BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kasus
terorisme yang terjadi di dunia, terlebih khusus lagi di Indonesia yang
akhir-akhir ini banyak diberitakan oleh media cetak, televisi, radio maupun
media online telah menambah buruk citra agama Islam. Ditambah lagi dengan
maraknya penangkapan-penangkapan terduga teroris di beberapa lokasi di
Indonesia, seolah-olah mencitrakan bahwa agama Islam adalah agama yang memiliki
ajaran yang keras dan radikal. Terlebih lagi media pada saat sekarang cenderung
lebih mengedapankan kepentingan pasar, yaitu dengan melebih-lebihkan atau
bahkan mengurangi kronologi kejadian, tujuannya supaya berita yang mereka
sajikan tetap eksis dan banyak dibaca oleh masyarakat umum.
Image
yang dicitrakan oleh media-media tersebut sangat menyudutkan posisi agama
Islam, padahal agama Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam adalah
agama yang toleran terhadap agama lain, serta melindungi kepentingan non
muslim, khususnya kafir harbi. Walaupun memang tidak dapat dipungkiri bahwa
propaganda Amerika serikat yang akan memerangi terorisme ini timbul ketika
terjadi peristiwa 11 September di gedung World Trade Centre Amerika Serikat,
dan ada sebagaian golongan dalam Islam yang mengaku mewakili perjuangan umat
Islam dengan cara penabrakan pesawat boeing tersebut. Akibat dari peristiwa
tersebut Amerika Serikat menggeneralisir bahwa agama Islam adalah agama
teroris. Oleh karena itu kami akan berusaha membahas masalah tersebut dalam
makalah yang kami buat ini.
B.
Identifikasi Masalah
Setelah
mengetahui latar belakang diatas, maka timbul pertanyaan, apakah benar bahwa
agama Islam itu mengajarkan kekerasan dan segala bentuk terorisme, ataukah ini
merupakan upaya proganda barat dalam hal Ghazwul Fikri untuk menjatuhkan citra Islam di mata dunia,
atau mungkin juga merupakan kesalahan pemahaman dari segelintir golongan umat
Islam. Lalu bagaimanakah ancaman hukuman menurut hukum positif di Indonesia.
C.
Rumusan Masalah
Agar
pembahasan kami tidak meluas, maka kami akan membatasi masalah yang coba kami bahas
dan kami jawab, yaitu:
- Bagaimanakah tindakan
terorisme dalam perspektif hukum positif, lebih khususnya sanksi apa yang
dapat dikenakan kepada pelaku terorisme tersebut?
- Bagaimanakah
tindakan terorisme dalam perspektif syari’at Islam dan apakah syari’at Islam
membenarkan tindakan terorisme tersebut?
D.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
- Tindakan
terorisme dalam perspektif hukum positif, khususnya dalam hal sanksi apakah
yang dapat dikenakan kepada pelaku terorisme tersebut.
- Tindakan
terorisme dalam perspektif syari’at Islam, khususnya apakah syari’at Islam
membenarkan tindakan terorisme tersebut.
E.
Manfaat Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
- Sanksi hukum bagi pelaku
terorisme dalam hukum positif di Indonesia
- Kedudukan terorisme dalam
perspektif syari’at Islam.
F.
Sistematika Penulisan
Adapun
sistematika dari makalah ini adalah:
Pada
bab I dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Pada
bab II terdapat dua sub bab dalam makalah yang kami buat ini, sub bab yang
pertama kami bahas mengenai terorisme menurut prespektif hukum positif, dan sub
bab yang kedua kami bahas mengenai terorisme menurut syari’at Islam. Pada bab
III dalam makalah ini yang merupakan bab terakhir terdapat kesimpulan, saran
dan juga kami cantumkan daftar pustaka.
BAB II
TERORISME
MENURUT HUKUM POSITIF DAN SYARI’AT ISLAM
A.
Terorisme Menurut Hukum Positif
Berbagai Definisi Mengenai
Terorisme
“Tindak pidana terorisme adalah segala
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.” (UU Nomor 15 Tahun 2003)
Menurut
Persatuan Bangsa-bangsa (PBB): “Terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang
membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasan
azasi, atau melanggar kehormatan manusia.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011:
125)
Menurut
Kamus Ilmiah, “Terorisme adalah hal undakan pengacau dalam masyarakat untuk
mencapai tujuan (bidang politik).” (Kamus Populer Ilmiah Lengkap, 2011: 471)
Aturan Hukum Mengenai Tindak Pidana
Terorisme
- UU Nomor 15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme junto Perpu Nomor
1 Tahun 2002 dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002
- UU Nomor 6
Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention for Supression of
The Financing of Terrorism
- Perpres
Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Bentuk-bentuk Terorisme
Secara
garis besar, bentuk-bentuk delik Terorisme dapat dibagi sebagaimana berikut:
- Irrational
Terrorism: Teroris yang motif atau tujuannya
bisa dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam
kategori ini misalnya salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan).
- Criminal
Terrorism: Teror yang dilatarbelakangi motif
atau tujuan berdasarkan kelompok agama atau kepercayaan tertentu dapat
dikategorikan dalam jenis ini. Termasuk juga dalam kegiatan kelompok
bermotifkan revenge (balas dendam).
- Political
Terrorism: Teror bermotifkan politik,
batasan mengenai political terror sampai saat ini belum ada kesepakatan
internasional yang dapat dibakukan.
- State
Terrorism: Istilah state terrorism ini
semula dipergunakan PBB ketika melihat kondisi sosial politik di Afrika
Selatan, Israel, dan negara-negara Eropa Timur. Kekerasan negara terhadap
warga negara penuh dengan intimidasi dan berbagai penganiayaan, serta
ancaman lainnya banyak dilakukan oleh oknum negara, termasuk penegak
hukum. Teror oleh atau penguasa negara, misalnya saja penculikan aktivis. (Heri
Firmansyah, 2010: 5)
Sanksi Hukum Positif Bagi Para
Teroris
- Sanksi
hukum positif yang ada di Indonesia bagi para teroris, diantaranya
terdapat pada pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme junto Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dan Perpu Nomor 2 Tahun
2002 yang berbunyi “Setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun ”
B.
Terorisme Menurut Syari’at Islam
Definisi Syari’at Mengenai
Terorisme
Tidaklah
ditemukan definisi tentang Terorisme dari kalangan Ulama terdahulu, hal
tersebut disebabkan oleh awal penggunaan kata Terorisme dengan pengertian
sekarang ini bermula dari ideologi Eropa pada masa Revolusi Perancis tahun 1789
sampai 1794 Masehi. Walaupun telah diketahui pada masa Yunani, Romawi, dan abad
pertama Masehi telah tercatat beberapa kejadian Terorisme. (Dzulqarnain
Muhammad Sunusi, 2011: 125)
Aturan Hukum Mengenai Larangan
Tindakan Terorisme
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi
Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang
itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka, sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas berbuat
kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al Maidah: 32)
Mujahid
rahimahullah berkata berkaitan dengan dosa, “Hal ini menunjukan besarnya dosa
membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.” (Faishal Bin Qazzar Al Jaasim, 2011:
124)
Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak dihalalkan darah
seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusanNya, kecuali dengan tiga hal, yaitu
orang yang telah membunuh orang lain, perempuan yang telah menikah kemudian
berzina, dan orang yang keluar dari agama dan meninggalkan jama’ah.” (HR. Imam
Bukhari dan Muslim)
Nabi
Muhammad shallalahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk
memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar
kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat,
menunaikan zakat, ketika mereka melakukan amalan-amalan tadi, maka darah
mereka, harta mereka berhak mendapat perlindungan kecuali dengan alasan yang
dibenarkan Islam, dan hanya bagi Allah segala hukum.” (HR. Imam Bukhari Muslim
dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu)
Di
dalam Kitab Sunan An Nasaai dari Abdullah bin Amr, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah
daripada membunuh seorang muslim.”
Sudah
diketahui bahwa syari’at Islam datang untuk menjaga lima hak azasi (Al
Dharuriyyat Al Khams), dan mengharamkan perbuatan aniaya terhadapnya. Lima hak
azasi tersebut adalah: agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. (Faishal Bin
Qazzar Al Jaasim, 2011: 123)
Fatwa Ulama Mengenai Tindakan
Terorisme
Forum
Ulama’ Besar dalam pertemuan ke 32 yang diselenggarakan di kota Thaif, dari
tanggal 12 Muharram 1409 H sampai dengan 18 Muharram 1409 H, Majelis tersebut
sepakat menetapkan:
- Orang yang
terbukti secara hukum melakukan tindakan perusakan di muka bumi yang
mengganggu keamanan dengan perbuatan
yang mengancam jiwa dan harta benda milik pribadi atau umum,
seperti menghancurkan rumah, mesjid, sekolah, rumah sakit, pabrik,
jembatan, gudang senjata, air, sumber-sumber pemasukan atau Baitul Mal,
seperti pipa-pipa minyak, meledakan pesawat terbang atau membajaknya, dan
segala tindakan sejenis hukumannya adalah hukuman mati. Sesuai dengan
makna yang ditunjukan oleh ayat-ayat yang telah disebutkan diatas (dalam
fatwa yang otentik) bahwa perusakan seperti itu menyebabkan pertumpahan
darah, dan karena bahaya dan resiko yang ditimbulkan oleh orang-orang yang
melakukan tindakan perusakan itu lebih dahsyat daripada bahaya dan resiko
yang ditimbulkan seorang pembegal yang membegal seseorang lalu membunuh
dan mengambil hartanya, dan Allah telah menetapkan hukum pelaku perbuatan
itu dalam ayat tentang memerangi Allah.
- Sebelum
eksekusi hukuman mati, sebagaiman dinyatakan pada poin sebelumnya, wajib
dilakukan pembuktian sebagaimana mestinya oleh Mahkamah Syar’iyyah,
Instansi Penyidik, dan Majelis Pengadilan Tinggi untuk menyelamatkan
institusi dan sebagai kehati-hatian dalam menyelamatkan jiwa, serta untuk
menunjukan bahwa negara ini selalu mengikuti seluruh ketentuan proses
hukum yang berlaku dalam membuktikan tindakan kriminal dan menetapkan
hukumannya.
- Majelis
melihat perlunya penyebarluasan berita tentang hukuman ini melalui media
masa. (Muhammad Bin Husain Bin Said Alu Sufran Al Qahtani, 2011: 12-13)
Kekeliruan Tentang Konsep Jihad
dalam Islam
Selama
ini terdapat anggapan yang salah di dalam masyarakat yang menyamakan jihad
dengan terorisme. Bahkan, oleh kalangan yang tidak mengerti ajaran Islam yang
luhur, Islam dicap sebagai agama teroris. Kekeliruan pemahaman ini bisa saja
disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai Islam, tetapi tidak
tertutup kemungkinan karena sebagian muslim justru melakukan jihad melalui
aksi-aksi terorisme .
Pengertian
jihad yang sering difahami oleh masyarakat kita, ditambah pula oleh para pihak
media Barat yang sengaja ingin mencemarkan nama baik Islam ialah jihad yang di
kaitkan kepada perang sabil atau holy war yaitu berperang dengan
menggunakan senjata yang melibatkan pembunuhan dan kekerasan, sedangkan jihad
dalam pengertian lain tidak lagi dianggap jihad, dan tidak lagi menjadi cara
perjuangan umat Islam.
Konsep Jihad yang Benar dalam
Syari’at Islam
Definisi
Jihad:
“Secara
etimologi, jihad adalah kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daya dan
upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk meraih suatu perkara
yang berat lagi sulit.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 53)
Dasar
hukum jihad dalam Al Qur’an:
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukminin
pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali
padanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
Cara Menanggulangi Terorisme di
Indonesia
Banyak
kesamaan antara Indonesia dan Arab Saudi, keduanya adalah negara dengan
penduduk mayoritas muslim, dan pemerintahnya sama-sama divonis kafir oleh para
pengusung paham Terorisme. Para tokoh teror Indonesia juga banyak terpengaruh
oleh para tokoh Takfiri dari dunia Arab, yang banyak ditemui di wilayah-wilayah
konflik dunia. Bagaimanapun bangsa Arab tetap paling berpengaruh dalam ilmu
agama Islam, baik ilmu yang benar ataupun yang salah. Karena itu, apa yang
berhasil dipraktekkan di Arab Saudi insya Allah juga akan berhasil di
Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia perlu belajar dari keberhasilan ini
dan mentransfernya ke bumi pertiwi agar fitnah terorisme yang merusak citra
Islam segera hilang atau paling tidak bisa ditekan secara berarti. Pemikiran
harus dilawan dengan pemikiran, bukan dengan peluru. Wallahu ‘alam. (Majalah As
Sunnah edisi nomor 03 Tahun XV, 2011: 41)
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Ternyata
banyak sekali kekeliruan tentang masyarakat ketika mengartikan konsep jihad
yang selalu dikaitkan dengan Terorisme, sedangkan dalam agama Islam sendiri
tidak mengartikan jihad dengan suatu tindakan yang dapat merugikan orang lain,
pengertian Teroris ini timbul bukan dari sejarah islam yang terdahulu melainkan
bermula dari ideologi Eropa pada masa Revolusi Perancis tahun 1789, dengan
demikian bukanlah agama islam yang pertama kali mengenalkan ajaran Teroris tapi
karena ada pengaruh dari Eropa yang mungkin ingin mencemarkan nama baik islam
dan juga karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai islam, sedangkan Islam
adalah agama yang toleran terhadap agama lain, serta melindungi kepentingan non
muslim.
Ada
beberapa ancaman hukuman bagi Terorisme menurut hukum positif di Indonesia dan
menurut syari’at Islam yang sama, di
lihat dari ancaman hukuman yang paling berat yaitu hukuman mati, namun dasar hukumnya dilihat
dari pandangan yang berbeda.
B.
Saran
Setelah
membahas makalah kami diatas, maka kami dapat memberikan saran kepada semua
pihak yang berkepentingan, supaya:
- Menanggulangi
terorisme dengan cara preventif, yakni pemerintah berkewajiban bekerja
sama dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam agar memasukan kurikulum anti
terorisme atau deradikalisasi pada kurikulum yang diajarkan.
- Membuat
upaya dialogis dengan para terorisme saat mereka menjalani hukuman di
penjara atau rumah tahanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku,
Majalah dan Literatur Lain
Al Jaasim, Faishal Bin Qazzar. 2011. Meluruskan Pemahaman Tentang Damai dan Jihad.
Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al Islami Kuwait Komite Asia
Tenggara.
Al Qahtani, Muhammad Bin Husain Bin Sa’id Alu
Sufran. 2011. Fatwa-fatwa Ulama Terkemuka
Tentang Tindak Kekerasan. Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al
Islami Kuwait Komite Asia Tenggara.
Al Qur’an dan Terjemahnya. Departemen Agama Republik
Indonesia.
Firmansyah, Hery. Laporan Penelitian Fakultas Hukum UGM Tahun 2010: Upaya Penanggulangan
Terorisme di Indonesia. Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
Riwayadi, Susilo. T.t. Kamus Populer Ilmiah Lengkap. Surabaya: Penerbit Sinar Terang.
Sunusi, Dzulqarnain Muhammad. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar:
Pustaka As Sunnah.
Majalah As Sunnah, Nomor 03 Tahun XV, Sya’ban 1432
H/Juli 2011 M, Berdialog dengan Teroris,
Belajar dari Pengalaman Arab Saudi dalam Menumpas Terorisme. Solo: Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.
Peraturan Perundang-undangan
UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme
UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan
International Convention for Supression of The Financing of Terrorism
Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme