lebih sering digunakan oleh pelaku usaha,
sehingga memerlukan keputusan yang cepat.
2) Adil
Melindungi kreditur dan debitur yang beritikad baik serta
pihak ketiga yang tergantung dengan usaha debitur.
3) Terbuka
Keadaan insolven suatu badan hukum harus diketahui oleh
masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan efek yang negative dikemudian hari,
dan mencegah debitur yang beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakt
dengan cara menipu.
4) Efektif
Keputusan pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat,
baik keputusan penolakan permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan
perdamaian ataupun keputusan PKPU.
2.4 Tujuan hukum kepailitan
- Agar
debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela walaupun telah ada putusan
pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya, atau karena tidak
mampu untuk membayar seluruh hutangnya, maka seluruh harta bendanya disita
untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan kepada semua
krediturnya menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali ada
alasan-alasan yang sah untuk didahulukan;
- untuk
menghindarkan kreditur pada waktu bersamaan meminta pembayaran
kembali piutangnya dari si
debitur;
- Menghindari
adanya kreditur yang ingin mendapatkan hak istimewa yang menuntut
hak-haknya dengan cara menjual sendiri barang milik debitur, tanpa
memperhatikan kepentingan kreditur lainnya;
- Menghindarkan
kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh si debitur sendiri, misalnya
debitur melarikan atau menghilangkan semua harta kekayaannya dengan maksud
melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur, debitur
menyembunyikan harta kekayaannya, sehingga para kreditur tidak akan mendapatkan
apa-apa.
- Menghukum
pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaannya
mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami
keadaan insolvensi.
2.5. Fungsi Undang-Undang Kepailitan
- Mengatur
tingkat Prioritas dan urutan masing-masing piutang para kreditor.
- Mengatur
tata cara agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit.
- Mengatur
tata cara menentukan kebenaran mengenai adanya suatu piutan kreditur.
- Mengatur
mengenai sahnya piutang atau tagihan.
- Mengatur
mengenai jumlah yang pasti dari piutang.
- Mengatur
bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitur untuk
pelunasan piutang masing-masing kreditur berdasarkan urutan tingkat
prioritasnya.
- Untuk
eksekusi sita umum oleh pengadilan terhadap harta debitur sebelum
pembagian hasil penjualan.
- Mengatur
upaya perdamaian yang ditempuh oleh debitur dengan keditur sebelum
pernyataan pailit dan sesudah pernyatan pailit.
2.6. Pelindungan Kepentingan Kepailitan Perseroan
- Kepentingan
perseroan.
- Kepentingan
pemegang saham minoritas.
- Kepentingan
karyawan perseroan.
- Kepentingan
persaingan usaha yang sehat.
- Kepentingan
masyarakat.
2.7 Perlindungan Kepentingan Kepailitan Masyarakat
- Pajak
yang dibayar debitur oleh negara.
- Masyarakat
yang memerlukan kesempatan kerja dari debitur.
- Masyarakat
yang memasok barang dan jasa kepada dibitur.
- Masyarakat
yang tergantung hidupnya dari pasokan barang dan jasa ( konsumen atau
pedagang ).
2.8. Pihak yang Dapat Mengajukan
Kepailitan
Selain oleh Kreditur dan Debitur
sendiri, suatu permohonan pailit dapat diajukan oleh pihak-pihak lain seperti
yang disebutkan dalam pasal 2 Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Mereka adalah:
1. Kejaksaan untuk kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan
bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
2. Bank Indonesia dalam hal Debitur adalah bank
Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank
sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata
didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara
keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank
Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan
kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin
usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan
perundang-undangan.
3. Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM) dalam hal Debitur
adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian
Permohonan pailit juga dapat diajukan oleh Badan Pengawas
Pasar Modal (BPPM) karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan
Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan
penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi
yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia
terhadap bank.
4. Menteri Keuangan dalam hal Debitur adalah
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha
Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
2.9. Pihak yang Dapat Dijatuhkan Pailit
- Orang
perorangan : pria dan wanita; menikah atau belum menikah. Jadi pemohon adalah
debitur perorangan yang telah menikah, maka permohonan hanya dapat
diajukan atas persetujuan suami atau isterinya, kecuali tidak ada
percampuran harta.
- Perserikatan
atau perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Jika pemohon berbentuk
Firma harus memuat nama dan tempat kediaman masimh-masing persero yang
secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang Firma.
- Perseroan,
perkumpulan, koperasi, yayasan yang berbadan hukum.
- Harta
warisan.
2.10. Akibat Kepailitan
- Kepailitan
meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit
diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Kecuali
tempat tidur,pakaian, alat-alat pertukangan, buku-buku yang diperlukan
dalam pekerjaan,makanan dan minuman untuk satu bulan, alimentasi atau uang
yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.
- Debitur
demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta
kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan ( sejak pukul 00.00 waktu setempat ).
- Kepailitan
hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur
pailit.
- Harta
pailit diurus dan dikuasai curator untuk kepentingan semua kreditur dan
debitur. Hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya
kepailitan.
- tuntutan
dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh
atau terhadap curator.
- Segala
perbuatan debitur yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat
dibuktikan bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitur untuk
merugikan kreditur maka dapat dibatalkan oleh curator atau kreditur atau
gugatan yang diajukan curator demi menyelamatkan keutuhan harta pailit
demi kepentingan kreditur (Aktiopauliana ).
- Hibah
dapat dibatalkan sepanjang merugikan harta kepailitan ( boedel pailit ).
Missal penghibahan 40 hari menjelang kepailitan dianggap dibuat
untuk merugikan para kreditur.
- Perikatan
selama kepailitan yang dilakukan debitur apabila perikatan tersebut
menguntungkan bisa diteruskan. Namun apabila perikatan tersebut dapat
merugikan, maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh debitur secara pribadi
atau perikatan tersebut dapat dimintakan pembatalan.
- Kepailitan
suami atau istri yang kawin dalam satu persatuan harta, diperlakukan
sebagai kepailitan persatuan harta tersebut.
2.11. Cara Penundaan Kepailitan
Cara penundaan kepailitan ini dapat
ditempuh dengan mekanisme pengajuan perdamaian. Debitur pailit berhak untuk
menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditur atau melakukan PKPU.
l Jika pengesahan perdamaian
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kepailitan berakhir.
l
Kurator wajib mengumumkan perdamaian tersebut
dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2 surat kabar harian.
l Jika tidak ditentukan lain,
Kurator wajib mengembalikan kepada Debitur semua benda, uang, buku dan dokumen
yang termasuk harta pailit dengan tanda terima yang sah.
2.12. Prosedur Permohonan Pailit
Bagaimana prosedur permohonan pailit? Hal ini diatur dalam
pasal 6 UUK,yaitu sebagai berikut :
(1) Permohonan pernyataan
pailit diajukan kepada ketua pengadilan.
(2) Penitera mendaftarkan
permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan
diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran.
(3) Penitera wajib menolak
pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (3),(4) dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.
(4) Panitera menyampaikan
permohonan pernyataan pailit kepada ketua pengadilan paling lambat 2 (dua) hari
setelah tanggal permohonan didaftarkan.
(5) Dalam jangka waktu paling
lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit
didaftarkan,pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
(6) Sidang pemeriksaan atas
permohonan pernyatan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20
(dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
(7) Atas permohonan debitur
dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan dapat menunda penyelenggaraan
sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sampai dengan paling lambat 25 (dua
puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
2.13. Upaya Hukum
Jika para pihak tidak puas terhadap keputusan pengadilan
niaga, dapat mengadakan upaya hukum, yakni kasasi. Dijabarkan dalam Pasal 11
UUK, yang mengemukakan :
(1) Upaya hukum yang dapat
diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke
MA.
(2) Permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 8 (delapan) hari
setelah tanggal putusan yang domohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan
kepada panitera pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit.
(3) Permohonan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selain dapat diajukan oleh debitor dan
kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat
diajukan oleh kreditur lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat
pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.
(4) Panitera mendaftar
permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada
pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan
tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
2.14. Putusan Pailit
Jika pengadilan menerima permohonan pailit,diangkat curator
untuk melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit.
Curator dapat ditunjuk oleh :
a. Debitor atau kreditor
b. Pengadilan
Curator adalah pihak yang diberi tugas untuk melakukan
pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit. Dalam melakukan tugasnya,
kurator :
- Tidak
diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan
terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun
dalam keadaan diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian
dipersyaratkan;
- Dapat
melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata – mata dalam meningkatkan
nilai harta pailit. Bila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga
curator perlu membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak
agunan atas kebendaan lainnya, maka pinjaman tersebut harus terlebih
dahulu memperoleh persetujuan hakim pengawas.
Curator yang dimaksud di atas terdiri dari 2 macam, yaitu :
- Balai
Harta Peninggalan (BHP)
- Curator
lainnya yaitu perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di
Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka
mengurus dan atau membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada
departemen Kehakiman.
2.15. Berakhirnya
Kepailitan
Pembatalan oleh MA setelah adanya upaya hukum.
- Pencabutan
kepailitan atas usul curator karena kekayaan debitur sangat tidak
mencukupi untuk membayar utang.
- Pemberesan.
- Perdamaian.
BAB IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Krisis moneter membuat hutang
menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali Debitor
tidak mampu membayar utang-utangnya. Di samping itu, kredit macet di perbankan
dalam negeri juga makin membubung tinggi secara luar biasa (sebelum krisis
moneter perbankan Indonesia memang juga telah menghadapi masalah kredit
bermasalah yaitu sebagai akibat terpuruknya sektor riil karena krisis moneter.
Dirasakan bahwa peraturan kepailitan
yang ada, sangat tidak dapat diandalkan. Banyak Debitor yang dihubungi oleh
para Kreditornya karena berusaha mengelak untuk tanggung jawab atas
penyelesaian utang-utangnya. Sedangkan restrukturisasi utang hanyalah mungkin
ditempuh apabila Debitor bertemu dan duduk berunding dengan para Kreditornya
atau sebaliknya.
Di samping adanya kesediaan untuk
berunding itu, bisnis Debitor harus masih memiliki prospek yang baik untuk
mendatangkan revenue, sebagai sumber pelunasan utang yang direstrukturisasi
itu. Dengan demikian diharapkan adanya feedback antara kreditor dan debitor
dengan baik. Sehingga dirasakan dapat menguntungkan kedua belah pihak.
2. Saran
Seyogyanya Majelis Hakim pengadilan niaga dalam memeriksa
perkara kepailitan harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
seperti memperhatikan subyek yang menjadi persengketa
DAFTAR PUSTAKA
Radjagukguk, Erman., Peranan Hukum Dalam Pembangunan Pada
Era Globalisasi, Jurnal Hukum Vol.II No.6
Prof.Dr.H.Man S.Saatrawidjaja,S.H.,S.U.2006,Hukum
Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,cetakan pertama,PT
Alumni,Bandung
Sembiring Sentosa,Hukum Dagang, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2008
Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Fred B.G.Tumbuan, Pokok-pokok Penyempurnaan Aturan Tentang
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Makalah disampaikan dalam Lokakarya
Undang-Undang Kepailitan,Jakarta,3-14 Agustus 1998.
Search Engine:
.
MAKALAH
HUKUM DAGANG
KEPAILITAN
Dibuat
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang
Dosen
: Mia Rasmiaty, SH., Sp.1., MH
Disusun
Oleh:
Anggi
Andriani NPM :
201129004
Ius Yusep NPM
: 201129022
Lilis NPM
: 201129011
Ecep NPM
: 201129006
Deden NPM
: 201129047
SEKOLAH TINGGI HUKUM GARUT
2013
Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui “ Kepailitan”.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan bagi pembaca pada umumnya, khususnya bagi kami selaku
penulis, dan kami mengakui masih banyak kekurangan pada makalah ini untuk itu
kami harapkan kepada pembaca agar dapat memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnan makalah ini.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.A.
Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
I.B.
Rumusan Masalah ………………………………………………......................... 1
I.C.
Tujuan Penelitian ……………………………………………………………….. 1
I.D.
Metodologi Penelitan …………………………………………………………… 2
I.E.
Sistematika Penulisan …………………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Dasar Hukum Kepailitan ……………….………………………………………. 4
2.2. Pengertian dan Syarat Kepailitan …………...………………………………….. 4
2.3. Asas Utama Undang-undang Kepailitan.……………………………………….. 8
2.4. Tujuan Hukum Kepailitan…………….………………………………………… 8
2.5. Fungsi Undang-undang Kepailitan……………………………………………… 9
2.6.
Perlindungan Kepentingan Kepailitan Perseroan ……………………………….. 9
2.7.
Perlindungan Kepentingan Kepailitan Masyarakat ……………………………... 10
2.8.
Pihak yang dapat Mengajukan Kepailitan ………………………………………. 10
2.9.
Pihak yang dapat Dijatuhkan Pailit ……………………………………………… 11
2.10.Akibat
Kepailitan ………………………………………………………………... 11
2.11.Cara
Penundaan Kepailitan ……………………………………………………… 12
2.12.Prosedur
Permohonan Pailit ……………………………………………………... 12
2.13.Upaya
Hukum ………………………………………………………………….. 13
2.14.Putusan
Pailit …………………………………………………………………... 14
2.15.Berakhirnya
Kepailitan ………………………………………………………… 15
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
…………………………………………………………………..…..
16
2. Saran …………………………………………………………………………….. 16
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………...…………………………. 17
Radjagukguk,Erman,Peranan Hukum Dalam pembangunan Pada Era
Globalisasi,Jurnal Hukum Vol.II No.6,hlm.3