BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan
Santet pada umumnya memang sulit untuk
dipahami atau dimengerti makna nya, namun pada dasarnya santet merupakan bagian
dari ilmu gaib yang memang dipercaya atau diyakini oleh beberapa atau sebagian
masyarakat. Santet menurut beberapa opini juga dapat menyebabkan seseorang
sebagai korban dikarenakan penyalahgunaan santet tersebut yang digunakan
sebagai media untuk membuat orang celaka, sakit, atau bahkan kematian. Oleh
karena santet dapat menyebabkan seseorang sebagai korban maka santet dapat
digolongkan sebagai tindak pidana. Tindak Pidana sebagaimana yang dirumuskan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 11 ayat 1 yang merupakan
perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
Adapun latar belakang filosofi santet dapat
digolongkan menjadi tindak pidana adalah karena santet diakui dan dipercaya
keberadaannya di masyarakat, dan menimbulkan keresahan, namun tidak dapat
dicegah dan diberantas melalui hukum karena kesulitan dalam hal pembuktiannya.
Dengan alasan tersebut maka perlu dibentuk tindak pidana baru mengenai santet
yang sifatnya mencegah agar perbuatan tersebut tidak terjadi.
Ditinjau dari pengertiannya, kriminalisasi adalah
proses mengangkat perbuatan yang semula bukan perbuatan pidana menjadi
perbuatan yang dapat dipidana.
Proses
kriminalisasi ini terdapat didalam tahap formulasi dari pembaharuan hukum
pidana. Masalah kriminalisasi ini sangat erat kaitannya dengan criminal policy.
Criminal policy adalah usaha yang rasional baik dari masyarakat/pemerintah
untuk menaggulangi tindak pidana baik menggunakan sarana penal maupun non
penal. Seiring berkembangnya zaman, pembaharuan peraturan hukum pidana memang
perlu dilakukan sebagai kebijakan hukum pidana yang dapat disebut pula sebagai
politik hukum pidana.
Pengertian kebijakan atau politik hukum
pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun kriminal. Menurut Prof. Sudarto,
“Politik Hukum” adalah:
a. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan
keadaan dan situasi pada suatu saat.
b. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk
menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan
untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai
apa yang dicita-citakan.
Penggunaan upaya hukum termasuk hukum
pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam
kebijakan penegakan hukum karena tujuanya untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum ini pun termasuk
kedalam kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Sebagai suatu masalah yang termasuk masalah
kebijakan, penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan.
Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena pada hakikatnya dalam
masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif.
Dengan demikian, masalah pengendalian atau
penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana, bukan hanya merupakan
problem sosial tetapi juga masalah kebijakan.
Meninjau masalah santet dalam perspektif
hukum, berarti meninjau sebagai salah satu permasalahan hukum yang perlu adanya
kajian lebih dalam tentang bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap tindak
pidana santet karena santet merupakan perbuatan gaib yang sulit dalam
pembuktianya secara hukum.
Sebagaimana yang kita ketahui, Indonesia
merupakan Negara yang kental akan budaya masyarakatnya. Seperti halnya apa yang
ada pada masyarakat Indonesia di pedalaman, ataupun pribumi. Pola – pola
budaya tersebut melahirkan berbagai macam tardisi, kepercayaan dan juga masih
kental dengan hal –
hal mistik. Kepercayaan masyarakat terkait hal mistik
masih mengakar dengan cukup kuat menjadi sebuah mitos tersendiri di
tengah-tengah masyarakat. Cara pandang masyarakat tentang santet menjadikan
santet seperti sudah membudaya di kalangan masyarakat.
Kekuatan ilmu ghaib atau santet seringkali
digunakan untuk alat memenuhi kepentingan manusia – manusia
yang berdilema. Dan sering fenomena ini kita temui dalam jasa dunia perdukunan
di Indonesia. Jasa yang ditawarkan sangat berfariasi, seperti susuk, sumber
rejeki, cepet jodoh, dan yang menjadi masalah terbesar adalah santet jasa ghaib
ini digunakan untuk ajang perang kasat mata dan berujung pada kekerasan
psikolgis manusia serta kematian bagi manusia yang terkena santet. Sehingga
sering ditemukan adanya masyarakat yang menjadi korban dimana mereka menderita
sakit bahkan kematian yang tidak masuk akal dalam dunia kedokteran sebagai
akibat tukang teluh atau dukun santet. Penyelewangan seperti ini yang menjadi
akar permasalahan dalam penegakan hukum, dan pemberian sanksi untuk aktor
santet.
Ketika ritual adat yang kental dengan hal
ghaib diselewengkan fungsinya untuk kepentingan tertentu. Dalam hal ini, hukum
Indonesia belum bisa menjelajah dan menetapkan sanksi atas aktifitas santet
yang merugikan sebagian orang. Dan secara sosiologi hukum dapat dijelaskan
bahwa kekuatan –
kekuatan santet atau sihir ada yang bisa dibuktikan
kebenarannya melalui alat – alat praktinya. Serta
belum juga bisa dibuktikan praktiknya dan ini masih terkait dengan kendala
praktik ilmu sihir perdukunan yang kasat mata.
Fenomena dunia perdukunan dan santet ini
lah yang sering kali kaku dalam menafsirkan prosedur hukumnya, karena magis
atau santet dapat dipahami sebagai perilaku kriminal yang merusak dan tidak
terlihat oleh mata telanjang. Merujuk dari apa yang dikatakan oleh Baharudin
(2007) mendefinisikan bahwa santet sebagai tindakan yang merusak kesejahteraan
orang lain dengan motif balas dendam atau sakit hati. Tindakan ini menyebabkan
sakit, kematian, dan berbagai bentuk penderitaan lain serta dikategorikan
sebagai tindak kriminal. Selanjutnya dalam persoalan penegakan hukum Indonesia
yang tertulis rapi dalam UU ternyata menyisahkan cerita baru.
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dan menuangkannya ke
dalam sebuah makalah yang sederhana ini dengan judul : “Pengaturan Tindak Pidana Santet Dalam Konsep Rancangan Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Di Indonsesia.”
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar
belakang penulisan, maka penulis membatasi pokok permasalahan dalam penulisan
makalah ini sebagai berikut:
1. Apakah
yang menjadi latar belakang kriminalisasi santet sebagai tindak pidana?
2. Bagaimanakah
perumusan santet sebagai tindak pidana dalam konsep RUU KUHP di Indonesia, KUHP
Papua New Guinea dan Hukum Islam ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui, memahami, dan menganalisis latar belakang kriminalisasi santet
sebagai tindak pidana.
2. Untuk
mengetahui, memahami, dan menganalisis perumusan santet sebagai tindak pidana
dalam konsep RUU KUHP di Indonesia, KUHP Papua New Guinea dan Hukum Islam.
D.
Kegunaan
Penulisan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu:
1. Secara
teoritis, penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan serta memeberikan
manfaat serta sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu hukum khususnya
hukum pidana yang berkaitan dengan pengaturan tindak pidana santet dalam
rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana di Indonesia.
2. Secara
praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat
agar mengetahui bahwa santet juga dapat diartikan sebagai tindak pidana
sehingga santet tidak lagi menimbulkan keresahan dan dapat dicegah di dalam
kehidupan masyarakat.
Anonyme, “ Solusi Hukum Pada
Praktek Perdukunan”, http://rustamcastello.blogspot.com/2012/10/solusi-hukum-pada-praktekperdukunan.html,
diakses pada tanggal 18 November 2014, jam 15 13.