BAB I
PENDAHULUAN
Pajak merupakan salah satu pendapatan masarakat yang di serahkan untuk raja atau penguasa sejak zaman dulu kalla, Tentu saja berarti
bahwa sejarah pajak juga berasal dari waktu yang lama, sejak zaan
fir’aun pajak sudah mulai ada ini berarti pajak sudah ada sebelum zaman
fir’aun. Sejarah umat manusia, sangat kental dengan masalah perpajakan.
Konon kabarnya sejarah pajak tercipta karena kebutuhan manusia untuk
hidup berkelompok karena ketergantungan satu sama lain. Cara hidup
seperti ini menciptakan negara dan karenanya dibutuhkan sumber-sumber
untuk membiayai pengeluaran bersama
terutama perang dan kepentingan umum lainnya, untuk itu kita kamimembut
makallah ini untuk menembah wawasan kita tentag sejarah pajak, karna
pajak merupakan aspek penting terbentuk nya sebuah Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah pajak di Indonesia
1. Sejarah pajak bumi dan bangunan.
Pajak pertama kalinya di Indonesia di awali dengan Pajak Bumi dan
Bangunan
atau lebih kita kenal dengan PBB. Pada waktu itu lebih dikenal sebagai
pajak pertanahan. Pungutan ini diberlakukan kepada tanah atau lahan yang
dimiliki oleh rakyat. Pajak atas tanah ini dimulai sejak VOC masuk dan
menduduki Hindia Belanda.
”Pada
waktu dulu, Inspektur Liefrinch dari VOC mengadakan survey atau
penelitian di daerah Parahyangan. Hasil dari penelitian tersebut membuat
VOC memutuskan untuk memberlakukan pajak pertanahan yang disebut dengan
landrente. Rakyat setuju atas keputusan Pemerintah Hindia Belanda ini.
Rakyat harus membayar uang sebesar 80% dari harga besaran tanah atau
hasil lahan yang dimilikinya. Daendels, seorang Jendral yang terkenal
akan kekejamannya menyatakan bahwa tanah di Hindia Belanda adalah milik
dari Belanda.
Pada masa kependudukan Inggris yang dipimpin oleh Raffles kebijakan
landrente berubah. Raffles mengenakan tarif sebesar 2,5% untuk golongan
pribumi dan tarif 5% untuk tanah yang dimiliki oleh bangsa lain. Selain
itu, Raffles juga mengeluarkan Surat Tanah sebagai suatu Sertifikat
Tanah Internasional bagi penduduk yang dikenal dengan nama girik dalam
bahasa Jawa”.
2. Sejarah pajak penghasilan.
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816. Pada
periode sampai dengan tuhun 1908 terdapat perbedaan perlakuan
perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa,
dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan
tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis
pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti "patent duty".
Sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di
samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax
yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada
tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk
orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa
memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya
penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak,
penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan
pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3%
atas dasar kriteria tertentu.
Selanjutnya,
tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang
selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax
yakni Ordonansi Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie
op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312)
yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa.
Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak
penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber. Karena
desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di
Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925
ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba
perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan).
Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan
antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan
Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan
1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal
dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8
tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam
Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan "tax holiday".
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan
mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan
pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi
Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi
Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932,
Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal
Income Tax). Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia,
maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan
perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak
Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk
memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0%
sampai dengan 15%.
Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang)
menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama
Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957
nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944
yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944.
Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Ord. PPd. 1944
setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan
tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan
Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan
1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan
MPS". Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku
sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax
reform di Indonesia.
3. Sejarah pajak perseroan.
Pajak
perseroan (PPs) berkaitan dengan pajak pendapatan atau pajak
penghasilan. Pajak atas pendapatan dan laba pertama kali dilakukan di
Indonesia tahun 1878 dengan nama “Patentrecht” suatu pungutan pajak yang
sederhana. Pungutan pajak atas pendapatan dan laba berdasarkan pada
ketentuan yang lebih teratur dan terinci baru pada tahun 1908 sejak
ordonansi pajak pendapatan 1908 (ordonantie op de Inkornstenbelasting
1908). Seperti halnya “Patentrecht”, ordonantie pajak pendapatan 1908
hanya berlaku terhadap golongan penduduk orang-orang Eropa dan
orang-orang yang disamakan dengan orang Eropa, demikian pula terhadap
badan-badan usaha yang dimilikinya. Untuk orang-orang pribumi dan
lainnya terkena jenis pajak yang lebih sederhana seperti “Landrente”
atau landrent dan “Hoofdelijke Belasting”.
Ketika
pecah perang Dunia ke I (1914-1918), menyebabkan Hindia belanda
terlepas dari negeri Belanda. Untuk menggalang persatuan maka
diberlakukan asas unifikasi yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa semua
golongan penduduk mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum.
Pelaksanaan
asas unifikasi di bidang perpajakan berdampak pada digantinya Ordonansi
Pajak pendapatan 1908 (yang hanya berlaku untuk golongan penduduk
tertentu), dengan ordonansi pajak pendapatan 1920 (yang berlaku untuk
semua golongan penduduk), yang memajaki baik orang maupun badan.
Peningkatnya
jumlah penanaman modal asing di Indonesia sejak tahun 1920 menimbulkan
berbagai problema dalam bidang Yuridis fiskal yang mendorong segera
dikeluarkan ketentuan tersendiri guna dapat memungut pajak dari badan
usaha.
Tahun
1925, semua ketentuan yang menyangkut pengenaan pajak badan usaha yang
terdapat dalam ordonansi pajak pendapatan 1920 dikeluarkan untuk
kemudian disusun kembali dalam suatu ordonansi baru yang diberi nama
Ordonansi pajak perseroan 1925 (Ordonantie op deVennootschapsblasting
1925). Ordonansi Pajak Perseroan 1925 setelah diadakan perubahan dan
penambahan menjadi Undang-Undang Nomor 8 tahun 1970.
Setelah
masa Tax Reform tahun 1983, maka Pajak Perseroaan ini digabung dengan
Pajak Pendapatan dan aturannya menjadi satu yaitu Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
4. Jenis pajak yang ada di Indonesia.
Di
Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda hingga sebelum tahun 1983 telah
diberlakukan cukup banyak Undang-Undang yang mengatur mengenai
pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
2. Aturan Bea Meterai;
3. Ordonansi Bea Balik Nama;
4. Ordonansi Pajak Kekayaan;
5. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
6. Ordonansi Pajak Upah;
7. Ordonansi Pajak Potong;
8. Ordonansi Pajak Pendapatan;
9. Ordonansi Pajak Perseroan;
10. Undang-Undang Pajak Radio;
11. Undang-Undang Pajak Pembangunan I;
12. Undang-Undang Pajak Peredaran;
Undang-Undang Pajak Bumi atau Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Sedangkan setelah tahun 1983, Indonesia melakukan tax reform (reformasi perpajakan) dengan menyempurnakan sistem pemungutan pajak dari yang sebelumnya masih bersifat official assessment menjadi sistem self assessment. Sejak tax reform tahun 1983 hingga saat ini, ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku adalah:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP);
2. Undang-Undang Pajak Pajak Penghasilan (UU PPh);
3. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN);
4. Undang-Undang Bea Meterai (UU BM);
5. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB);
6. Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (UU BPHTB);
7. Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP);
8. Undang-Undang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU BPSP);
9. Undang-Undang Pengadilan Pajak (UU PP);
10. Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
B. SEJARAH PAJAK DI DUNIA
1. Mesir
Sepanjang
yang diketahui oleh manusia modern, sejarah pajak dimulai dari Mesir.
Selama beberapa periode pemerintahan Fir’aun, pemungut pajak dikenal
dengan nama Scribes. Selama periode Scribe mengenakan pajak atas minyak goreng. Untuk memastikan bahwa warga masyarakat tidak berusaha menghindari pajak minyak goreng, Scribe akan melakukan “audit”
terhadap rumah tangga untuk memastikan jumlah minyak goreng yang
dikonsumsi dan bahwa pajak tidak dikenakan terhadap minyak goreng yang
bekas pakai. Jangan berharap bahwa proses audit yang dilakukan sama seperti yang kita kenal sekarang. Pastinya bagaimana, mungkin hanya antropolog dan sejarawan yang tahu.
2. Yunani
Pada masa-masa perang bangsa Athena dikenai pajak Eisphora
yang digunakan untuk membiayai perang. Tak ada seorangpun yang lolos
alias memperoleh fasilitas pembebasan dari pajak ini. Warga bisa meminta
pengembalian pajak (restitusi) pada saat perang usai yang dananya
dicari fiskus dari sumber tambahan lain. Tidak ada informasi resmi yang
menyebutkan apakah restitusi juga berlaku jika perang diakhiri dengan
kekalahan bangsa Athena sendiri.
Selain itu bangsa Athena juga dikenai Pajak Suara atau toll tax setiap bulan yang dikenal dengan nama Metoikion.
Pajak ini wajib dikenakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu
mereka yang ibu dan bapaknya bukan orang Athena, besarnya satu Drachma (mata uang mereka) untuk laki-laki dan setengah Drachma untuk wanita.
3. Romawi
Pajak yang pertama diperkenalkan di Roma adalah Bea Pabean atas impor dan ekspor yang disebut Portoria. Kaisar Augustus dianggap sebagai ahli strategi pajak dalam Kekaisaran Roma. Dalam masa pemerintahannya, jabatan Publicani,
pemungut pajak, sebagai pemungut pajak pemerintah pusat dihapuskan.
Selama periode ini kota Roma diberi kekuasaan untuk memungut pajak.
Kaisar Augustus menetapkan Pajak Warisan untuk menyediakan Dana Pensiun
bagi militer. Pajak ini besarnya 5% atas semua warisan kecuali atas
pemberian untuk anak-anak dan pasangan. Inggris dan Belanda mengacu
kepada Pajak Warisan ciptaan Augustus ini dalam mengembangkan Pajak
Warisan.
Selama
zaman Julius Caesar ada Pajak Penjualan yang dikenakan sebesar 1 persen
atas penjualan. Khusus untuk penjualan budak dikenai 4 persen!! Pada
tahun 60 SM, Boadicea, ratu Anglia Timur memimpin revolusi terhadap
korupsi yang dilakukan pemungut pajak di British Isles. Revolusi ini
menyebabkan terbunuhnya semua tentara Romawi dalam radius 100 mil yang
ditangkapi di London. Lebih dari 80.000 orang terbunuh selama revolusi
ini. Ratu Boadicea mengerahkan tentara sebanyak 230.000 orang. Revolusi
ini berhasil dipatahkan oleh Kaisar Nero dan menyebabkan penunjukan
pemerintahan untuk British Isles.
Jika Anda adalah penggemar game Age of Empires: Age of Kings atau Caesar 3, beberapa istilah di bawah ini sudah tidak asing lagi Dalam sejarah pajak dikenal beberapa istilah perpajakan kuno seperti:
- Aids
- Danegeld
- Scutage
- Tallage
- Carucate
- Tax Farming
4. Inggris
Pajak
pertama kali dikenakan di Inggris pada waktu pendudukan Kekaisaran
Roma. Pada masa itu ada Lady Godiva yang sangat terkenal. Ia adalah
seorang wanita Anglo-Saxon yang tinggal di Inggris pada abad ke 11 masehi. Menurut cerita, suaminya, Earl of Mercia,
berjanji untuk mengurangi pajak yang tinggi terhadap penduduk kota
Coventry karena tekanan Lady Godiva yang mengancam akan berkeliling kota
tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. So, karena hal inilah Lady Godiva
terkenal sampai sekarang.
Pada saat Roma runtuh raja-raja wilayah Saxon mengenakan pajak Danegeld atas tanah dan bangunan disamping Bea Cukai. Selama
abad pertengahan sejarah mencatat adanya Perang 100 tahun antara
Inggris dan Prancis yang dimulai pada tahun 1337 M dan berakhir pada
tahun 1453 M. Salah satu faktor kunci yang memicu perang adalah
pemberontakan para bangsawan Aquitaine terhadap kebijakan pajak Pangeran
Edward yang keterlaluan. Pemberontakan ini terjadi pada tahun 1369 M.
Pajak-pajak
pada abad ke-14 dikenal sangat progresif. Pajak Suara tahun 1377 M
menunjukkan bahwa pajak Duke of Lancaster adalah 520 kali atas pajak
petani biasa! Pada masa-masa itu juga dikenal adanya Pajak Penghasilan
atas kekayaan, pemilik kantor, dan pendeta. Pajak atas Barang Bergerak
dikenakan terhadap setiap pedagang. Orang miskin membayar sedikit atau
tidak bayar pajak sama sekali.
Raja
Charles I mengenakan pajak atas pelanggar kejahatan. Selama masa
pemerintahannya timbul masalah dengan Parlemen yang menyebabkan
perpecahan pada tahun 1629 M. Sumbernya perpecahan itu adalah pembagian
antara hak pemajakan oleh Raja dan hak pemajakan oleh Parlemen. Di
kemudian hari Raja Writ menyatakan bahwa individu harus dipajaki sesuai
dengan status dan kekayaannya. Dari sinilah berkembang ide pajak
progresif atas mereka yang sanggup membayar pajak.
Pajak-pajak
lain yang penting selama periode ini adalah Pajak Tanah dan Pajak
Properti lain. Untuk membiayai angkatan darat yang dipimpin oleh Oliver
Cromwell, Parlemen mengenakan pajak atas komoditi utama seperti gandum,
daging, dan lain-lain pada tahun 1643 M. Pajak-pajak yang dikenakan oleh
Parlemen menghasilkan lebih banyak pemasukan daripada pajak yang
dikenakan oleh Charles I, khususnya pajak yang ditarik dari rakyat
miskin. Pajak Properti yang dikenakan bersifat sangat regresif. Kenaikan
pajak atas kaum miskin menimbulkan huru hara di wilayah Smithfields
pada tahun 1647 M. Huru hara ini timbul karena pajak-pajak baru membuat
rakyat kecil tidak mampu membeli gandum. Selain itu, tanah biasa yang
dipakai untuk berburu oleh para petani ditutup dan perburuan oleh petani
dilarang. Menurut cerita hal ini menyengsarakan sebuah keluarga yang
beranggotakan empat orang. Salah satu anggota keluarga itu adalah Robin
Hood.
5. Amerika
Bicara
tentang sejarah pajak modern, kita tidak bisa lepas dari sejarah pajak
di Amerika. Rakyat pada abad 17-an membayar pajak berdasarkan Molasses Act.
Tahun 1764 M peraturan ini diubah dengan memasukkan bea import atas
gula sirup, gula, bir dan komoditi lain. Peraturan baru ini dikenal
sebagai Sugar Act. Karena Sugar Act tidak menaikkan jumlah penerimaan, maka diberlakukanlah Stamp Act pada tahun 1765 M. Stamp Act mengenakan pajak langsung atas surat kabar dan dokumen-dokumen hukum serta komersial.
Pada tahun 1794 M penduduk Allegeni Barat melancarkan Pemberontakan Whiskey
sebagai perlawanan terhadap Pajak Properti yang diperkenalkan oleh
Alexander Hamilton tahun 1791 M. Pajak Properti dianggap sebagai
perlakuan diskriminatif. Presiden Washington mengirimkan tentaranya
untuk menumpas pemberontakan ini. Para pelaku kedua pemberontakan ini
dihukum, tapi kemudian diampuni. Pada tahun 1798 M Kongres menerapkan
Pajak Properti Federal untuk kepentingan angkatan darat dan angkatan
laut dalam menghadapi kemungkinan perang dengan Perancis. Pada tahun
yang sama, John Fries melakukan perlawanan terhadap pajak baru itu.
Pemberontakan ini dikenal dengan nama Pemberontakan Fries.
Tidak ada yang terluka maupun terbunuh, tetapi Fries ditahan dan
kemudian diampuni oleh Presiden Adam tahun 1800 M. Lucunya, Fries adalah
pemimpin unit militer yang diperintahkan untuk menumpas Pemberontakan Wiskhey.
Pajak Penghasilan diusulkan pertama kali pada masa Perang Sipil tahun 1812 M. Pajak ini didasarkan atas British Tax Act 1798 dan menggunakan tarif progresif. Tarifnya 0.08% atas penghasilan di atas 60 pound dan 10 % atas penghasilan di atas 200 pound. Pajak ini dirumuskan tahun 1814 M tetapi tidak pernah diberlakukan karena penandatanganan Ghent Treaty tahun 1815 M yang mengakhiri kesewenang-wenangan.
Tax Act
1861 M menentukan bahwa pajak dikenakan, ditagih dan dibayar atas
penghasilan tahunan setiap orang yang tinggal di Amerika baik yang
didapat dari properti, perdagangan profesional, pekerjaan, atau magang
yang dilakukan di Amerika atau tempat lain dari sumber apapun. Tarif
menurut Act ini adalah 3% atas penghasilan di atas 800 dolar dan 5% atas penghasilan individu yang tinggal di luar Amerika.
Tax Act
1862 M diberlakukan dan ditandatangani oleh Presiden Lincoln pada
tanggal 1 Juli 1862. Tarifnya adalah 3% untuk penghasilan di atas 600
dolar dan 5% atas penghasilan di atas 10.000 dolar. Sewa rumah bisa saja
dikurangkan dari penghasilan. Walaupun rakyat menerima dengan senang
hati, kepatuhannya tidak terlalu tinggi. Angka-angka setelah Perang
Sipil menunjukkan bahwa 276.661 orang melaporkan pajaknya pada tahun
1870 M yaitu tahun tertinggi untuk angka penyampaian SPT. Padahal waktu
itu jumlah penduduk kira-kira 38 juta orang.
Tax Act
1864 M diberlakukan untuk menaikkan penerimaan tambahan guna menyokong
Perang Sipil. Senator Garret Davis, dalam kaitannya dengan Act ini menyampaikan usulan agar pajak dibayar sesuai dengan kemampuan seseorang untuk membayar. Tarif pajak untuk Tax Act
1864 M adalah 5% atas penghasilan antara 600 dan 5.000 dolar 7,5% atas
penghasilan antara 5001 dan 10.000 dolar dan 10% untuk penghasilan di
atas 10.000 dolar. Pengurangan nilai sewa dibatasi sampai 200 dolar.
Aturan yang membolehkan pengurangan untuk perbaikan/reparasi juga
ditambahkan. Dengan berakhirnya Perang Sipil penerimaan pajak menurun. Tax Act
1864 dirubah setelah Perang Sipil berakhir. Tarifnya berubah menjadi
tarif flat 5% dengan pembebasan pajak atas penghasilan sampai 1.000
dolar.
Dari tahun 1870 sampai 1872 tarif flat-nya
2,5% dan pembebasan diberikan untuk penghasilan sampai 2.000 dolar.
Pajak ini diberlakukan pada tahun 1872 dengan mengadakan pembatasan
tarif yang jelas dan berlaku sebagai sumber penerimaan penting bagi
Amerika sampai tahun 1913. Pada tahun 1913 Perubahan ke 16 diterbitkan
yang memperbolehkan kekuasaan Kongres untuk memajaki warga atas
penghasilan yang didapatnya darimanapun.
Bagaimanapun,
kita memang tidak boleh meninggalkan sejarah. Berbagai hal yang
berkaitan dengan pajak yang kita kenal sekarang seperti Pajak
Penghasilan, Bea Cukai, Tax Treaty, Pajak Penjualan, Bea Materai,
Restitusi, dan bahkan Tax Audit
adalah warisan dari sejarah masa lalu. Dengan perjalanan panjang yang
penuh luka dan peperangan, pajak telah mengantarkan kita ke saat ini di
mana pajak bisa menjadi alat yang efektif dan efisien untuk membiayai
pengeluaran bersama. Karena itu biarkanlah luka dan peperangan tetap
menjadi masa lalu. Di masa sekarang: Orang Bijak Taat Pajak dan Aparat Pajak Harus Bijak.
C. BEBERAPA JENIS ATAU ISTILAH PAJAK KUNO.
1. Aids
Pada zaman feodal, Aids adalah sejenis pajak yang dibayarkan kepada Tuan Tanah atau Raja Kecil. Di Inggris, Aids disebut-sebut dalam piagam Magna Carta (1215 M). Aids hanya dibayarkan pada saat anak lelaki tertua dari Tuan Tanah menjadi ksatria (knight) atau anak perempuan tertua dari Tuan Tanah melangsungkan perkawinan. Aids juga dibayarkan untuk tebusan bagi majikan yang tertawan oleh pihak musuh.
2. Danegeld
Danegeld adalah
pajak atas tanah pada abad pertengahan yang dipungut untuk membiayai
serangan terhadap Denmark yang kemudian digunakan untuk membiayai
pengeluaran militer. Tribute pertama kali dikenakan di Inggris pada tahun 868 M dan kemudian pada tahun 871 M. Di bawah kepemimpinan Aethelred (978-1016 M) Tribute
menjadi pajak rutin sampai diganti lagi pada masa William the
Conqueror. Tarif pajaknya dua Shilling untuk setiap tanah simpanan yang
luasnya 100-120 are.
3. Scutage
Pajak
feodal dibayar di tempat pemberian jasa angkatan darat. Magna Carta
(1215) pasal 12 khususnya menyatakan bahwa tidak ada scutage atau
bantuan yang dikenakan atas kerajaan kecuali oleh persetujuan umum.
Pengecualian meliputi uang pembebasan bagi raja yang melawan anak
laki-laki tertua raja dan menikahi anak perempuan tertua raja. Dalam
semua hal scutage atau bantuan adalah beralasan.
4. Tallage
Mirip dengan Aids. Di Inggris pajak ini menggantikan Danegeld. Pajak
ini dipungut Raja dan Tuan Tanah. Zaman Raja Edward III sekitar tahun
1340 M pajak ini dihapuskan. Di Perancis kalangan atas masyarakat yang
disebut dengan Taille dibebaskan dari pajak ini. Subyek pemungutan dijatuhkan ke petani.
5. Carucate
Menggantikan Danegeld dan hanya dikenakan terhadap tanah pertanian yang dibajak.
6. Tax Farming
Adalah
prinsip pelimpahan tanggung jawab pemungutan pajak kepada sekelompok
masyarakat. Cara ini diterapkan di banyak peradaban seperti Mesir,
Romawi, Inggris, dan Yunani. Dalam prakteknya, kelompok ini lebih banyak
menyengsarakan rakyat banyak. Salah satu yang paling parah adalah
pejabat Publicani di
Romawi. Pada masa itu pemungutan pajak di Mesir sebenarnya sudah cukup
efektif. Akan tetapi hal ini berubah sejak diterapkannya konsep aturan Ptolemies yang berasal dari yunani.
Aturan ini diterapkan dalam rangka mengawasi pembayar pajak dan pemungut pajak pemerintah agar para Scribes
tidak meringankan pajak yang harus ditanggung oleh orang miskin dan
kaum lemah. Inilah ciri-ciri dari suatu zaman yang disebut dengan zaman
feodal.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Pajak telah di pungut sejak zaman fir’aun itu berarti pajak telah ada beribu tahun yang lalu.
2. Di
setiap daerah di belahan dunia ini ada pajak yang di tujukan untuk
pemerintah atau penguasa untuk menjalankan kepentingan umum.
3. Sejarah
pajak di setiap tempat di latar belakangi masalah yang berbeda akan
tetapi tujuan akhir pajak itu sendiri dari rakyat dan untuk rakyat,
walaupun pada awal mulanya pajak itu hanya semata-mata untuk memenuhi
kepuasan penguasa.
Sumber : http://egix-keuanganislam.blogspot.com