BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Diskursus
tentang kekerasan terhadap perempuan dewasa ini, merupakan suatu hal yang menarik
karena banyak diperpincangkan oleh kalangan praktisi,Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), akademisi dan masyarakat luas. Hal itudilatar belakangi adanya tuntutan
peren perempuan yang semakin komplek
seiring
dengan perkembangan jaman yang cendrung lebih memperhatikan Hak-Hak Asasi
Manusia (HAM) tanpa melihat atau membedakan jenis kelamin.Kekrasan terhadap
perempuan merupakam timdakan pelanggaran HAM yang paling kejam yang
dialami perempuan. Oleh karenanya tidak salah apabila tindak kekerasan
terhadap perempuan tersebut oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) disebut
sebuah kejahatan kemanusiaan.Serangkaian data yang dikeluarkan UNIFEM (dana PBB
untuk perempuan)
tentang kekerasan menunjukan bahwa di Turk jumlah perempuan yang mengalami
kekerasan oleh pasangannya mencapai 57,9 % pada taun 1998.di India, jumlahnya mencapai
49% pada tahun 1999, di Amerika Serikat jumlahnya mencapai 22,1 %. Di Banglades,
laporan terakhir tahun 2000
menyebutkan
60 % perempuan kawin mengalami kekerasan oleh suami. Di Indonesia sendiri,
sekitar 24 juta perempuan atau 11,4 % dari total penduduk indonesia pernah
mengalami tindak kekerasan ,Kekerasan
terhadap perempuan dewasa ini tidak saja merupakan masalah individu, melainkan
juga merukapan masalah nasional dan bahkan sudah merupakan masalah
global. Dalam hal-hal tertentu kekerasan terhadap perempuan dapat
dikatakan sebagai masalah transnasional. Dikatakan masalah global dapat dilihat
dari ditetapkan hukum internasional yang menyangkut fenomena tersebut
seperti ditegaskan olh Muladi sebagai berikut:
a) Viena
Declaration.
b) Convention
on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women (1979).
c) Declaration
on the Elimination of Violence Against Woman (1993).
d) Bejing Declaration and Platform for Action
(1994).
Kekerasan
terhadap perempuan
sebagai masalah global, sudah mencemaskan setiap negara di dunia, tidak saja
negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga termasuk
negara-negara maju yang dikatakan sangat menghagai dan peduli terhadap HAM seperti
Amerika Serikat. Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang, menyandang predikat buruk dalam masalah pelanggaran HAM.
Pelanggaran HAM yang salah satu
diantaranya
pelanggaran HAM perempuan.
Pelanggaran
HAM perempuan tersebut
dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan .Kekerasan terhadap
perempuan dapat terjadi di mana saja (di tempat umum, di tempat kerja,
dilingkungan keluarga (rumah tangga) dan lain-lainnya.Dapat dilakukan oleh
siapa saja (orang tua, saudara laki-laki ataupun perempuan dan lain-lainnya dan
dapat terjadi kapan saja (siang dan malam). Kekerasan terhadap perempuan yang
menjadi sorortan tulisan ini yakni kekerasan terhadap perempuan yang lokusnya
dala rumah tangga.Dewasa
ini kekerasan terhadap perempuan sangat mencemaskan banyak kalangan terutama
kalangan yang peduli terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan namun kekerasan
terhadap perempuan tetap ada dan bahkan cendrung meningkat.
Hal
tersebut dapat diketahui dari pemberitaan di mass media baik media cetak maupun media
elektronik.Mengingat luasnya kontek kekerasan terhadap perempuan, namun dalam tulisan ini dibatasi
hanya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dalam kedudukannya
sebagai istri.Dari latar belakang tersebut di atas maka timbulah permasalahan
sebagai berikut
: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga dan Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap perempuan korbam kekerasan dalam
rumah tangga?.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan.
1. Pengertian
Kekerasan Terhadap Perempuan.
Kekerasan
terhadap perempuan merupakan konsep baru, yang diangkat pada Konferensi Dunia
Wanita III di Nairobi, yang berhasil menggalang konsesus internasional atas
pentingnya mencegah
berbagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan
dalam kehidupan sehari-hari di seluruh masyarakat dan bantuan terhadap perempuan
koban kekerasan. Oleh karena kekerasan terhadap perempuan merupakan konsep baru,
maka mengenai definisi atau batasan kekerasan terhadap perempau (baca:istri)
dalam rumah tangga anampaknya belum ada definisi tunggal dan jelas dari para ahli atau
pemerhati maslah-masalah perempuan.
Walaupun
demikian kirannya perlu dikemukakan beberapa pendapat mengenai hal tersebut.
Tindak
kekerasan adalah melakukan kontrol, kekerasan dan pemaksaan meliputi tindakan
seksual, psikologis, fisik danekonomi yang dilakukan individu terhadap individu yang
lain dalam hubungan rumah tangga atau hubungan intim (karib).Kemala Candrakirana
mengemukakan kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan termasuk penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran .Termasuk juga ancaman yang
menghasilkan kesengsaraan di dalam lingkup
rumah
tangga.
Deklarasi
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan,
Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT).Di dalam KUHP, pengertian kekerasan diatur dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan
bahwa”membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan denganmenggunakan
kekerasan”.Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, pada Pasal 1 menegaskan mengenai apa
yang dimaksud dengan “kekerasan terhadap perempuan” yaitu setiap tindakan berdasarkan perbedaan
jenis kelami yang berakibat
atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuansecara fisik,
seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum
maupun dalam kehidupan pribadi.
Mengenai
batasan kekerasan terhadap perempuan yang termuat pada Pasal 1 Deklarasi tersebut
tidak secara tegas disebutkan mengenai kekerasan dalam rumah tangga tetapi
pada bagian akhir kalimat disebutkan ... atau dalam kehidupan pribadi.
Kehidupan pribadi dapat dimaksudkan sebagai kehidupan dalam rumah tangga. U U No. 23 Tahun 2004, secara
tegas mengatur pengertian kekerasandalam rumah tangga pada Pasal 1 butir 1.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah
setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulmya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
dalam ruang lingkup rumah tangga.
2. Bentuk-Bentuk
Kekerasan Terhadap Perempuan.
Mencermati
pendapat dari para ahli mengenai istilah-istilah yang dipakaiuntuk menyatakan
bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan nampaknya belaum ada kesamaan
istilah, ada yang memakai bentuk-bentuk, ada yang memakai jenis-jenis.
Dalam kaitan itu penulis condong memakai bentuk-bentuksesuai dalam U U No. 23
Tahun 2004.Kristi E Purwandari dalam Archie Sudiarti Luhulima mengemukakan beberapa bentuk
kekerasan sebagai berikut:
a) Kekerasan
fisik , seperti : memukul, menampar, mencekik dan sebagainya
b) Kekerasan
psikologis, seperti : berteriak, menyumpah, mengancam,melecehkan dan
sebagainya.
c) Kekerasan
seksual, seperti : melakukan tindakan yang mengarahkeajakan/desakan seksual
seperti menyentuh, mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban
dan lain sebagainya.
d) Kekerasan
finansial, seperti : mengambil barang korban, menahan atau tidak memberikan
pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
e) Kekerasan
spiritual, seperti : merendahkan keyakinan dan kepercayaankorban, memaksa
korban mempraktekan ritual dan keyakinan tertentu
Berkaitan dengan
bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, Sukerti dalam laporan
penelitiannya di Kota Denapasar mengatakan sebagai berikut :
1) Kekerasan
fisik. Contoh : dipukul dengan tangan, dipukul dengansendok, ditentang,
dicekik, dijambak, dicukur paksa, kepaladibentukan ke tembok.
2) Kekerasan
psikologis. Contoh : diancam, disumpah, pendapat korban tidak pernah dihagai,
dilarang bergaul, tidak pernah diajak timabangpendapat, direndahkan dengan
mengucapkan kata-kata yang sifatnya merendahkan posisi perempuan.
Kekerasan
ekonomi. Contoh : membebankan biaya rumah tangga sepenuhnya kepada istri
(istri yang bekerja secara formal) atau tidak memberikan pemenuhan
finansial kepada istri. Jadi menelantarkanrumah tangga.
B. Faktor-Faktor
Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga.
Kekerasan
terhadap perempuan dapat terjadi tanpa membedakan latar belakang ekonomi,
pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau bentuk fisik korban Kekerasan
adalah sebuah fenomena lintas sektoral dan tidak berdiri sendiri atau terjadi begitu
saja. Secara prinsip ada
akibat tentu ada penyebabnya. Dalam
kaitan
itu Fathul Djannah mengemukakan beberapa faktornya yaitu :
1) Kemandirian
ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri terhadapsuami dapat menjadi
penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi tidak sepenuhnya demikian karena
kemandirian istri juga dapat menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
2) Karena
pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri menjadi
korban kekerasan.
3) Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami
dengan perempuan lain atau suami kawin lagi dapat melakukan kekerasan terhadap
istri.
4) Campur
tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga daripihak suami, terutama
ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan kekerasan terhadap istri.
5) Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama.
Pemahaman ajaranagama yang salah dapat menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga.
6) Karena
kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap istri secara
berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan
Sementara itu
Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan
terhadap perempuan yaitu :
1) Budaya
patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior dan perempuan
sebagai mahluk interior.
2) Pemahaman
yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai
perempuan.
3) Peniruan
anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,biasanya akan meniru
perilaku ayahnya.
Berkaitan dengan
faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan, Sukerti
mengemukakan sebagai berikut :
1) Karena
suami cemburu
2) Suami merasa berkuasa.
3) Suami
mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
4) Ikut
campurnya pihak ketiga (mertua).
5) Suami
memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
6) Karena suami suka berjudi .
Dari
beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan seperti telah
disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya
patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat.Kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga dapat berakibat buruk terutama terhadap si
korban, anak-nank yakni dapat berpengaruh terhadap kejiwaan korban dan
perkembangan kejiwaan si anak dan juga berdampak pada lingkungan sosial. Di
samping itu dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga yaitu
dampak medis, seperti memerlukan biaya pengobatan.
Dampak emosional
seperti depresi, penyalahan obat-obatan dan alkohol, setres pasca trauma, rendahnya
kepercayaan diri. Dampak pribadi seperti anak-anak yang hidup dalam lingkungan
kekerasan berpeluag lebih besar bahwa hidupnya akan dibimbing oleh kekerasan, anak
yang menjadi saksi kekerasan akan menjadi trauma termasuk di dalam perilaku anti
sosial dan depresi
C. Kekerasan
Terhadap Perempuan Dari Perspektif Gender.
Faham
gender memunculkan perbedaan laki-laki dan perempuan, yang sementara diyakini
sebagai kodrat Tuhan. Sebagai kodrat Tuhan akibatnya tidak dapat dirubah. Oleh
karena gender bagaimana seharusnya perempuan dan laki-laki berfikir dan
berperilaku dalam masyarakat. Perbedaan perempuan dan laki-lakiakibat gender
ternyata melahirkan ketidak adilan dalam bentuk sub-ordinasi,dominasi,
diskriminasi, marginalisasi, stereotype. Bentuk ketidak adilan tersebut merupakan sumber utama
terjadinya kekerasan terhadap perempuan.Hal tersebut di atas terjadi karena
adanya keyakinan bahwa kodrat
perempuan
itu halus dan posisinya di bawah laki-laki, bersifat melayani dan tidak sebagai kepala rumah
tangga. Dengan demikian maka perempuan disamakan dengan barang
(properti) milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan sewenang-wenang.Pola hubungan
demikian membentuk sistem patriarki. Sistem ini hidup mulai dari tingkat
kehidupan masyarakat kelas bawah, kelas menengah dan bahkan sampai pada
tingkat kelas tinggi. Mulai dari individu, keluarga,masyarakat dan negara.
Negara mempunyai kepentingan untuk mengatur posisi perempuan dengan
mencantumkan pasal poligami dalam U U No. 1 Tahun 1974.
Kekerasan
terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat juga
dikaji berdasarkan
Teori Class dari Marx. Marx mengatakan bahwa ada dua kelompoknyang berada pada posisi
yang berbeda yaitu kelompok kapitalis di satu sisi dan kaum buruh di sisi
lainnya. Kaum kapitalis adalah kaum yang menekan kaum buruh, kaum buruh
berada pada posisi sub-ordinat dan tidak diuntungkan.
Berdasarkan
Teori Marx tersebut dapat diasumsikan bahwa kaum laki-laki itu adalah kaum
kapitalis yang berada pada posisi lebih tinggi, menentukan dan diuntungkan sedangkan
kaum perempuan adalah kaum buruh yang berada pada posisi lebih rendah dan
tidak diuntungkan.
D.
Perlindungan Hukum Terhadap
Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Akar kekerasan terhadap
perempuan karena adanya budaya dominasi lakilakiterhadap perempuan atau budaya patriarki.
Dalam struktur dominasi laki-laki ini kekerasan seringkali digunakan oleh
laki-laki untuk memenangkan perbedaan pendapat, untuk menyatakan rasa tidak
puas dan kadangkala untuk mendemontrasikan dominasi semata-mata.Kekerasan
terhadap perempuan sering tidak dinggap sebagai masalah besar atau masalah
sosial karena hal itu merupakan urusan rumah tangga yang bersangkutan dan orang
lain tidak perlu ikut campur tangan. Dalam kaitan itu
sesuai dengan
pendapat Susan L. Miler, yang mengatakan bahwa kejahatan dari kekerasan rumah tangga
sudah merupakan suatu yang rahasia, dianggap sesuatu yang sifatnya pribadi
dan bukan merupakan masalah sosial.Walaupun adanya pandangan seperti tersebut
di atas tidak berarti menjadikan
alasan untuk tidak memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap perempuan yang
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Perlindungan
hukum adalah setiap usaha yang dilakukan oleh pihak-pihak untuk menanggulangi
kekerasan terhadap perempuan,
kekerasan dalam bentuk fisik,
psikologis, seksual dan kekerasan ekonomi.
Pihak-pihak yang
dapat melakukan perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga, bisa siapa saja misalnya dapat dilakukan oleh keluarga korban,
tetangga korban, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim),
lembaga sosial dan lain sebagainya. Yang jelas pihak-pihak dimaksud dapat
memberikan rasa aman terhadap istri korban kekerasan suami. Perempuan korban
kekerasan dalam rumah tangga sering tidak dapat berbuat banyak atau dalam
keadaan binggung, karena tidak tahu harus mengadu ke mana, ke rumah asal
belum tentu diterima. Hal ini disebabkan oleh adanya budaya di mana
perempuan yang sudah kawin menjadi tanggung jawab suaminya Sehingga apabila
terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga sering tidak terungkap
kepermukaan karena masih dianggap membuka aib keluarga. Dengan sulit
terungkapnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, ini berarti
perempuan korban kekerasan ikut melindungi kejahatan dalam rumah tangga.
BAB III
P
E N U T U P
Kesimpulan
Dari keseluruhan
paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor
penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga
yaitu budaya patriarki, pemahaman ajaran agama yang
keliru, kemandirian
ekonomi istri, perselingkuhan suami, cemburu,
berjudi,
keturunan dan ikut campurnya pihak ketiga.
2. Perlindungan
hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga diatur
dalam KUHP, KUHPerdata, U U No. 1 Tahun 1974, U U
No. 7 Tahun 1984,
U U No. 39 Tahun 1999 dan U U No. 23 Tahun 2004.
DAFTAR
PUSTAKA
Arivia, Gadis,
2003, Filsafat Bersfektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan,
Jakarta.
Aziz, Aina
Rumiati, 2002, “Perempuan Korban Di Ranah Domestik”,
www.indonesia.com.
Candrakirana,
Kemala, 2005, “Hentikan Kekerasan Dalam Keluarga”,
www.pontianakpost.com.
Carwoto, 2000,
“Mengungkap Dan Mengeliminasi Kekerasan Terhadap Istri”,
dalam Menggugat
Harmoni, Rifka Anisa, Yogyakarta.
Djannah, Fathul
et al, 2002, Kekerasan Terhadap istri, LKIS, Yogyakarta.
Marx, 1987, Pendekatan
Sosiologis Terhadap Hukum, Editor Adam Padgorecki,
Christoper J.
Whelan, Bina Aksara, Jakarta.
Miler, Susan L.,
2000, “Arres Policies for Domestic Violence and Their
Implication for
Baterred” dalam It is a Crime, Women and Justice, Roslyn
Muraskin, Long
Island University, Upper Sadle River, New Jersey.
Muladi, 1997, Hak
Asasi Manusia, Politik Dan Sistem Peradilan Pidana, Badan
Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Sukerti, Ni
Nyoman, 2005, “Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah
Tangga : Kajian
Dari Perspektif Hukum Dan Gender (Studi Kasus Di Kota
Denapasr)”, Tesis,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
Purwandar,
Kristi E., 2002, “Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan
Psikologis
Feminis”, dalam Pemahaman Bentuk-Bentuk Kekerasan
Terhadap
Perempuan Dan Alternatif Pemecahannya, Editor
Archie
Sudiarti
Luhulima, Kajian Wanita Dan Gender, Universitas, Jakarta.
................,
2004, “Kekerasan Terhadap Perempuan Bentuk Sebuah Patriarki)”,
www.sekitarkita.com.
.................,
2004, Kekerasan dalam Rumah Tangga (Kekerasan Domestik),
www.sekitarkita.com.
.................,
2005, “Kekerasan DalamRumah Tangga”, www.terangdunia.com.
.................,
KUHP, terjemahan Mulyatno.