Dari sejarah perkembangan pemilikan hak atas tanah menurut Kasser dan Wubbe bahwa pemilikan tanah oleh perorangan tanpa penarikan pajak oleh negara selama berabad-abad masa pemerintahan republik (3 SM - 1 SM), tanah-tanah tertentu yang dipergunakan bagi kepentingan umum {ager publicus) dieksplotasi oleh patres familias yang bertindak sebagai partikelir (swasta). Walaupun tanah tersebut dipandang sebagai tanah negara (age publicus populi Romawi). Namun, negara dalam'pengertian hukum adalah keseluruhan warga Romawi, sehingga diartikan tanah tersebut diperlukan oleh seluruh warga Romawi.
Dari segi teoritis, negara tidak memiliki tanah yang didasarkan pada alasan bahwa pengertian milik (eigendom) menunjukkan adanya kekuasaan mutlak (volstrekte heerschappij). Jika prinsip pemilikan (ownership) dalam hakekat pemilikan eigendom dijadikan dasar pengembanan oleh negara dan diberikan arti kepemilikan, maka bertentangan dengan hakekat negara hukum yang demokratis atau bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menjadi acuan universal negara-negara yang ada di dunia. Penggunaan tanah untuk kepentingan publik tidak mengharuskan tanah dimiliki oleh negara. Menurut Von Jhering, selain benda, termasuk tanah, yang benar-benar dipergunakan bagi kepentingan negara (bangunan untuk instansi) yang dapat dimiliki negara, benda di luar itu tidak dapat dimiliki negara. Jalan-jalan umum tidak dapat disebut milik negara. Jika merujuk kepada pembagian res publicae dari Gaius, maka yang dapat menjadi milik negara hanya respublicae, yang tidak diperuntukkan bagi kepentingan publik.
Disamping Gaius membagi benda-benda menjadi res divini luris dan res humani iuris, sedangkan Marcianus membagi benda-benda berdasarkan pemilikan disamping jenis benda menurut kepentingan, b0 sebagai berikut :
1. Benda milik bersama (gemeengoed van alien zijn, naturali iura omnium).
2. Benda yang tidak dimiliki oleh siapapun (niemands goet zijn, nu/lius).
3- Benda milik perseorangan (privaten personen toebehoren, singu/orum).
4. Benda semata-mata untuk kepentingan masyarakat (eenige gemeenchap, universitatis in betrekking staan).
Dari pemikiran hak milik bangsa Indonesia yang membedakan hak milik publik dan hak milik privat atas'tanah, maka konsep pemilikan dari Gaius dan Marcianus dapat digolongkan ke dalam kelompok hak milik publik dan hak milik privat atas tanah. Dengan demikian res divini iuris yang terdiri dari res sacrae, res religiosae, res sanctae dan res humani iuris yaitu res publicae oleh Gaius beserta benda-benda gemeengoed van alien zijn, naturali iura communia omnium (benda-benda milik bersama) dan eenige gemeenschap/universitatis in betrekking staan (benda-benda semata-mata untuk kepentingan masyarakat) oleh Marcianus adalah hak milik publik.' Sedangkan, res privatae menurut pengelompokan Gaius dan privaten personen toebehoren dari Marcianus adalah hak milik privat. Terhadap benda-benda yang tidak dimiliki oleh siapapun [niemands goed zijn, nu/lius) adalah hak milik bangsa yang nantinya dapat dipunyai oleh hak milik publik d’an dapat pula oleh hak milik privat.
Hak milik publik dapat diartikan sebagai bagian hak milik bangsa Indonesia yang kepunyaan, peruntukan, dan penggunaannya ditujukan kepada kepentingan bersama bangsa dan pengelolaannya di bawah kekuasaan negara. Yang termasuk dalam hak milik publik, yaitu :
1. Hak pakai, untuk instansi pemerintah dan sarana umum (Pasal 16 jo Pasal 41 UUPA).
2 Hak pengelolaan, untuk keperluan departemen yang salah satu tugasnya melaksanakan pembangunan yang menggunakan lahan dari pemerintah daerah (Pasal 1 6 )o U Nomor 1 Tahun 1977).
3. Hak milik wakaf (Pasal 14 jo PP Nomor 28 Tahun 1977).