BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penelitian
Narkotika
adalah zat kimia atau obat yang biasanya mengandung candu yang dapat
menimbulkan rasa mengantuk atau tidur yang mendalam. Selain itu, dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menhilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan bagi
pemakainya. Pengaturan narkotika berdasarkan undang-undang nomor
35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009), bertujuan untuk menjamin ketersedian guna
kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika,
serta pemberantasan peredaran gelap narkotika. Dewasa
ini penyebaran dan penggunaan narkotika tidak hanya di lingkungan sosial saja,
tetapi sudah merambah ke lingkungan pendidikan, agama, bahkan ke lingkungan
para penegak hukum. Yang menjadi sasaran dari penyebaran Narkotika ini yakni, remaja,
anak-anak sekolah baik SMP maupun SMA, bahkan di lingkungan pesantren pun
hampir sebagian para santri sudah memakai dan menggunakan obat terlarang ini. Kondisi
ini sungguh sangat memprihatinkan sekali karna kalau tidak di atasi jelas akan
merusak generasi muda Indonesia, dan akan menjadi bahaya yang sangat besar bagi
kehidupan manusia, bangsa, dan negara.
Dewasa ini
penyalahgunaan narkotika telah merambah hampir ke seluruh strata (lapisan)
masyarakat. Mulai dari kalangan elite yang tinggal di kota-kota besar sampai
kalangan yang tinggal di pelosok desa. Dari kalangan masyarakat yang
berkecukupan sampai pada kalangan menengah ke bawah. Juga dari kalangan elite
politik dalam pemerintahan, pengusaha dan bahkan sering juga terdapat oknum
anggota legislatif dan oknum penegak hukum. Kelihatannya trend penggunaan
narkotika telah bergeser dari motif hanya sekedar untuk melarikan pikiran dari
tekanan masalah yang sedang melanda hidup seseorang, berubah menjadi semacam
gaya hidup, terutama dikalangan para selebritis untuk membantu mereka dalam
menghadapi tekanan dan persaingan yang sangat keras dalam profesi mereka.
Narkotika tadinya bukan obat terlarang, melainkan sejenis obat yang biasa
dipakai di kedokteran untuk meracik atau bahkan untuk mengobati. Tapi yang
menjadi terlarangnya obat tersebut yaitu salah pemakaian dan penggunaan atau
dengan kata lain disalahgunakan dengan tidak sesuai proporsi dan kadarnya.
Sehingga akibatnya pun berbeda, bisa memabukkan bahkan sampai mematikan.
Selain dari
itu, ketika masyarakat mendengar istilah narkotika atau narkoba, pasti merasa
ketakutan, kebencian, dan kekhawatiran. Ketakutan akan dirinya, keluarganya,
dan orang-orang terdekatnya kecanduan atau mengkonsumsi Narkotika tersebut.
Lalu kebencian dari masyarakat terhadap
orang-orang yang mengkonsumsi apalagi pada obat tersebut. Kekhawatiran yang
mungkin timbul dari masyarakat ialah akan bahaya narkotika terhadap orang yang
mengkonsumsi dan yang paling dikhawatirkan lagi adalah rusaknya generasi
penerus bangsa hanya karena obat-obat terlarang itu, bahkan bisa saja obat
tersebut bisa sampai menyebabkan kematian bagi orang yang mengkonsumsinya.
Kejahatan
narkotika merupakan extra orginary
crime. Adapun pemaknaannya adalah sebagai suatu kejahatan yang berdampak besar
dan multi-dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu
dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu
extraordinary punishment kiranya begitu menjadi relevan mengiringi model
kejahatan yang berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini kian merambahi ke
seantero bumi ini sebagai transnational crime. Penegakan hukum terhadap tindak
pidana narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan telah
banyak mendapatkan putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini
diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran
perdagangan narkoba atau narkotika, tapi dalam kenyataan justru semakin
intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran
perdagangan narkotika tersebut. Tindak pidana narkoba atau narkotika
berdasarkan Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 (UU No.35 tahun 2009, memberikan
sangsi pidana cukup berat, di samping dapat dikenakan hukuman badan dan juga
dikenakan pidana denda, tapi dalam kenyataanya para pelakunya justru semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor penjatuhan sangsi pidana tidak
memberikan dampak atau deterrent effect terhadap para pelakunya.
Peredaran narkoba, secara illegal di
Indonesia telah cukup lama dan semakin meningkat. Indonesia yang mulanya
sebagai negara transit perdagangan narkoba kini sudah di jadikan daerah tujuan
operasi oleh jaringan narkoba internasional. Penyalahgunaan narkoba telah
berada pada tingkat yang sangat membahayakan, selama masyarakat memandang bahwa
memerangi bahaya narkoba adalah tugas pemerintah semata-mata, maka selama itu
pula upaya pemberantasan narkoba tidak akan berhasil, narkoba hanya dapat di
perangi dan menangi bila semua memahami dan menyadarinya serta memandang bahwa
bahaya narkoba sebagai musuh bersama dan mengambil peran aktif dalam upaya
memeranginya, dalam hal ini selain pemerintah dan masyarakat, organisasi
berbasis keagamaan, pemerintah, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), lembaga
hukum, bersama-sama meningkatkan dan memberdayakan masyarakat menuju kehidupan
yang sehat baik dari aspek mental, jasmani, maupun spiritual.
Narkoba
atau narkotika dalam konteks hukum Islam adalah termasuk masalah ‘ijtihadi,
karena narkoba tidak disebutkan secara langsung di dalam Al Quran dan Sunnah,
serta tidak di kenal pada masa Rasulullah SAW. Ketika itu yang ada di
tengah-tengah masyarakat yang mayoritas peminum khamr. Islam sangat
menganjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh, agar selalu dapat memenuhi segala
kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah Swt yang telah diatur dalam
syari’at Islam. Menjaga kesehatan tubuh merupakan faktor yang utama untuk dapat
memelihara kesehatan akal pikiran, karena dalam tubuh yang sehat terdapat akal
pikiran yang sehat. Menurut Imam Ghazali, dalam kitabnya Al-Mustashfa fi Ilmi
al-Ushul, disebutkan dengan tegas bahwa, tujuan adanya perintah dan larangan
dalam sumber utama hukum Islam Al Qur’an dan Hadits dikelompokkan menjadi lima
pokok, yaitu untuk memelihara agama (hifdzuddin), memelihara jiwa manusia
(hifdzunnas), memelihara akal atau kehormatan (hidzul aqli), memelihara
keturunan (hifdzunnasal) dan untuk memelihara harta (hifdzumaal). Oleh karena
itu Islam sangat mengharamkan narkotika tersebut, karena semu hal yang buruk
yang akan membahayakan jasmani dan rohani mereka dan merusak kepribadian serta
kehidupan mereka bahkan mengancam keselamatan jiwa mereka. Secara teoritis penelitian
ini bisa menjadi bahan informasi bagi pembaca dalam memahami masalah narkotika
ini, kemudian secara praktis menjadi bahan acuan bagi penegak hukum supaya
lebih baik lagi dan lebih profesional dalam melaksanakan serta
mengimplemantasikan aturan-aturan yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan
narkotika.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka penulis
membatasi pokok permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana status hukum
pemakai, produsen dan pengedar narkoba menurut Hukum Islam dan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 ?
2.
Bagaimana sanksi di dalam
Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terhadap penyalahguna
Narkotika ?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui, memahami, dan menganalisis status hukum pemakai, produsen dan
pengedar Narkotika menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
2. Untuk
mengetahui, memahami, dan menganalisis sanksi di dalam Hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terhadap penyalahguna Narkotika.
D.
Kegunaan
Penelitian
Dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Secara
teoritis, memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu
hukum, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum tindak pidana mengenai
narkotika.
2. Secara
praktis, penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan teori
tambahan dan informasi khususnya pada para penegak hukum supaya bisa lebih baik
dan lebih profesional dalam melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan yang
berhubungan dengan masalah penyalahgunaan narkotika.
E.
Kerangka
Pemikiran
Istilah
narkotika berasal dari bahasa yunani “narke”
yang berarti “terbius sehingga tidak merasakan apa-apa” .
Sedangkan narkotika menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah obat
untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk,
atau merangsang (seperti opium dan ganja). Sesuai dengan pengertian narkotika
yang tercantum dalam Pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang
ini.
Golongan-golongan
narkotika yang dimaksud dalam UU Narkotika ketentuan pasal 6 ayat (1) terdapat
3 golongan, yaitu
:
a. Narkotika
Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Antara
lain : Tanaman koka, tanaman ganja, opium, MDMA, Amfetamina, selanjutnya ada 65
Jenis (Lampiran I UU Narkotika).
b. Narkotika
Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Antara
lain : Morfina, Bezitramida,Alfaprodina, selanjutnya ada 86 Jenis (Lampiran I
UU Narkotika).
c. Narkotika
Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Antara
lain : Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina,
selanjutnya ada 14 jenis (Lampiran 1 UU Narkotika)
Sebenarnya
kata narkotika tidak tercantum dalam Al-quran maupun Al-Hadits, tapi narkotika
ini dikaitkan dengan kata khamar karena
sama-sama ada dampak yang ditimbulkkannya yaitu sifat memabukkan. Dalam hukum
islam dikenal dengan adanya sumber-sumber hukum islam, dan salah satu sumber
hukum islam itu yaitu dengan menggunakan metode qiyas atau bisa disebut juga dengan analogi hukum. Qiyas adalah menganalogikan suatu
masalah yang belum ada ketetapan hukumnya
(nash/dalil) dengan masalah yang
sudah ada ketetapan hukumnya karena
adanya persamaan .
Oleh
karena itu karena baik sifat maupun bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahguna
narkotika sama bahkan lebih dahsyat dari minuman keras atau khamar, maka ayat-ayat Al-Quran dan
Hadits-hadits Rasulullah saw yang melarang atau mengharamkan minuman keras atau
khamar dapay dijadikan dasar atau
dalil terhadap dilarang dan diharamkannya penyalahgunaan narkotika.
Terdapat
ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan diharamkannya penyalahgunaan narkotika
yaitu ada pada surat Al-Baqarah ayat
219 dan surat Al-Maidah ayat 90-91
yang berbunyi :
“Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah : “pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya.”Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah : ”yang lebih darikeperluan.”Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”. (QS. Al-Baqarah : ayat 219).
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat
Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan perkerjaan
itu).”(QS. Al-Maidah : ayat 90-91)
Khamar
adalah miniman memabukkan. Khamar
dalam bahasa arab berarti ”menutup” kemudian dijadikan nama bagi segala yang
memabukkan dan menutup aurat. Selanjutnya, kata khamar dipahami sebagai minuman yang membuat peminumnya mabuk atau
ganguan kesadaran. Pada zaman klasik, cara mengonsumsi benda yan memabukkan
diolah oleh manusia dalam bentuk minuman sehingga para pelakunya disebut
peminum. Pada era modern, benda yang memebukkan dapat dikemas menjadi aneka
ragam kemasan berupa benda padat, cair, dan gas yang dikemas menjadi bentuk
makanan, minuman, tablet, kapsul, atau serbuk, sesuai dengan kepentingan dan
kondisi si pemakai.
Ada
sebuah hadits yang menetapkan keharaman khamar
berdasarkan hadits Rasulullah saw yang
berbunyi :
“Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw.
Bersabda setiap yang memabukkan adalah arak dan setiap yang memabukkan adalah
haram. (Riwayat Muslim)”
Para
fuqaha ada yang memberi pengertian khamar,
yaitu cairan yang memebukkan, yang terbuat dari buah-buahan seperti anggur,
kurma yang berasal dari biji-bijian seperti gandum dan yang berasal dari
manisan seperti madu, atau hasil atas sesuatu yang mentah, baik diberi nama
klasik atau nama modern yang beredar di dalam masyarakat .
Zat
yang digolongkan sejenis minuman memabukkan adalah narkoba. Narkoba adalah
kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan obat berbahaya. Zat ini
digolongkan sejenis minuman khamar, termasuk
juga zat yang memabukkan dan haram status hukumnya dikonsumsi oleh manusia. Hal
ini dikemukakan oleh Al-Ahmady Abu An-Nuur. Selain itu, ia juga mengungkapkan
bahwa narkoba/narkotika melemahkan, membius, dan merusak akal serta anggota
tubuh manusia lainnya.
Dasar hukum pengharaman narkotika adalah hadits Rasulullah saw. yang berbunyi :
“Rasulullah saw. melarang setiap perkara yang
memabukkan dan dapat melemahkan badan”
Selain dari hadits di atas ada
beberapa hadits lainnya yang mengharamkan narkotika, minuman keras atau khamar
yaitu sebagai berikut :
a. “Sesungguhnya Rasullullah
saw. bersabda : Sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka walaupun sedikit pun
adalah haram” (H.R. Ahmad dan Imam Empat).
b. “Sesungguhnya Nabi saw.
bersabda : Setiap yang memabukkan haram” (H.R. Muslim).
c. “Nabi saw. bersabda :
Setiap minuman yang memabukkan adalah haram” (H.R. Bukhari).
d. “Allah melaknat
(mengutuk), khamar, peminumnya, penyajinya, pedagangnya, pembelinya, pemeras
bahannya, pemakan atau penyimpannya, pembawa dan penerimanya.”(H.R. Abu Daud,
Ibnu Majah dan Ibnu Umar).
e. “Malaikat Jibril datang
kepadaku lalu berkata : ”Hai Muhammad, Allah melaknat minuman keras,
pemerasnya,orang-orang yang membantu pemerasnya, penerima/penyimpannya,
penjualnya, pembelinya, penyuguhnya, orang-orang yang mau disuguhinya.” (H.R.
Ahmad bin Hambal dari Ibnu Abas).
Berdasarkan
ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-hadits tersebut di atas, maka penyalagunaan
narkotika sama hukumnya dengan minuman
keras atau khamar.
Berpedoman
kepada undang-undang narkotika, didalamnya jelas tersirat bahwa pelaku
penyalahgunaan narkotika merupakan pelaku tindak pidana terhadap narkotika itu
sendiri. Namun, disela itu, sebenarnya undang-undang narkotika sendiri juga
telah mengklasifikasikan para pelaku tersebut menjadi dua golongan yang antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Pecandu
narkotika.
2. Penyalahguna
narkotika.
Yang dimaksud dengan pecandu dalam
undang-undang ini adalah sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 13 “Pecandu
Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis”.
Tetapi dalam pasal 1 angka 15 kemudian
menyebutkan bahwa penyalahguna narkotika adalah “orang yang mengunakan
narkotika tanpa hak dan melawan hukum” sehingga dalam ketentuan pasal 127 ayat
(1) kemudia di katakana bahwa:
Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Kemudian selain dari ancaman pidana di atas
bagi penyalah guna untuk digunakan bagi diri sendiri, ada juga ancaman-ancaman
pidana lainnya, yaitu ancaman bagi penyalah guna sebagai perantara, pemberi dan
pembawa. Ancaman pidana yang diberikan kepada para penyalah guna itu berbeda
dengan ancaman pidana penyalah guna bagi diri sendiri. Ancaman pidana yang
diberikan berdasarkan Undang-undang narkotika ini antara lain :
1. Setiap
penyalah guna :
a. Narkotika Golongan I bagi perantara dipidana penjara
paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun serta denda
paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah.
b. Narkotika Golongan II bagi perantara dipidana
penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 12 tahun serta
denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar
rupiah.
c. Narkotika Golongan III bagi perantara dipidana
penjara paling singkat 3 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun serta
denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar
rupiah.
2. Setiap penyalah guna :
a. Narkotika Golongan I bagi pemberi dipidana
penjara paling singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 15 tahun serta
denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar
rupiah.
b. Narkotika Golongan II bagi pemberi dipidana
penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 12 tahun serta
denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar
rupiah.
c. Narkotika Golongan III bagi pemberi dipidana
penjara paling singkat 3 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun serta
denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar
rupiah.
3. Setiap
penyalah guna :
a. Narkotika Golongan I bagi pembawa dipidana
penjara paling singkat 4 tahun dan pidana penjara paling lama 12 tahun serta
denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar
rupiah.
b. Narkotika Golongan II bagi pembawa dipidana
penjara paling singkat 3 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun serta
denda paling sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar
rupiah.
c. Narkotika Golongan III bagi pembawa dipidana
penjara paling singkat 2 tahun dan pidana penjara paling lama 7 tahun serta
denda paling sedikit empat ratus juta rupiah dan paling banyak tiga miliar
rupiah.
Jika ditelusuri lebih lanjut, apabila
di tilik dari perspektif kejiwaan, sebenarnya kedua pelaku kejahatan narkotika
ini jelas signifikan perbedaannya. Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka
lebih tepat dikategorikan sebagai korban dari ulah tangan para penyalah guna
narkotika yang melakukan kejahatan mengedarkan narkotika secara ilegal, baik
perorangan ataupun korporasi. Itu karena, pecandu narkotika merupakan seseorang
yang telah terjerumus akibat bujuk rayu dari penyalah guna narkotika yang
berperan sebagai pengedar narkotika dan akhirnya memutuskan untuk mencoba
mengkonsumsi narkotika hingga akhirnya menyebabkan ketergantungan terhadapnya.
Kemudian sanksi dalam hukum islam
bagi pelaku tindak pidana narkotika ada beberapa pendapat yang menerapkan
sanksi ini dalam hukum islam. Ijma’ sahabat telah sepakat bahwa peminum khamr
atau pelaku tindak pidana narkotika harus dijatuhi had jilid. Mereka telah sepakat bahwa had atau sanksi bagi
pelakunya yaitu di jilid (dipukul
atau dicambuk) punggungnya tidak boleh kurang dari 40 kali jilid.
Kemudian berdasarkan hadits Nabi
Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abi Said jilid dilakukan sebanyak 40 kali
atau bisa lebuh, lalu alat yang digunakan untuk menjilidnya yaitu dengan
pelepah kurma.
Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata mengenai
banyaknya jilid dan yng diberikan
pada peminum khamr atau, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjilid
40 kali, Abu Bakar 40 kali, Umar 80 kali, dan semuanya adalah sunnah.” Pernyataan
Alu menunjukkan bahwa jilid bagi peminum khamr tidak boleh kurang dari 40 kali, tetapi dapat lebih dari 40
kali.
Penganut-penganut madzhab Hanafi dan
Imam Malik mengatakan delapan puluh kali deraan, sedangkan Imam Syafi’i
mengatakan empat puluh kali deraan. Dari Imam Ahmad terdapat dua riwayat
sebagaimana dalam buku AlMughni. Salah satu dari dua riwayat tersebut ialah
riwayat yang mengatakan delapan puluh kali pukulan. Pendapat ini dikatakan oleh
Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan pengikut-pengikut mereka.
Dasarnya adalah ijma’ sahabat seperti
dalam riwayat yang menceritakan, bahwa Umar mengadakan musyawarah dengan
masyarakat mengenai hukuman peminum khamr.
Pada waktu itu Abdur Rahman bin Auf mengatakan, bahwa hukuman dimaksud
harus disamakan dengan hukuman yang teringan dalam bab hukuman, yakni delapan
puluh pukulan. Pendapat ini dilaksanakan oleh Umar dan kemudian diberitahukan
kepada Khalid dan Abu Ubaidah, gubernur Syam.
Selain dari itu ada juga sebuah
pendapat lagi yaitu pendapat Ibnu Abi Syaibah. Dia meriwayatkan dari Abi Abdul
Rahman As Salimiy dari Ali radhiyallahu
‘anhu, yang berkata : “Sekelompok penduduk Syam telah minum khamr. Kemudan mereka memutarbalikkan
ayat-ayat Al-Quran. Lalu Umar bermusyawarah dengan para sahabat. Umar berkata,
“Aku perintahkan mereka untuk bertobat, jika mereka tidak bertobat, maka di-jilid 80 kali, jika tidak mau bertobat
penggallah lehernya, karena hal itu telah mengubah apa yang diharamkan Allah.”
Kemudian penduduk Syam bertobat. Akhirnya mereka di-jilid 80 kali.
Ed.
Kurniawan, Budi Setiawan, Noldy Ratta, Ketut Wirya, I Ketut Lancar, dan Imanuel
E. Raitung, Narkotika dalam Pandangan
Islam, BNN (Badan Narkotika Nasional), Jakarta, 2010, hlm 17-19.